MENGAJARKAN remaja mengatasi kemarahan bisa menjadi satu skill yang penting untuk dimiliki orang tua. Pasalnya, pada fase remaja, seorang anak akan mengalami perjalanan emosi yang dinamis.
Ketua Hikari Parenting School Hifizah Nur, S.Psi., M.Ed. mengatakan, beberapa ibu yang pernah curhat mengaku pusing dengan anak-anak mereka yang temperamental, padahal usianya sudah remaja bahkan beranjak dewasa.
Saat marah, tidak segan, anak-anak itu melontarkan kata-kata kasar kepada orang tua, bahkan membanting pintu atau barang yang ada di dekat mereka.
Dengan adik atau sesama teman, kalau sedang marah, mereka bisa memukul atau menendang tanpa memikirkan akibat dari perbuatan mereka yang membahayakan orang lain.
Kemarahan pada anak-anak dan remaja adalah emosi yang menjengkelkan yang bisa menimbulkan potensi kerusakan jangka panjang jika tidak segera ditangani.
Orang tua mungkin perlu mengetahui penyebab atau faktor pemicu kemarahan anak dengan jelas, untuk menghindari rasa frustrasi karena memikirkan cara terbaik untuk membantu anak mereka (Travis, 2012).
Kegagalan mengenali, memahami, dan memadamkan kemarahan ini dapat menyebabkan masalah kesehatan mental kronis, termasuk kecemasan dan depresi (Travis, 2012).
Baca Juga: Fenomena Tiktok di Kalangan Remaja
Mengajarkan Remaja Mengatasi Kemarahan
Kemarahan biasanya diekspresikan secara berbeda tergantung pada usia anak.
Seharusnya, remaja bisa menunjukkan kemarahan mereka dengan cara yang lebih dewasa, karena remaja sudah mampu menggunakan bahasa dan keterampilan motorik mereka yang lebih matang dibanding anak-anak.
Perilaku tersebut dapat menjadi ekstrim dan berpotensi merusak, yang mencakup “terlibat dalam tindakan penyalahgunaan zat terlarang, perilaku pelanggaran, penyerangan, ancaman verbal, dan perilaku seksual”.
(Travis, 2012, hlm. 3).
Agar bisa membantu remaja dalam mengatasi kemarahannya, pengasuh, orang tua, guru, atau terapis harus memahami apa yang menjadi pemicu kemarahan mereka
– apakah kemarahan tersebut normal atau tidak terkendali – dan bagaimana mengajarkan mekanisme koping untuk menghindari atau menenangkan kemarahan remaja.
Komposisi kimia otak remaja terus berubah menurut penelitian, menunjukkan bahwa perilaku marah dikaitkan dengan kurangnya neurotransmiter-meurotransmitter tertentu di otak (Travis, 2012).
Karena ada banyak pemicu potensial bagi remaja, penting untuk mengamati apakah perilaku terkait cenderung terjadi pada waktu tertentu, seperti sebagai berikut.
1. Sepulang sekolah
2. Saat lapar atau lelah
3. Mengikuti perubahan rutinitas
4. Setelah melihat jenis acara TV, film, atau konten online tertentu
Nah Sahabat Muslim dan Ayah Bunda, itulah pengantar mengenai mengajarkan remaja mengatasi kemarahan yang diawali dengan mengetahui pemicu marah dan juga waktu-waktu ketika marah cenderung terjadi.[ind]