MUNCULNYA penyakit nifaq disebabkan oleh mundurnya seseorang dari jalan dakwah, dari janji yang sudah diucapkannya kepada Allah Subhanahu wa taala.
Ustaz K.H. Aunur Rafiq Saleh Tamhid, Lc. menjelaskan mengenai penyakit nifaq.
Firman Allah:
فَأَعْقَبَهُمْ نِفَاقًا فِي قُلُوبِهِمْ إِلَىٰ يَوْمِ يَلْقَوْنَهُ بِمَا أَخْلَفُوا اللَّهَ مَا وَعَدُوهُ وَبِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ
“Maka Allah menanamkan kemunafikan dalam hati mereka sampai pada waktu mereka menemui-Nya, karena mereka telah mengingkari janji yang telah mereka ikrarkan kepada-Nya dan (juga) karena mereka selalu berdusta”. (at-Taubah: 77)
Kalau kita baca konteks ayat sebelumnya, hukuman berupa timbulnya kemunafikan di hati ini diberikan kepada orang yang berjanji kepada Allah:
Jika diberi sebagian karunia-Nya maka dia akan bersedekah dan berkomitmen menjadi orang saleh.
Akan tetapi, setelah Allah memberikan karunia-Nya kepada orang tersebut, dia ingkar janji, lalu Allah menghukumnya dengan menimbulkan kemunafikan di dalam hatinya.
Padahal janjinya itu berupa komitmen kepada Allah untuk menyedekahkan sebagian karunia yang diterimanya, apalagi jika janji itu berupa janji setia untuk menegakkan agama Allah, yang jauh lebih utama kedudukannya.
Penyebab Munculnya Penyakit Nifaq Akibat Mengingkari Janji Kepada Allah
Bila seseorang telah terjangkiti penyakit nifaq, jika tidak segera ditaubati, maka dikhawatirkan akan menjadi munafik tulen.
Bila sudah terjangkiti penyakit nifaq maka ia tidak akan segan-segan melakukan tindakan-tindakan yang biasanya dilakukan oleh orang-orang munafik yang banyak disebutkan di dalam al-Quran.
Di antaranya, berusaha keras untuk menghancurkan gerakan dakwah (masjid dhirar), menyerang dan memusuhi para dai terutama para pimpinannya (peristiwa haditsul ifki),
melemahkan dan merusak soliditas barisan dakwah dengan melakukan pembelotan atau pembangkangan sebagaimana yang terjadi menjelang perang Uhud (sepertiga pasukan membelot),
dan keburukan-keburukan lainnya.
Baca Juga: Tanda Shalatnya Munafik
Kenapa Hukumannya Begitu Berat?
Karena bila seseorang telah diantarkan, melalui tarbiyah yang panjang, hingga sampai ke tingkat memiliki kesiapan berjanji setia kepada Allah untuk membela dan menegakkan agama-Nya,
maka hal ini merupakan kedudukan yang sangat tinggi di sisi Allah dan kenikmatan sangat besar dari-Nya. Karena mereka telah mencapai tingkatan menjadi pewaris perjuangan dan missi para Nabi dan Rasul.
Karena itu, bila seseorang melanggar dan membatalkan janji setianya kepada Allah tersebut maka ia telah mengingkari nikmat yang sangat besar, sehingga dia layak mendapatkan hukuman berat.
Ini sudah menjadi ketetapan Allah. Firman Allah:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
“Dan ingatlah), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat), dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya siksa-Ku sangat pedih”.
(QS. Ibrahim: 7)
Bahkan di bagian lain dari al-Quran, Allah memberikan contoh suatu kaum yang mengingkari nikmat-Nya lalu Allah menghancurkan mereka.
Firman Allah:
“Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan kiri. (kepada mereka dikatakan):
“Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun”.
Akan tetapi, mereka berpaling, maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr.
Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka karena kekafiran mereka. Dan Kami tidak menjatuhkan azab (yang demikian itu), melainkan hanya kepada orang-orang yang sangat kafir”. (Saba’: 15-17)
Ketetapan Allah ini sangat adil. Mengingkari nikmat moral yang sangat tinggi kedudukannya dibalas dengan hukuman moral yang setimpal, karena balasan diberikan sesuai jenis perbuatan.
Mengingkari nikmat kekayaan dan kebun dibalas dengan hukuman kehancurannya.
Bahkan di dunia bisnis, hukum ini juga berlaku, sehingga hukum ini diungkapkan dengan kata: High profit high risk, atau di dalam fiqh disebut dengan al-ghunmu bil ghurmi.
Baca Juga: Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 8 tentang Orang Munafik
Beda Antara Sumpah dan Janji Setia
Ada perbedaan antara sumpah dan janji setia kepada Allah.
Di antara dalilnya adalah disebutkannya sumpah dan janji setia kepada Allah secara bersamaan di dalam satu ayat. Firman Allah:
إِنَّ الَّذِينَ يَشْتَرُونَ بِعَهْدِ اللَّهِ وَأَيْمَانِهِمْ ثَمَنًا قَلِيلًا أُولَٰئِكَ لَا خَلَاقَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ وَلَا يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ وَلَا يَنظُرُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang memperjualbelikan janji Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga murah, mereka itu tidak memperoleh bagian di akhirat,
Allah tidak akan menyapa mereka, tidak akan memerhatikan mereka pada hari Kiamat, dan tidak akan menyucikan mereka. Bagi mereka azab yang pedih”. (QS. Ali Imran: 77)
Kaidah dalam ilmu tafsir mengatakan, jika dua kata yang berdekatan maknanya disebutkan secara bersamaan dalam satu ayat maka maknanya berbeda.
Di antara perbedaan utamanya, sumpah boleh dibatalkan jika seseorang telah bersumpah untuk melakukan sesuatu lalu melihat ada sesuatu yang lebih baik dari sumpahnya tersebut,
maka ia boleh membatalkan sumpahnya yang pertama dan melakukan sesuatu yang lebih baik tersebut. Akan tetapi, ia harus membayar kafarat bagi pembatalan sumpahnya.
Sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam:
مَنْ حَلَفَ عَلَى يَمِينٍ فَرَأَى غَيْرَهَا خَيْرًا مِنْهَا فَلْيَأْتِهَا وَلْيُكَفِّرْ عَنْ يَمِينِهِ
“Barangsiapa yang bersumpah dengan suatu sumpah, kemudian dia melihat ada yang lebih baik dari sumpahnya tersebut, maka hendaklah dia membayar kafarat sumpahnya dan melakukan apa yang lebih baik tersebut”.
(Muslim 3113)
Sedangkan janji setia kepada Allah tidak boleh dibatalkan dan dilanggar, karena tidak ada sesuatu yang lebih baik dari dakwah menegakkan agama Allah. Firman Allah:
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّن دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah dan mengerjakan kebajikan dan berkata, “Sungguh aku termasuk orang-orang muslim (yang berserah diri)”. (Fushshilat: 33)
Di samping karena berjanji setia kepada Allah untuk menegakkan agama-Nya dijadikan cara dan media oleh Allah untuk menjamin kelangsungan adanya orang-orang yang memiliki komitmen tinggi dalam menegakkan agama-Nya, sehingga Allah menetapkan hukuman berat bagi orang yang melanggar atau membatalkannya.
Sebagai penutup saya kutipkan peringatan seorang ahli fikih dan sekaligus pakar tata bahasa Arab (nahwu), Ibnu Aqil:
“Wahai orang yang merasakan hatinya keras membatu, waspadalah jangan-jangan kamu telah melanggar janji, karena Allah berfirman:
“Karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuki mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu…(al-Maidah: 13)”.[ind]