Saat ini, sebuah perlombaan itu baru saja dimulai. Batas waktunyapun telah dicatat dalam stopwatch kehidupan. Catatan itu akan menjadi sebuah bukti. Kelak tinta sejarahlah yang akan membuktikannya. Siapakah yang menjadi pemenangnya. Hanya salah satu yang berhak mengangkat piala kemenangan itu. Engkau atau sang waktu. Itulah pilihannya. Apakah engkau yang mengangkat piala kemenangan itu atau tidak. Semua itu tergantung pada dirimu sendiri.
Katakanlah kepada musuhmu “Wahai musuh, selamat datang.” Katakanlah dengan tenang dan tegas, “Engkaulah musuh terbesarku saat ini wahai kemalasan.” Tataplah mereka, detik ini musuh itu tepat berada di depan matamu. Tatapannya sangat tajam menembus perasaan. Dia berusaha mempengaruhi pikiranmu. Dia berusaha mengobrak-abrik konsistensimu. Dia berusaha mengatur irama permainannya dalam dirimu. Sorot matanya menandakan bahwa ia ingin mengalahkanmu. Dia ingin, engkau hanyut dan tunduk dalam perintah-perintahnya. Dia ingin engkau rela menyerahkan jiwa dan raga untuk dia kendalikan. Dia ingin engkau diibaratkan sebagai boneka kayu yang dikendalikan dengan tali yang terikat di tangan-tangannya. Dia ingin, engkau tertidur dalam buaian cerita-ceritanya. Dia melukiskan mimpi-mimpi yang indah dan semu. Ketahuilah, dia adalah musuh yang hebat dalam dirimu. Dia adalah kemalasan.
Mulai saat ini teriaklah dengan lantang, berteriaklah “wahai kemalasan, pulang ke peraduanmu. Tempatmu bukan dipikiranku, tempatmu bukan pula diperasaanku. Pintu pikiranku telah aku kunci rapat-rapat. Saat ini tidak ada celah untukmu lagi. Engkau telah habis. Benar-benar telah habis dan selamanya akan habis.” Ayo, bersama-sama melawan kemalasan itu. Memang adakalanya kita bertekuk lutut tak berdaya. Tapi kita butuh saling mengingatkan agar tersadar dari buaian yang melenakan. Kita harus saling memotivasi, saling mengingatkan. Karena malas itu menular dan motivasi itu menular. Mari kita saling menularkan motivasi yang membara dalam diri agar senantiasa memiliki energi untuk menggapai cita-cita.