SIAPA yang tak kenal Habib Umar? Kisah tragis Habib Umar berikut ini menjadi alasan untuk mendorongnya berdakwah hingga ke seantero dunia. Yuk, kita simak.
Habib Umar tetap di Tarim bersama ibunya Hababah Zahra binti Hafiz al-Haddar, dan kakaknya, Habib ‘Ali al-Mashhur. Namun, penganiayaan di Hadramaut menjadi semakin sulit dan berbahaya.
Pada bulan Safar 1402 (1981 M), ketika ia berusia 17 tahun, Habib ‘Umar bermigrasi ke kota al-Bayda’ di Yaman Utara, untuk menghindari penganiayaan dari pemerintah sosialis Yaman Selatan.
Habib Umar tinggal di Ribat al-Bayda ‘, di sini, ia belajar di bawah pendiri Ribat, Imam besar, Habib Muhammad bin ‘Abdullah al-Haddar, serta Habib Zayn bin Ibrahim bin Sumayt, guru utama Ribat.
Habib Muhammad menjunjung tinggi Habib Umar sehingga ia pun bisa tumbuh dengan baik hingga sekarang diakui sebagai salah satu imam dan ulama besar di dunia.
Ia kini tinggal di Tarim, Yaman tempat ia mengawasi perkembangan sekolah Dar-al Musthafa dan berbagai sekolah lain yang telah dibangun di bawah manajemennya.
Secara tragis, ketika Umar sedang menemani ayahnya untuk salat Jumat, ayahnya diculik oleh golongan komunis dan ia sendirian pulang ke rumahnya dengan masih membawa syal milik ayahnya, dan sejak saat itu ayahnya tidak pernah terlihat lagi.
Kejadian ini menyebabkan Umar menganggap bahwa tanggung jawab untuk meneruskan pekerjaan yang dilakukan ayahnya dalam bidang dakwah harus dilanjutkan.
Sejak saat itu, ia mulai mengumpulkan orang-orang dan membentuk majelis-majelis dakwah. Perjuangan dan usahanya yang keras demi melanjutkan pekerjaan ayahnya mulai membuahkan hasil.
Kelas-kelas mulai dibuka bagi anak muda maupun orang tua di masjid-masjid setempat yang di sana ia ditawarkan berbagai kesempatan untuk menghafal Al-Qur’an dan untuk belajar ilmu-ilmu tradisional.
Kepopuleran dan ketenaran yang didapat oleh Umar tidak mengurangi usaha pengajarannya. Bahkan sebaliknya, ini memperkuat tujuan utamanya.
Sebagai tokoh spiritual, ia selalu menekankan doktrin iman terhadap orang-orang yang berada di dekatnya.
Kedekatannya dengan pengikut-pengikutnya membuat namanya semakin populer hingga ke berbagai belahan dunia lainnya.
baca juga: Mengenal Habib Umar bin Hafidz, Ulama dari Yaman
Kisah Tragis Habib Umar yang Mendorongnya untuk Mulai Berdakwah
Negara Oman menjadi fase berikutnya dalam pergerakan menuju pembaruan abad ke-15.
Setelah menyambut baik undangan dari sekelompok muslim yang ingin belajar kepadanya, ia meninggalkan tanah kelahirannya dan tidak kembali hingga beberapa tahun kemudian.
Ia juga memperluas pengaruhnya di Kota Shihr di Yaman Timur, kota pertama yang disinggahinya ketika kembali ke Hadramaut, Yaman.
Di sana, ajaran-ajaran dia mulai mengakar dan dibangunlah Ribat al-Mustafa, sekolah miliknya. Hal ini adalah realisasi dan bukti konkritnya dalam menyebarkan pengajarannya.
Pulang ke Tarim
Kepulangan Umar ke Tarim menjadi tanda sebuah perubahan mendasar dari tahun-tahun yang dia habiskan untuk belajar, mengajar, membangun mental agamis orang-orang di sekelilingnya, menyebarkan seruan dan menyerukan doktrin benar atau salah berdasarkan hal yang ia yakini.
Mereka ini akan menjadi perwakilan dan penerus dari apa yang kini telah menjadi perjuangan Umar.
Berdirinya berbagai institusi islami serupa di Yaman dan di negara-negara lain di bawah manajemen Umar akan menjadi sebuah tonggak utama dalam penyebaran Ilmu dan perilaku mulia serta menyediakan kesempatan bagi orang-orang awam.
Sementara itu, awal kedatangan Habib Umar ke Indonesia adalah pada tahun 1994.
Ia diutus oleh Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf yang berada di Jeddah untuk mengingatkan dan menggugah ghirah (semangat atau rasa kepedulian) para Alawiyyin Indonesia, disebabkan sebelumnya ada keluhan dari Anis bin Alwi al-Habsyi, seorang ulama dan tokoh asal Kota Surakarta, Jawa Tengah tentang keadaan para Alawiyyin di Indonesia yang dianggap mulai jauh dan lupa akan nilai-nilai ajaran para leluhurnya.
Di Indonesia, Umar sudah beberapa kali membuat kerjasama dengan berbagai pihak bahkan pemerintah Indonesia, dalam hal ini Ditjen Kelembagaan Keagamaan Kementerian Agama Indonesia meminta pembuatan kerja sama dengan Umar dan Dar-al Musthafa untuk pengiriman sumber daya manusia yang berkualitas, khususnya para kiai pimpinan pondok pesantren untuk mengikuti program pesantren kilat selama tiga bulan di bawah bimbingan langsung Umar.
