ADA yang heboh di hasil Akpol terbaik yang diselebrasikan pemerintah Turki. Hal ini karena yang terbaik dari pendidikan Akpol di Turki selama dua tahun itu adalah polwan asal Indonesia. Namanya, Tiara Nissa Zulbida.
Briptu Tiara Nissa, Polwan berjilbab ini berasal dari Polda Jawa Timur yang ikut menempuh pendidikan S2 nontesis yang diselenggarakan pemerintah Turki. Lama pendidikan selama dua tahun.
Ada 84 peserta dari berbagai negara di pendidikan lanjutan kepolisian itu. Dan Briptu Tiara Nissa adalah satu dari tiga perwakilan polisi dari Indonesia.
Selain sebagai lulusan terbaik, Tiara Nissa bahkan dinobatkan sebagai peserta yang menyampaikan pidato dalam bahasa Turki yang dihadiri Presiden Recep Erdogan.
Secara teknis, lulusan terbaik yang disematkan kepada Tiara Nissa tentu ada nilai kompetensinya. Tapi secara politis, ada pesan yang sepertinya ingin disampaikan Erdogan kepada warga Turki dan dunia.
Pertama, hubungan persahabatan Turki dan Indonesia bukan sekadar hubungan karena kepentingan teknis seperti pendidikan bidang kepolisian. Tapi juga hubungan sebagai sesama negeri muslim yang sedang bangkit untuk menunjukkan eksistensi Islam pada dunia.
Kedua, simbol jilbab yang melekat pada diri Briptu Tiara Nissa juga menunjukkan bagaimana perkembangan dakwah Islam, khususnya tentang jilbab di kalangan muslimah.
Turki dan Indonesia bisa dibilang sebagai negara muslim yang pernah mengalami hambatan besar dalam memunculkan simbol jilbab di semua bidang. Pernah dilarang, dipersulit, dan akhirnya diperbolehkan.
Di Turki, larangan berjilbab dicabut pada tahun 2002 sejak pemerintahan dipimpin Erdogan bersama koalisi partainya. Meski tertatih-tatih, perkembangannya menunjukkan kemajuan.
Pada tahun 2013, jilbab sudah diperbolehkan masuk di kalangan kampus. Satu tahun kemudian diperbolehkan masuk di pegawai pemerintahan dan di sekolah. Dan puncaknya pada tahun 2016, jilbab akhirnya diperbolehkan di kepolisian.
Kalau disimak rangkaian tahun-tahun di mana jilbab diterima baik di berbagai bidang di Turki itu, hal yang nyaris sama juga dialami di Indonesia. Dan pada tahun 2015, jilbab juga diperbolehkan di Polri dan juga di TNI.
Ketiga, Pemerintah Turki juga seperti ingin menunjukkan pada dunia bahwa integritas keislaman sama sekali tidak mengurangi kemampuan seseorang untuk berprestasi untuk negara dan bangsanya.
Hal ini juga menghapus stigma buruk terhadap sosok Islam yang dituduh sebagai radikal melalui simbol jilbab dan hijabnya.
Pesan terakhir ini juga dimaksudkan sebagai counter dari upaya gerakan Islamofobia yang terus saja ada di masing-masing negeri muslim termasuk Turki dan Indonesia.
Selamat kepada Briptu Tiara Nissa Zulbida atas prestasi gemilang di lembaga diklat kepolisian skala internasional seperti di Turkish National Police Academy ini. Semoga sukses untuk kepolisian Turki dan Indonesia. [Mh]