REMAJA yang marah akan berdampak pada perilaku atau perbuatan yang dilakukannya. Ada 6 perilaku yang mungkin dilakukan oleh seorang remaja yang sedang meluapkan emosi kemarahannya.
Ketua Hikari Parenting School Hifizah Nur, S.Psi., M.Ed. menjelaskan tentang perilaku yang berhubungan dengan kemarahan pada remaja.
Remaja jauh lebih mandiri daripada anak-anak yang lebih kecil dan mengekspresikan kemarahan mereka dengan cara yang sama seperti orang dewasa.
Namun, ekspresi kemarahan dapat keluar secara negatif seperti, menjadi mudah tersinggung, membangkang, dan berisiko tinggi, melibatkan berbagai tindakan tidak sehat bahkan merusak (Travis, 2012).
Baca Juga: Mengajarkan Remaja Mengatasi Kemarahan
6 Perilaku yang Terjadi Jika Seorang Remaja Marah
Contoh lain dari perilaku yang berhubungan dengan kemarahan yang dirasakan remaja adalah sebagai berikut.
Berperilaku kasar dan tidak sopan kepada orang dewasa.
Meskipun marah, perilaku yang kasar seperti mencaci maki, merendahkan atau memukul orang yang lebih tua merupakan hal yang tidak bisa ditolerasni.
Bila ini dilakukan remaja, menunjukkan ada perilaku yang perlu diperbaiki.
Bertengkar dan berkelahi dengan siswa lain.
Pertengkaran remaja adalah hal yang biasa. Namun kalau dilakukan sampai menimbulkan perkelahian, apa lagi sudah saling melukai, ini harus segera dihentikan.
Kemarahan, kehilangan kesabaran, dan menjadi sangat pendendam dan keluar melalui apa yang mereka katakan.
Memendam kemarahan dan dendam adalah hal yang berbahaya, karena suatu saat akan menjadi perilaku yang merusak.
Perilaku yang dimotivasi oleh keinginan membalas dendam.
Dendam yang menghasilkan perilaku yang negatif dan merugikan diri sendiri maupun orang lain merupakan hasil kemarahan karena merasa teraniaya dan tidak mendapatkan keadilan.
Terlibat dalam penyalahgunaan zat terlarang.
Kemarahan yang bertumpuk dan tidak dapat dikeluarkan dengan cara yang sehat akan membuat remaja merasa frustrasi dan melarikan diri dengan menggunakan obat-obat terlarang.
Penurunan prestasi akademik hingga berada di bawah rata-rata untuk usia mereka.
Bagi remaja yang biasa berprestasi di bidang akademik, lalu tiba-tiba menurun, perlu dicari penyebabnya. Mungkin salah satunya adalah kemarahan yang tidak tersalurkan dengan cara yang sehat.
Prestasi yang rendah dan tidak sesuai dengan kemampuan (IQ) juga bisa menjadi tanda adanya masalah psikologis yang perlu diselesaikan.
Perhatikan bahwa, selain membuat frustrasi keluarga dan teman dekat, kemarahan yang di luar kendali dan tidak normal dapat menunjukkan masalah emosional yang serius dan mendalam (Travis, 2012).
Dalam buku Anger Management, Judy Dyer (2020) mengatakan bahwa sangat penting untuk memutus siklus kemarahan.
Kita perlu mengajarkan remaja untuk mengenali tahapan perubahan fisik dan emosi saat marah, yaitu sebagai berikut.
Setiap respons marah dimulai dengan peristiwa yang memicu.
Pemicu itu mungkin berupa tindakan orang lain, peristiwa, atau bahkan ingatan (Dyer, 2020).
Misalnya kemarahan anak karena disebabkan oleh orang tua yang membela adiknya saat mereka bertengkar, padahal orang tuanya tidak tahu duduk perkaranya.
Kemudian, beberapa pemikiran irasional mulai terbentuk, diikuti serangkaian emosi negatif.
Melanjutkan contoh sebelumnya, sang remaja mulai berpikir kalau orang tuanya pilih kasih, tidak sayang dengannya, atau menduga kalau Ia bukan anak kandung.
Jika tidak ada yang menghentikan prosesnya, gejala fisik muncul, seperti gemetar, berkeringat, atau bahkan merasa mual.
Kemudian, akhirnya, perilaku yang berpotensi lepas kendali, marah, agresif, atau merusak dapat dimulai (Dyer, 2020).
Hal ini bisa berbentuk membanting, merusak barang-barang, atau menjadi semakin agresif dan memukul adiknya.
Meskipun kedengarannya seperti proses yang rumit dengan beberapa tahapan, proses ini dapat meningkat dari pemicu menjadi ledakan yang sangat cepat pada remaja atau seseorang dengan pengendalian diri yang terbatas.[ind]