APA peran sekolah dalam mendidikan anak dan orang tua? Dalam sesi tanya jawab pertemuan sekolah dengan wali murid, salah satu wali murid mempertanyakan hal tersebut.
Seorang Ayah mengeluhkan fenomena anak sekarang. Di luar sekolah, anak seolah-olah sudah tidak terkontrol lagi. Anak perempuan, di sekolah memakai jilbab, di rumah jilbab dilepas, memakai baju ketat bahkan memakai celana pendek.
Di Grup WA, anak-anak juga tidak terkontrol dari candaannya, foto-foto yang di-share, yang tidak pantas dikonsumsi anak SD.
Bahkan ada juga anak perempuan yang baru SD sudah berani mengirimkan foto yang tidak baik kepada teman laki-lakinya.
Ada apa dengan anak-anak ini ya? Padahal mereka sekolah di sekolah Islam.
Bagi motivator parenting dari Rumah Pintar Aisha, Randy Ariyanto W. menjelaskan bahwa hal ini merupakan fenomena yang menarik untuk dibahas sekaligus ditemukan solusinya.
Konsep pendidikan di sekolah Islam sebenarnya telah menerapkan porsi yang cukup besar untuk pendidikan agama dan karakter/akhlak.
Anak-anak di sekolah telah mendapatkan pengetahuan, pemahaman serta penerapan aspek agama dan akhlak. Bahkan akhlaq islami ini telah dibudayakan di sekolah.
Lalu mengapa terjadi penyimpangan saat anak-anak di luar sekolah?
Baca Juga: Mendidik Anak Remaja Laki-Laki dan Perempuan
Peran Sekolah dalam Mendidik Anak dan Orang tua
Penyimpangan tersebut disebabkan dua lingkungan yang tidak terkondisikan dengan baik yaitu lingkungan keluarga dan lingkungan bermain/pertemanan.
Benar, anak memang diajari pengetahuan agama, dibiasakan beribadah di sekolah, ditanamkan adab namun menjadi kurang maksimal saat anak di rumah yang kebiasaan itu tidak ada dalam rumahnya.
Anak melihat ibunya yang tidak berjilbab bahkan memakai baju seksi saat keluar rumah. Anak melihat Ayahnya suka menunda sholat bahkan ada juga yang tidak sholat.
Anak terbiasa melihat kakeknya yang suka mengumpat dan berkata buruk.
Anak sering melihat temannya makan dan minum sambil berdiri dan berjalan, bertingkah laku yang tidak baik, berkata kotor, bercanda yang melampaui batas.
Apalagi di rumah ada akses internet. Anak bebas mengakses internet tanpa batas. Saat anak bermain game, anak seringkali dipertontonkan adegan dewasa yang sangat tidak pantas dilihat anak.
Pornografi bisa diakses bebas oleh anak-anak. Saat bermain game, sering kali diselipkan gambar-gambar pornografi. Lalu seringkali iklan yang berbau pornografi.
Kesimpulannya adalah benar anak memang dididik di sekolah dengan pendidikan terbaik baik pengetahuan agamanya, ibadahnya, akhlaknya.
Namun, saat kembali di rumah mereka menemukan kebiasaan yang jauh berbeda dengan kebiasaan di sekolah sehingga pendidikan yang ia terima di sekolah menjadi tidak efektif.
Ayah Bunda, setiap orang itu punya figur otoritas yaitu orang yang menjadi panutan. Saat orang yang menjadi figur otoritas itu berbicara langsung diyakini kebenarannya, dipraktikkan dan dijadikan rujukan.
Misalnya, seorang ulama adalah figur otoritas bagi jamaahnya. Seorang dokter adalah figur otoritas bagi pasiennya. Sedangkan orang tua adalah figur otoritas bagi anaknya.
Apa yang dikatakan orang tua itu diyakini kebenarannya meskipun salah. Apa yang dilakukan orang tua diyakini sebagai sesuatu yang boleh dilakukan padahal tidak boleh dilakukan.
Jadi, orang tua adalah teladan bagi anaknya, bisa memberikan teladan yang baik bisa juga memberikan teladan yang buruk.
Nah, ketika anak di sekolah sudah diajari hal-hal baik tetapi menjadi kurang efektif saat mereka melihat keteladanan yang kurang baik dari keluarganya di rumah.
Jadi, masalah yang tadi dikeluhkan itu sumbernya ada pada keluarganya di rumah.
Visi sekolah yang ingin memujudkan anak yang sholeh, rajin ibadah, baik akhlaqnya menjadi tidak efektif jika visi itu tidak ada di dalam rumah.
Solusinya adalah sekolah harus mengambil peran dan tanggung jawab dalam mendidik tidak hanya mendidik anaknya (siswa) tetapi juga orang tuanya.
Sekolah selain membina anaknya juga memiliki program pembinaan terhadap orang tuanya.
Selain itu, sekolah harus memiliki desain pembinaan terhadap keluarga di rumah khususnya kedua orang tuanya.
Jika pola pendidikan yang sama diterapkan di sekolah dan di rumah maka visi anak dalam mendidik anak itu akan jauh lebih mudah tercapai.
Saat ini, hampir semua sekolah hanya menitikberatkan pendidikan untuk anak-anak sedangkan untuk orang tuanya tidak dikondisikan.
Sekolah perlu membekali orang tua ilmu-ilmu parenting agar orang tua paham bagaimana mendidik anak dengan benar.
Sekolah perlu mengadakan kajian rutin mengenai ilmu parenting, bisa 2 minggu sekali atau sebulan sekali. Orang tua harus paham bahwa tanggung jawab pendidikan anak itu tidak bisa dilimpahkan ke sekolah.
Tanggung jawab itu tetap pada kedua orang tuanya. Sekolah hanya membantu saja, khususnya tanggung jawab pendidikan agama, akhlak/karakter, ibadah, penemuan dan pengembangan bakat.
Skill orang tua dalam memahami dan mempraktikkan ilmu parenting di rumah sangat penting sekali untuk mewujudkan anak yang sholeh dan berprestasi.
Lalu, bekerja sama dengan orang tua untuk melakukan mutabaah kegiatan anak selama di rumah.
Kesimpulannya adalah sekolah harus mengambil peran dan tanggung jawab tidak hanya mendidik anak-anak di sekolah namun mendidik para orang tua juga.
Sekolah perlu memfasilitasi orang tua agar mendapatkan pengetahuan dan pemahaman khususnya ilmu agama, parenting dan ilmu yang lain yang bermanfaat bagi pendidikan anak.
Orang tua harus juga memahami bagaimana menemukan bakat anak serta mampu mengembangkan bakat tersebut hingga mahir di bakat itu.
Besar kemungkinan jalan pintu rezeki anak itu berasal dari bakat yang telah Ayah Bunda kembangkan.
Jadi sekolah harus siap bertranformasi dari yang awalnya mendidik anak-anak saja mendidik juga orang tuanya.[ind]