TAZKIYAH merupakan poros keseimbangan aktivis dakwah, tulisan ini disusun oleh Djoko P. Abdullah yang menjelaskan tentang beberapa poin dalam tazkiyah.
Persiapan Ruhiyah inilah yang akan mengantarkan kita pada kerja-kerja dakwah dan peradaban.
Komitmen kita dengan nilai-nilai Islam harus dalam bingkai shahwah Islamiyah (kebangkitan Islam).
Yang salah satu agendanya adalah mengembalikan Hakimiyatullah yang sekarang sudah dirampas oleh manusia.
Shahwah Islamiyah telah muncul cukup menggembirakan dan pengingkaran terhadap hal ini berarti berkhianat terhadap hakikat sebenarnya.
Tetapi idealnya orang-orang yang bergabung dalam kebangkitan ini adalah orang-orang yang berpandangan luas, pemikiran matang dan wawasan yang memadai.
Karena Islam adalah agama yang menjadi lautan peradaban dan agama yang tegak di atas landasan ilmu.
baca juga: Tazkiyah, Poros Keseimbangan Aktivis Dakwah
Tazkiyah, Poros Keseimbangan Aktivis Dakwah (Bagian 2)
Maka apabila kita belum sampai pada mas’uliyah terhadap umat ini sebagaimana yang diperintahkan Allah Subhanahu wa taala, berarti kita telah menipu diri sendiri. (QS 35: 42-43)
Kabangkitan Islam kontemporer ini dihadang oleh berbagai tantangan berat; para misionaris Kristen, orientalis, militer, sastrawan, politikus, penulis, orang-orang yang menentang dengan terang-terangan, orang-orang yang menyembunyikan kebencian, orang-orang dari kalangan kita, orang-orang yang tidak jauh dari kita.
Kita sama sekali tidak boleh takut kepada mereka, selama para aktivis kebangkitan benar-benar dari tambang Islami murni yang mentahsis sirah perjalanan generasi kita pertama, kemudian mereka bekerja dengan pikiran terbuka dan hati tertuju kepada Allah semata.
Dalam salah satu wawancara eksklusif Syaikh Muhammad Al Ghazali dengan majalah Al-Arabiyah.
Beliau menyebutkan bahwa tsaqafah Islamiah yang dimiliki umat Islam pada kurun waktu terakhir ini sangat dangkal, bukan saja pada ilmu agama tetapi juga dalam lapangan sastra.
Tsaqafah ini tidak mampu menjadikan umatnya bangkit mengemban risalahnya dan berkhidmat terhadap kitab Rabbnya dan sunah Nabinya.
Oleh karena itu, saya katakan bahwa: Seluruh ilmu tentang agama tidak akan sempurna bila hanya dengan pemahaman secara sektoral.
Potret Islam yang sempurna hanya dapat terwujud bila meneladani generasi salaf pertama. Serta pemikiran Islam kontemporer harus ditingkatkan ke arah pemahaman yang syumul terhadap Al Qur’an.
Islam adalah manhaj yang diwarisi oleh para Nabi untuk diserukan dan mengarahkan manusia.
Bagaimana menurut kau apabila kita lebih memprioritaskan atau mendahulukan isu atau propaganda nasionalisme?
Bukankah hal ini berarti mencabik-cabik ukhuwah kaum muslimin?
Tidak mungkin kita mampu merebut kembali posisi serta membentengi risalah apabila kita telah malalaikan intima’ (komitmen) kepada Din ini.
Bangsa Yahudi di benua mana saja mereka bangga dengan intima’ keyahudiannya. Sampai orang-orang Sikh harus membuat format intima’ khusus terhadap diri mereka untuk meniru intima’ orang Yahudi.
Dan di akhir wawancara eksklusif tersebut Syaikh Muhammad Al Ghazali berpesan kepada para aktivis dakwah bahwa Shahwah Islamiah kontemporer harus memprogram langkah- langkahnya yang mendasar.
Saya yakin bahwa dengan pertolongan Yang Maha Tinggi para aktivis akan mencapai tujuan.
Maka wajib bagi kita bersungguh-sungguh mengerahkan shahwah kontemporer kita agar mampu menghasilkan buahnya dengan keputusan Rabbnya.
Ustadz Fathi Yakan dalam karyanya “Madza Ya’ni Intima’i Lil Islam” telah menguraikan makna intima’ (komitmen) dengan beberapa poin yang sangat mendasar yang harus dipahami oleh para aktivis, di antaranya:
Apa yang harus saya perbuat jika saya berkomitmen kepada Islam?
1. Saya harus mengislamkan aqidah saya.
2. Saya harus mengislamkan ibadah saya
3. Saya harus mengislamkan akhlak saya.
4. Saya harus mengislamkan rumah tangga dan keluarga saya.
5. Saya harus mampu mengalahkan hawa nafsu.
6. Saya harus yakin bahwa masa depan milik Islam.
Apa yang harus saya perbuat jika saya berjanji setia kepada gerakan Islam?
1. Hidup saya harus saya persembahkan untuk Islam.
2. Saya harus mengimani wajibnya berjuang untuk Islam.
3. Saya harus memahami liku-liku perjuangan Islam (Amal Islami).
4. Saya harus memahami dimensi-dimensi dalam berkomitmen kepada gerakan Islam
5. Saya harus memahami tonggak-tonggak perjuangan Islam.
6. Saya harus memahami syarat-syarat janji setia dan syarat-syarat keanggotaan
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya mengambil peran ini sangat optimal. Sehingga menamakan generasinya dengan sebutan Khairul Qurun.
Bahkan Allah Ta’ala menajamkan dengan predikat Khairu Ummah. (QS Ali Imran: 110). Wallahu a‘lam.[ind]