KOMISI XI DPR RI menyelenggarakan rapat dengan Otoritas Ibu Kota Negara (IKN) pada Senin (6/2/2023) di Jakarta. Rapat ini membahas tentang evaluasi dan capaian kinerja tahun 2022 dan rencana kerja tahun 2023.
Anggota komisi XI DPR RI, Anis Byarwati, menghadiri rapat ini dan memberikan beberapa catatannya.
Menanggapi laporan yang disampaikan oleh kepala Badan Otorita IKN, wakil ketua Badan Akuntabilitas dan Keuangan Negara (BAKN) DPR RI ini menyayangkan kurang lengkapnya laporan yang disampaikan.
“Yang kita butuhkan itu adalah informasi mengenai sudah sejauh mana pembangunan IKN ini dilakukan. Apa saja capaian-capaian yang telah berhasil diwujudkan. Dan bagaimana road map pembangunan IKN itu sendiri, ” tuturnya.
Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan Negara ini juga menyoroti tentang pembiayaan pembangunan IKN dengan proporsi 20 persen dari APBN dan 80 persen dari investor.
Dengan kebutuhan anggaran 466 trilyun, maka dana APBN yang akan dipakai sebesar 90 trilyun.
“Ini angka yang sangat besar. Apalagi ditengah kondisi ekonomi negara yang tidak baik-baik saja,” katanya.
Di sisi lain, problematika kemiskinan dan pengangguran juga masih sangat berat.
“Nampaknya kita perlu mengkaji ulang kembali,” ujar Anis.
Baca Juga: Ibukota Tak Perlu Pindah, Cukup dengan Ponsel
DPR Soroti Masalah Pembiayaan, Pertanahan dan Lingkungan dalam Pembangunan IKN
Hal lain yang disoroti Anis adalah 80 persen pembangunan IKN yang dibiayai oleh investor, yang hingga saat ini perkembangannya masih belum dijelaskan oleh kepala OIKN.
Hal lain yang disampaikan Anis, terkait persoalan pertanahan.
Walaupun sudah masuk dalam salah satu strategi OIKN untuk percepatan rehabilitasi hutan, namun tidak disebutkan bagaimana persoalan pertanahan akan diselesailan oleh OIKN.
“Tukar menukar kawasan hutan, ini kan salah satu titik potensi korupsi-korupsi yang ada disektor sumber daya alam,” kata Anis.
Sebagaimana diketahui, calon lokasi IKN sebagian besar telah dikuasai oleh izin-izin korporasi baik di sektor kehutanan, pertanian, ataupun pertambangan.
“Transparasi skema untuk pembebasan lahan-lahan yang telah dikuasai oleh korporasi-korporasi ini harus dijelaskan,” tegas Anis.
Ia juga berpesan agar tukar-menukar kawasan hutan harus tetap menghormati hak atas tanah yang sudah ada. Juga tanah-tanah adat yang berkaitan dengan masyarakat, harus diselesaikan dengan baik.
Persoalan lingkungan menjadi perhatian Anis selanjutnya. Sebagai kota hutan yang berkelanjutan, tata kelola yang baik harus diperhatikan.
Belajar dari hancurnya ekologi di pulau Jawa, disebabkan karena tidak ada tata Kelola yang baik dan tidak ada penegakan hukum yang kuat terhadap perusak lingkungan.
Kepunahan spesies, erosi, limbah pabrik, gunukan sampah plastik, dan sebagainya hanya dapat diselesaikan dengan kepatuhan pada hukum.
“Jadi belum terlihat kaitan yang logis antara proteksi lingkungan dengan pemindahan kantor pemerintahan ke pulau lainnya. Kerusakan masa depan di Kalimantan, akan terjadi dan sama seperti yang terjadi di pulau Jawa jika kepatuhan terhadap hukum tidak ditegakkan,” tutupnya.[ind]