KONSENTRASI ala ulama. Pembagian raport baru berlalu. Banyak orangtua yang mendapat laporan dari guru tentang sulitnya anak berkonsentrasi dan memusatkan perhatian saat pelajaran berlangsung.
Tak sedikit yang mendapat label “nakal”, “trouble maker”, dan sejenisnya. Padahal, bisa jadi ketidakmampuan anak “duduk manis” mendengarkan pelajaran karena adanya gangguan pada sistem syarafnya.
Salah satu gangguan kesehatan mental yang paling umum di dunia adalah Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau gangguan pemusatan perhatian.
Menurut World Federation of ADHD, kondisi ini diperkirakan terjadi pada sekitar 6 persen populasi anak dan 2,5 persen populasi orang dewasa di dunia.
Para ahli mengestimasikan bahwa setidaknya 60 persen anak dengan ADHD masih mengalami gejala ADHD ketika dewasa.
Menurut Dr. Lidia Zylowska, psikiatri dari University of Minnesota Medical School dan penulis buku “The Mindfulness Prescription for Adult ADHD”,
pada orang dewasa gangguan ini akan terlihat pada ketidakmampuan membuat rencana, mengorganisasi, dan mengelola waktu.
Kesulitan konsentrasi dan menghafal pelajaran bukan monopoli anak sekarang saja. Para ulama terdahulu pun pernah mengalaminya.
Baca juga: Para Ulama yang Memiliki Kesamaan Nama
Konsentrasi ala Ulama
Penulis buku Journey to the Light Uttiek M. Panji Astuti menulis artikel yang mengulas cara belajar seorang ulama.
Seperti yang terjadi pada Imam Abdullah al-Qaffal al-Marwazi (w. 417 H). Ulama mazhab Syafi’iyah abad ke-5 yang masyhur dengan sebutan Al-Qaffal al-Shaghir.
Dikisahkan dalam kitab “Ma’alim Irsyadiyyah li Shona’ati Talibil Ilmi”, Sang Imam baru mulai belajar di usia 40 tahun, sehingga sudah sulit baginya untuk menangkap pelajaran yang diberikan.
Suatu kali, gurunya memintanya menghafal kalimat pendek. Sesampai di rumah, ia segera naik ke atas loteng dan mulai menghafal sebakda Isya’ sampai menjelang fajar.
Karena kelelahan, ia pun tertidur. Begitu terbangun, tak ada satupun hafalan yang tersisa. Ia lupa sama sekali.
Dengan murung, ia bersiap menemui gurunya dan melaporkan keadaannya. Tetiba tetangganya datang dan berkata,
”Ya Aba Bakar, sungguh kami tidak bisa tidur semalam gara-gara perkataanmu, ‘hadza kitabun ikhtashartuhu’“.
View this post on Instagram
Bukan main girangnya hati Imam al-Qaffal, dengan perantara tetangganya, hafalan kalimat pendek itu diingatnya kembali. Lalu, ia pun bergegas berangkat untuk setoran hafalan pada gurunya, karena khawatir lupa lagi.
Singkat cerita, sekalipun belajar terasa sulit baginya, namun ia tak pernah putus asa dan terus berusaha hingga akhirnya menjadi seorang ulama masyhur.
Pendapat-pendapatnya seringkali dikutip dalam kitab-kitab fikih klasik. Bahkan ada satu kitab khusus yang mengakomodasi pendapatnya berjudul “Fatawa al-Qaffal“.
Imam Al Ghazali dalam kitab “Minhajul Abidin Ila Jannati Rabbil Alamin” menyebutkan sebuah doa yang dibaca oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam agar mudah konsentrasi.
“Waqur rabbi a‘ûdzubika min hamazâtis syayâtîn wa a‘ûdzubika rabbi ay yahdlurûn –
“(Wahai Muhammad, berdoalah), Wahai tuhanku aku berlindung kepadamu dari gangguan setan. Aku berlindung kepadamu dari kepungan mereka.” [QS Al-Mu’minun; 97-98]
Yuk semangat. Kamu pasti bisa![ind]