USTAZ, apa hukum banci dalam Islam dan dalam Fiqih? Ustaz Farid Nu’man Hasan menjelaskan, dalam fiqih, ada jenis ketiga yaitu Al Khuntsa.
Siapa Al Khuntsa? Yaitu orang yang laki atau wanitanya belum bisa dipastikan, karena dia berkelamin ganda.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin Rahimahullah mengatakan:
والخُنثى هو: الذي لا يُعْلَمُ أَذكرٌ هو أم أنثى؟ فيشمَلُ مَن له ذَكَرٌ وفَرْجٌ يبول منهما جميعاً, ويشمَلُ مَن ليس له ذَكَرٌ ولا فَرْجٌ، لكن له دُبُرٌ فقط
Al Khuntsa adalah orang yang tidak diketahui priakah dia atau wanita? Mencakup didalamnya pula yaitu orang yang memiliki dzakar dan vagina juga dan kencingnya lewat keduanya.
Mencakup pula di dalamnya orang yang tidak punya dzakar dan tidak punya vagina, hanya punya dubur. (Selesai)
Jenis ini, hanya boleh menjadi imam bagi kaum wanita. Tidak boleh jadi imam kaum laki-laki, dan tidak boleh jadi imam sesama mereka.
Baca Juga: Dampak Buruk Tontonan Kebanci-bancian di Televisi
Hukum Banci dalam Islam
Syaikh Abdullah Al Faqih Hafizhahullah mengatakan:
فهو لا تصح إمامته للرجال, ولا لمثله من الخناثى لاحتمال أن يكون امرأة، وتصح إمامته للنساء عند الجمهور
Maka, dia tidak sah menjadi imam bagi kaum laki-laki, dan tidak sah bagi yang semisal dirinya dari kalangan Al Khuntsa juga, karena bisa jadi kemungkinannya dia wanita,
tapi dia SAH menjadi imam bagi kaum wanita saja menurut pendapat mayoritas ulama.
(Fatawa Asy Syabakah Al Islamiyyah no. 189089)
Nah, Al Khuntsa inilah yang dimaksud dalam buku tersebut.
Bagaimana dengan banci? Atau istilah lain waria atau bencong? Mereka bukan Al Khuntsa.
Mereka ini kelompok yang sejak lahirnya adalah laki-laki lalu berpolah seperti wanita; suara, kedipan mata, pakaian, cara jalan, gerakan tangan, maka ini fasiq.
Salah gaul jadi seperti ini. Kalau perempuan, yang berperilaku seperti laki-laki; gaya, suara, pakaian, maka ini lebih dikenal dengan tomboy. Keduanya tercela dalam As Sunnah.
Inilah yang disebut dalam hadis Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai berikut:
ِعَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ
لَعَنَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُخَنَّثِينَ مِنْ الرِّجَالِ وَالْمُتَرَجِّلَاتِ مِنْ النِّسَاءِ
Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhuma mengatakan, Nabi Shallallahu’alaihi wasallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita (waria) dan perempuan yang menyerupai laki-laki.
(HR. Bukhari no. 6834)
Shalat menjadi makmumnya waria adalah suatu yang dibenci kecuali terpaksa.
Imam Az Zuhri Rahimahullah berkata:
ُّ لَا نَرَى أَنْ يُصَلَّى خَلْفَ الْمُخَنَّثِ إِلَّا مِنْ ضَرُورَةٍ لَا بُدَّ مِنْهَا
Kami tidak membenarkan shalat menjadi makmumnya waria kecuali kondisi darurat yang mengharuskan demikian. (Shahih Al Bukhari no. 659, Kitabullah Adzan)
Dalam Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyah dijelaskan:
والذي يتشبه بهن في تليين الكلام, وتكسر الأعضاء عمدا، فإن ذلك عادة قبيحة ومعصية, ويعتبر فاعلها آثما وفاسقا, والفاسق تكره إمامته عند الحنفية والشافعية، وهو رواية عند المالكية, وقال الحنابلة والمالكية في رواية أخرى ببطلان إمامة الفاسق.
Laki-laki yang menyerupai wanita; dalam melembutkan pembicaraan, gerakan anggota tubuhnya secara sengaja, ini adalah kebiasaan yang buruk lagi jelek, pelakunya dinilai berdosa dan fasiq.
Orang fasiq makruh menjadi imam menurut Syafi’iyyah dan Hanafiyah, dan salah satu riwayat Malikiyah.
Adapun bagi Hanabilah dan Malikiyah dalam riwayat yang lain, batal menjadi makmumnya orang fasik. (selesai).
Demikian. Wallahu a’lam.[ind/alfahmu]