HIDUP di dunia ini bagian dari perjalanan, bukan tujuan akhir di mana kita bisa beristirahat panjang.
Paradigma atau pola pikir kadang memposisikan dunia ini sebagai tempat tinggal selamanya. Seolah di sinilah kita lahir dan berakhir selamanya.
Jika hal itu yang terjadi, maka angan-angan kita tentang hidup hanya berkutat di dunia ini saja. Seperti, nanti rumah ideal kita seperti apa, kendaraannya, hartanya, jabatannya, status sosialnya, dan seterusnya.
Sehingga, seluruh potensi diri hanya dihabiskan untuk meraih angan-angan ini. Belajar untuk bisa berpenghasilan besar, bekerja untuk bisa banyak harta, dan seterusnya.
Pendek kata, jadilah seratus persen ruang hidup ini difokuskan untuk di dunia ini. Selama pencapaian cita-cita dunia tidak berhasil, kita pun menyebutnya sebagai kegagalan. Dan sebaliknya sebagai kesuksesan hidup.
Tidak heran jika begitu banyak orang yang menjadikan pencapaian dunia sebagai tingkat kehormatan seseorang. Semakin kaya, seseorang sangat terhormat, semakin miskin menjadi sangat hina.
Islam mengajarkan bahwa hidup di dunia ini sebagai perjalanan, bukan tujuan. Artinya, segala cita-cita yang ingin dicapai bukan pada kenikmatan perjalanannya, tapi pada tujuan akhirnya. Yaitu, kebahagiaan di akhirat yang abadi.
Dan karenanya, sangat wajar jika orang yang dalam perjalanan harta yang dimilikinya tidak seberapa. Hanya sekadar cukup untuk bisa tiba di tempat tujuan.
Kemuliaan seseorang pun bukan pada yang dimilikinya selamanya perjalanan, tapi pada kesiapan dan kematangannya untuk tetap istiqamah hingga di tempat tujuan.
Meski dalam bilangan tahunan, lama perjalanan sebenarnya tidak seberapa jika dibandingkan dengan lama tinggal di tempat tujuan, yaitu akhirat.
Dan Allah subhanahu wata’ala, dalam Rahman dan RahimNya, membatasi lama perjalanan seseorang sesuai kesanggupannya. Tidak akan mencapai ratusan tahun yang sangat melelahkan.
Suatu kali Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memegang kedua pundak Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma. Nabi berkata, “Jadilah engkau hidup di dunia seperti seorang musafir.
“Jika kamu berada di sore hari, jangan menunggu pagi hari. Jika kamu berada di pagi hari, jangan menunggu sore hari.
“Manfaatkanlah sehatmu sebelum sakitmu, dan hidupmu sebelum matimu.” (HR. Bukhari)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mencontohkan, tak ada yang dimiliki Nabi dalam perjalanan hidup ini. Kecuali ‘rumah petakan’ sekadar untuk istirahat bersama keluarga. Dan itu pun akhirnya menjadi bagian dari area Masjid Nabawi saat ini. [Mh]