KISAH pengembaraan Imam Syafii menuntut ilmu diceritakan oleh Uttiek M. Panji Astuti dalam artikelnya yang berjudul “Pengembaraan Intelektual”.
“Aku tidak akan meninggalkan Madinah selagi Imam Malik masih hidup.”
Kita tak pernah tahu, kemana Allah akan langkahkan kaki kita esok hari. Demikian halnya Muhammad bin Idris bin ‘Abbas bin ‘Usman bin Syaafi’ atau yang lebih dikenal sebagai Imam Syafi’i.
Ia memulai pengembaraan intelektualnya ke kota Makkah di usia 6 tahun. Ada juga bahkan yang menyebut 2 tahun ia sudah dibawa ibunya ke Makkah, setelah ayahnya wafat.
Dari Makkah, ia berangkat ke Madinah pada 163 H untuk berguru kepada Imam Malik. Saat itu, usianya 13 tahun.
Di Madinah, Imam Syafi’i memenuhi janjinya. Ia tidak pernah meninggalkan Madinah kecuali setelah wafatnya Imam Malik.
Setelah gurunya wafat, Imam Syafi’I melanjutkan pengembaraannya ke Irak, Yaman dan beberapa kota lain, hingga pada 195 H kembali ke Baghdad.
Namun kali ini, ia datang sudah bukan lagi sebagai penuntut ilmu, melainkan sebagai ulama yang telah matang dengan konsep serta pemikiran-pemikirannya.
Pada periode itu, Imam Syafi’i menulis kitab al-Risalah dan Hujjah. Di Baghdad Imam Syafi’i memiliki beberapa murid, di antaranya Imam Ahmad bin Hanbal, Imam az-Za’farani, dan Imam al-Karabisi.
Baghdad yang merupakan cosmopolitan ilmu pengetahuan tak membuatnya tenang. Tersebab Khalifah Al Makmun yang berkuasa lebih condong pada paham Mu’tazilah.
baca juga: Imam Syafii dan Tiga Kebiasaan saat Malam
Kisah Pengembaraan Imam Syafii Menuntut Ilmu
Imam Syafii lalu memutuskan hijrah ke Mesir pada 198 H. Di Mesir, Imam Syafii menulis kitab al-Umm.
Pemikirannya di Mesir banyak dipengaruhi oleh kondisi sosial politik di Mesir pada masa itu atau yang dikenal sebagai qauw al-Jadid.
Imam Syafi’I menetap di Mesir tak lama, hanya sekitar 4 tahun, lalu Allah mewafatkannya di malam Jumat bulan Rajab tahun 204 H.
Berkelana meninggalkan negeri demi menuntut ilmu adalah kebiasaan orang sholeh. Sebagaimana syair yang dituliskan Imam Syafi’i:
View this post on Instagram
Merantaulah…
Orang berilmu dan beradab tidak diam beristirahat di kampung halaman.
Tinggalkan negerimu dan hidup asing di negeri orang.
Merantaulah…
Kau akan dapatkan pengganti dari orang-orang yang engkau tinggalkan.
Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang.
Aku melihat air menjadi rusak karena diam tertahan.
Jika mengalir menjadi jernih, jika tidak, akan keruh menggenang.
Singa tak tinggalkan sarang, tak akan dapat mangsa.
Anak panah jika tak tinggalkan busur, tak akan kena sasaran.
Jika matahari di orbitnya tak bergerak dan terus berdiam,
tentu manusia bosan padanya dan enggan memandang.
Bijih emas tak ada bedanya dengan tanah jika tak dipisahkan.
Wangi kayu gaharu tak ubahnya kayu biasa jika tetap di dalam hutan.
Maka, merantaulah…
Imam Syafi’i (767‒820 Masehi)
Bagaimana, mau melakukan pengembaraan intelektual?