PRANCIS dilanda kerusuhan besar selama sepekan. Hal ini terjadi sebagai buntut dari penembakan polisi terhadap remaja keturunan Aljazair Maroko, Nahel Merzouk.
Siapa sangka insiden yang mungkin dianggap kecil oleh aparat kepolisian Prancis menjadi penyulut kerusuhan besar.
Hal ini terjadi setelah terjadi penembakan oleh polisi terhadap Nahel Marzouk ketika menghindari razia. Bayangkan, kasus yang semula tentang lalu lintas berubah menjadi isu politik rasial di negara dengan penduduk muslim terbesar se-Eropa itu.
Dengan kata lain, ada api dalam sekam yang sedang membara di kehidupan sosial politik di Prancis. Seperti apa api dalam sekam itu?
Presiden Turki, Recep Tayib Erdogan memberikan ulasan singkat. Menurutnya, akar dari kerusuhan itu adalah Islamofobia dan institusional rasisme di Prancis.
Paradigma negara kolonial Prancis masih menyisakan budaya rasisme terhadap warganya. Khususnya, terhadap umat Islam. Dan parahnya, menurut Erdogan, rasismenya bukan lagi sekadar budaya, tapi melembaga di pemerintahan.
Prancis merupakan negara Eropa yang umat Islamnya terbesar. Jumlahnya mencapai hampir 6 juta orang, atau hampir 9 persen dari total penduduk.
Kesenjangan ekonomi di masyarakat dan krisis ekonomi di Eropa pasca konflik Rusia Ukraina kian menyengsarakan warga Prancis. Hal inilah yang menjadikan letupan kecil ini bisa menyulut kerusuhan terbesar sepanjang dua dekade di Prancis.
Boleh-boleh saja Macron menyalahkan media sosial sebagai kambing hitam cepatnya kerusuhan ini menjalar di kota-kota di Prancis. Tapi, akarnya bukan di situ. Melainkan pada ketidakadilan hukum dan ekonomi.
Apa yang terjadi di Prancis tidak tertutup kemungkinan juga akan terjadi di negara mana pun.
Selama ketidakadilan hukum dan ekonomi dipelihara oleh sebuah rezim, maka api dalam sekam itu akan terus membara. Dan sedikit saja letupan berupa kasus SARA, akan memunculkan ‘kebakaran’ besar.
Prancis hanya memiliki 8 persen umat Islam. Tapi kasus Islamofobia bisa berdampak besar di sana. Sulit membayangkan jika kasus serupa terjadi di negara yang mayoritas muslim. [Mh]