KUALITAS diri manusia ditentukan dengan karakter jiwanya. Ruh dan nafsu yang menjadi ruang lingkup dalam jiwa manusia sering kali saling tarik menarik untuk menentukan tindakan manusia. Jika melihat adanya dominasi antara ruh dan nafsu ini, jiwa manusia dapat dikategorikan menjadi tiga karakter, yaitu:
1. Nafsu ammaaratun bis suu’
Apabila nafsu lebih dominan dibandingkan ruh sehingga yang mengusai jiwanya kemudian adalah keinginan untuk memenuhi selera kesenangan (syahwat).
Kondisi jiwa yang demikian akan selalu menyuruh untuk melakukan hal-hal yang buruk. Allah subhanahu wa ta’la menceritakan kisah Nabi Yusuf yang berkata,
وَمَآ أُبَرِّئُ نَفْسِىٓ ۚ إِنَّ ٱلنَّفْسَ لَأَمَّارَةٌۢ بِٱلسُّوٓءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّىٓ ۚ إِنَّ رَبِّى غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang. (Q.S. Yusuf: 53)
JIwa yang demikian berada pada tingkat yang paling rendah. Apabila tidak segera diobati kecenderungannya akan semakin parah dan akan menjerumuskan pemiliknya menjadi pribadi yang hina.
Pada kondisi yang parah ini, ia akan melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak berbeda dengan binatang, bahkan mungkin akan melakukan perbuatan yang lebih buruk dari itu.
Baca Juga: Tiga Karakter Ibu Masa Kini yang Perlu Kamu Ketahui
3 Karakter Manusia yang Menentukan Kualitas Jiwanya
2. Nafsu lawwamah
Pengaruh dan kekuatan ruh dan nafsu seimbang, logikanya juga akan lebih banyak berfungsi. Pada karakter ini, seseorang akan mengalami konflik yang cukup alot antara keinginan untuk melakukan kebaikan dan keinginan untuk melakukan keburukan.
Ia akan cenderung untuk memikirkan terlebih dahulu untuk melakukan sesuatu, baik itu yang perbuatan yang baik maupun buruk.
Jiwa dengan kondisi demikian lebih baik dari yang pertama dan inilah yang dimiliki oleh kebanyakan manusia.
3. Nafsu muthmainnah
Karakter jenis ini lebih dominan pada dorongan ruh dibanding dorongan nafsunya, ia akan berzikir pada setiap keadaan.
Jiwa yang demikian ini disebut jiwa yang tenang. Ia merasa tentram dan bahagia dengan amal-amal ketaatan. Ibadah akan terasa sangat ringan. Ia akan gelisah bila kesempatan zikirnya terusik.
Jiwa dengan kondisi demikian dimiliki oleh para nabi, shiddiqin, syuhada, dan orang-orang shalih.
Sahabat Muslim, karakter terakhir inilah yang sebaiknya menjadi miliki kita. Mengusahakannya dengan terus beribadah, beramal shalih serta mengkaji ilmu Allah subhanahu wa ta’ala bisa semakin menguatkan jiwa kita untuk masuk pada nafsu muthmainnah. [Ln]
Sumber: Syarah Rasmul Bayan Tarbiyah oleh Jasiman, Lc