ChanelMuslim.com- Beberapa pekan setelah menetas, seekor anak ayam ingin bicara serius dengan induknya. Ia ingin menanyakan sesuatu tentang hubungan ayam dan manusia.
“Ma, sepertinya Allah tidak adil terhadap kita dibandingkan dengan manusia,” ucapnya suatu kali.
“Maksud kamu apa, Nak?” tanya induk ayam, tak mengerti.
“Kenapa manusia punya banyak nama. Ada Bambang, Adi, Nina, Dewi, Joko, Rita, dan lain-lain. Sementara, semua ayam namanya sama: ayam?” ungkap anak ayam bernada protes.
“Oh itu masalahnya,” sahut induk ayam sembari merangkul putera sulungnya.
Sesaat kemudian, induk ayam pun menjelaskan, “Begini anakku. Manusia memang punya banyak nama. Tapi, nama-nama itu ada saat mereka masih hidup. Kalau manusia mati, sebutannya sama: mayat!”
“Kalau kita,” lanjut induk ayam, “sewaktu masih hidup memang namanya sama. Tapi kalau sudah mati, namanya baru berbeda-beda. Ada ayam goreng, ayam bakar, ayam kalasan, ayam krispi, ayam penyet, ayam gulai, sate ayam, sop ayam, sosis ayam, bistik ayam, dan lain-lain.”
Mendengar penjelasan itu, anak ayam pun mengangguk pelan. Ia mencoba membayangkan dirinya kelak akan diberi nama apa setelah mati.
**
Hidup ini memang sementara, dan rentang waktunya tidak bernilai apa pun dibandingkan sesudah masa matinya. Abadi.
Karena itu, selagi masih hidup, ukirlah seperti apa nasib kita kelak seusai kematian datang, agar kita tidak hanya sekadar disebut mayat.
“(Mukmin yang cerdas adalah) yang paling banyak mengingat mati, dan yang paling baik dalam mempersiapkan kematian tersebut.” (HR. Ibnu Majah, Thabrani, dan Al-Haitsamy) (muhammad nuh)