EMPAT cara memotivasi anak yang seringkali tidak disadari ini bisa menjadi masukan bagi para orangtua yang seringkali merasa benar dengan apa yang telah dilakukannya dalam memberikan motivasi kepada anak.
Menurut motivator Parenting dari Rumah Pintar Aisha, Randy Ariyanto, motivasi itu bisa diibaratkan sebagai bahan bakar yang mendorong seseorang untuk maju/sukses.
Namun, banyak orang tua salah dalam memotivasi anak. Barangkali niat orang tua baik yaitu mengharapkan anak menjadi lebih semangat dan menjadi lebih baik lagi.
Nah, sekarang apa ya Bun, empat cara motivasi yang malah berdampak kurang baik bagi anak.
baca juga: Lakukan Tindakan Parenting Berkesadaran
Empat Cara Memotivasi Anak yang Seringkali Tidak Disadari
Pertama, memotivasi anak dengan mengkondisikan anak merasa bersalah.
Contohnya seperti ini “Kamu tidak kasihan sama Bunda, Bunda sudah kerja sampai malam untuk mencari uang agar bisa membeli mainan buat Adik” atau
“Ayo dimakan sayurnya, Adik tidak kasihan sama Bunda, sudah memasak, capek, lelah tapi sayurnya tidak dimakan”.
Motivasi model ini tidak akan membuat anak termotivasi malah akan menjadi beban bagi anak. Anak makan bukan karena termotivasi untuk sehat dan kuat tetapi karena kasihan.
Akibatnya apa yang mereka lakukan akhirnya didasari pada keterpaksaan bukan didasari pada semangat yang tumbuh dalam diri sendiri.
Kedua, memotivasi dengan cara membandingkan dengan orang lain misalnya dengan kakaknya atau temannya.
Motivasi model seperti ini akan menjadikan anak merasa rendah diri, merasa bodoh. Ia menganggap orang lain pasti lebih hebat daripada dirinya.
Ia juga dipenuhi rasa khawatir dan senantiasa tertekan. Motivasi model ini, sama sekali tidak akan memotivasi anak untuk berkembang bahkan sebaliknya akan membuat anak semakin kerdil dan terpuruk.
Setiap ia dibandingkan maka setiap itu pula ia akan merasa tertekan, merasa lebih rendah dan merasa lebih bodoh karena pembandingnya selalu pasti lebih hebat daripada dirinya.
Ketiga, motivasi model meremehkan. Misalnya saat anak memamerkan nilai ujiannya yang mendapatkan nilai 8 kemudian dalam hati Bunda mengatakan:
“Wah hebat juga anakku ujian Matematikanya dapat 8,” tetapi Bunda memotivasi anak agar mendapatkan nilai lebih baik lagi dengan berkata seperti ini:
“Hemmm cuma dapat delapan, belum dapat nilai sepuluh kalau sudah dapat sepuluh itu baru oke namanya”.
Dengan mengatakan seperti itu, Bunda pasti berharap anak akan lebih bersemangat untuk mendapatkan nilai lebih baik lagi.
Tapi Bun, harapan Bunda itu jauh panggang daripada api, kenyataan yang tidak sesuai harapan. Bunda meremehkan, apa yang anak capai, merendahkan hasil jerih payahnya, tidak menghargai akan prestasinya.
Jika itu terus dilakukan, anak akan merasa apapun usahanya, prestasinya, kebaikannya maka ia merasa tidak dihargai.
Lalu ia akan mengatakan dalam hatinya, buat apa aku berprestasi, berusaha mendapatkan nilai baik, berusaha menjadi baik, toh orang tuaku tidak menghargai aku.
Dampaknya anak akan semakin malas dan tidak semangat. Dampak lebih buruknya adalah anak akan memiliki karakter rendah diri karena setiap yang mereka lakukan pasti akan mendapatkan respon negatif dari orang tuanya.
Dan ada kabar buruknya lho Bun, orang yang rendah diri itu tidak akan pernah mampu mengoptimalkan potensinya dan tidak akan pernah sukses dalam menjalani hidupnya.
Keempat, motivasi dengan mengancam mengungkap aib anak. Mengancam untuk mengungkap keburukan anak kepada orang lain biasanya dijadikan orang tua untuk memotivasi anak misalnya:
“Kalau Kakak nilai matematikanya masih jelek maka Bunda akan memberitahu wali kelas bahwa Kakak masih sering ngompol di rumah”.
Ungkapan ini benar-benar akan dibenci anak. Anak merasa ditelanjangi dan dipermalukan. Bunda sendiri jika aibnya disingkap orang lain juga pasti marah kan, begitu juga dengan anak.
Motivasi model ini adalah motivasi yang didasarkan pada ancaman yang membuat anak ketakutan. Anak akan senantiasa diselimuti rasa takut, senantiasa tertekan, tidak bergairah dan tidak bersemangat.
Niat anak untuk belajar bukan lagi untuk mendapatkan prestasi yang lebih tinggi tetapi didasarkan pada ketakutan.
Kasihan Bun, anaknya, kehidupannya akan dipenuhi dengan rasa takut dan senantiasa tertekan.
Ayah Bunda, itulah empat motivasi ke anak yang salah, semoga tulisan ini dapat memperkaya wawasan orangtua, terutama dalam pengasuhan anak yang positif.[ind]