Sampai saat ini, sudah banyak santri-santri di Indonesia yang menuntut ilmu di pondok pesantren yang ia pimpin dan telah melahirkan banyak da’i yang meneruskan perjuangan dakwahnya di berbagai daerah di Indonesia.
Pada tahun 2019, Umar melakukan kunjungan kembali di Indonesia, tepatnya di Kota Palangka Raya. Acara ini dihadiri berbagai Habib di seluruh dunia dan dihadiri 50 ribu jemaah.
Umar dan para habib lainnya diundang Gubernur Kalimantan Tengah, Sugianto Sabran untuk menghadiri acara tabligh akbar pada September 2019.
Pada tanggal 22 Februari sampai dengan 2 Maret 2003 (26-29 Dzulhijjah 1423 H) di Dar-al Musthafa, ia merintis upaya persatuan dalam aktivitas dakwah, dengan mengadakan multaqa ulama atau simposium yang dalam pertemuan itu dihadiri oleh berbagai ulama dari belahan dunia, dan kemudian berlanjut pada pertemuan berikutnya di berbagai penjuru dunia dalam skala lokal maupun internasional.
Habib Umar termasuk sebagai salah seorang penandatangan dari dua dokumen internasional yang berpengaruh, yaitu Risalah Amman pada tahun 2005, pada urutan tandatangan nomor 549, dan A Common Word pada tahun 2007 dalam urutan tandatangan nomor 42, yang keduanya ditandatangani oleh tokoh-tokoh muslim dunia, termasuk di antaranya beberapa pemimpin muslim Indonesia.
Di Indonesia, Habib Umar mendeklarasi berdirinya Majelis Al-Muwasholah Bayna Ulama Al Muslimin atau Forum Silaturrahmi Antar Ulama pada tahun 1327 H / 2007 M.
Tahun 2009, New York Times menampilkan al-Habib Umar dan Darul Musthafa dalam salah satu pemberitaannya
Al-Habib Umar bin Hafizh termasuk salah satu dari 50 Urutan teratas dari The Muslim 500: The Word’s 500 Most Influential Muslims, yang diterbitkan oleh Center for Muslim-Christian Understanding, Georgetown University, Amerika Serikat, yang dipimpin oleh sarjana studi Islam ternama John Esposito.
Umar juga merupakan ulama yang produktif dalam menulis, di antara kitab karangan ia adalah:
Is’af at Thalibi
Ridha al-Khalaq bi bayan Makarimal Akhlaq
Taujihat at-Thullab
Syarah Mandzumah Sanad al-‘Ulwi.
adz-Dzakirah al-Musyarrafah(Fiqih)
Dhiyaullami’bidzikri Maulid an-Nabi asy-Syafi'(Maulid Nabi Muhammad SAW)
Khuluquna
Khulasoh madad an-nabawiy(Dzikir)
Syarobu althohurfi dhikri siratu badril budur
Taujihat nabawiyah
Nur aliman(Aqidah)
Almukhtar syifa alsaqim
Al washatiah
Mamlakatul qa’ab wa al ‘adha’
Muhtar Ahadits (Hadits)
Durul Asas (Nahu)
Tsaqafatul Khatib (Panduan Khutbah)
baca juga: Belajar dari Habib Umar bin Hafiz
Kitab Maulid adh-Dhiya’ al-Lami’ merupakan karya Umar paling monumental yang berisi syair pujian terhadap Muhammad, umat islam Indonesia telah banyak mengenal dan membaca karya ini, yang juga mengenalnya dengan Maulid al-Habib Umar.
Secara bahasa, kitab Maulid adh-Dhiya’ al-Lami’ berarti Cahaya Yang Terang Benderang. Kitab ini merupakan Kitab Maulid mutakhir.
Di suatu malam, Umar memanggil salah seorang muridnya, lalu diperintahkannya membawa pena dan kertas, seraya berkata: “Tulis..”, lalu ia mengucapkan maulid Dhiya’ullami’ itu mulai sepertiga malam, dan sebelum waktu subuh telah selesai.
Maulid ini mulia, karena angka-angkanya disebutkan menuliskan sejarah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, bait-bait shalawat pembukanya berjumlah 12 yang melambangkan kelahiran Muhammad pada tanggal 12 Rabiul Awal.
Alinea pertamanya dipadu dari 3 surat, yaitu surat Al-Fath, surat At-Taubah dan Surat Al-Ahzab. 3 surat ini melambangkan kelahiran Muhammad adalah pada bulan ketiga, yaitu Rabiul Awal, alinea pertama hingga Qiyam jumlahnya 63 yaitu melambangkan usia Muhammad selama 63 tahun, maulid ini angka-angkanya memperhitungkan sejarah, tahun Hijrah, jumlah sahabat, dan lain-lain.
Umar yang ahli dalam bahasa, syairnya bukan hanya Maulid Dhiya’ullami’, namun lebih dari seribu alinea syair telah diterbitkan dari ucapannya dengan jumlah yang mencapai ratusan ribu bait.
Umar diberi gelar Al Musnid, karena setiap menyebut hadis, ia mampu ataupun hafal menyebut sanadnya hingga Muhammad.
Sahabat, itulah sekelumit kisah perjalanan dakwah Habib Umar hingga dikenal sampai di Indonesia. Semoga bermanfaat.[ind]