SEJARAH disyariatkannya azan kepada umat Islam awalnya muncul melalui mimpi yang diterima oleh sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam. Memahami sejarah kemunculannya ini sangat penting karena di dalam azan ada banyak keajaiban yang tersebar untuk seluruh manusia.
Dalam sebuh hadis riwayat Bukhari dan Muslim, dari Abi Hurairah radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi sallam bersabda, “Kalau seandainya manusia tahu apa yang ada di dalam azan dan shof pertama kemudian mereka tidak mendapatkan kesempatan itu kecuali dengan cara mengundi maka mereka akan melakukan undian tersebut.”
Nabi shallallahu alaihi sallam seolah-olah sedang memberitahu kita tentang keajaiban azan.
Nabi mengatakan “kalau seandainya manusia tahu” bukan “kalau seandainya muslim atau mukmin tahu”, artinya azan ini punya kebaikan yang terbuka luas untuk setiap orang bukan hanya kepada mukmin atau muadzin tetapi kepada semua orang.
Baca Juga: Gema Majelis Ta’lim Bulukumba, Ustazah Nur Amsi Bagikan Resep Bahagia
Sejarah Disyariatkannya Azan Hadir Lewat Mimpi Sahabat
Menurut jumhur ulama atau mayoritas ulama bersepakat bahwa azan mulai syariatkan pada tahun pertama Hijriah di Madinah setelah Nabi berhijrah.
Ketika Nabi berhijrah program pertama yang Nabi lakukan di kawasan hijrah itu adalah membangun masjid.
Dalam perjalanan hijrah ke Madinah, beliau berhenti di Quba lalu beliau membangun masjid yang kelak kemudian dikenal dengan nama Masjid Quba.
Setelah masuk ke kota Madinah, yang pertama dilakukan Nabi juga membangun masjid.
Setelah masjid dibangun oleh para sahabat, mereka bingung bagaimana cara manggil orang ke masjid untuk shalat berjamaah sehari lima kali.
Ada yang mengusulkan membuat api di atas bukit sebagai tanda waktu shalat telah tiba, tapi cara ini mirip agama Majusi.
Ada pula yang mengusulkan memakai terompet, ternyata ini mirip dengan orang Yahudi.
Ada pula yang mengusulkan memakai lonceng karena lonceng lebih keras suaranya tapi cara ini juga mirip agama lain yaitu Nasrani.
Akhirnya disepakatilah cara memanggil untuk shalat dengan kalimat Ash-sholatu Jami’ah. Saat itu teks azan belum ada.
Setiap waktu shalat Bilal bin Robah dipilih oleh Nabi untuk mengucapkan kalimat itu.
Bilal memiliki suara yang lantang tapi tidak mengganggu karena ada yang suaranya lantang namun mengganggu dan adapula yang suaranya indah tapi tidak lantang sehingga tidak terdengar.
Walaupun suara Bilal lantang, namun penuh dengan keindahan sehingga setiap orang yang mendengarkan akan takjub.
Bilal memanggil orang-orang untuk shalat dari atap rumah orang yang paling dekat dengan masjid supaya terdengar sampai ke pinggir kota Madinah karena dahulu Masjid Nabawi belum ada menaranya.
Tidak lama kemudian, pada suatu malam seorang sahabat, Abdullah bin Zaid, bermimpi melihat seorang laki-laki sedang membawa lonceng.
Abdullah memanggilnya dan menawarkan untuk membeli lonceng tersebut. Laki-laki itu menjawab, “untuk apa kamu membeli lonceng ini?”
Kata Abdullah, “saya akan pakai itu untuk memanggil orang datang ke masjid shalat berjamaah.”
Lalu laki-laki itu mengatakan, “Maukah kamu aku ajarkan sesuatu yang lebih baik daripada suara lonceng ini?”
Kemudian Abdullah mengatakan, “Mau. Apakah itu?”
Diajarkanlah teks azan oleh laki-laki tersebut kepada Abdullah di dalam mimpi.
“Ucapkanlah Allahuakbar Allahuakbar Allahuakbar Allahuakbar Asyhadu allaa ilaa ha illallah sampai La Ilaha Illallah.”
Ketika bangkit dari tidurnya, ia datang untuk menunaikan shalat subuh di masjid.
Abdullah bin Zaid menceritakan kisah mimpinya kepada Rasulullah maka nabi mengomentari mimpi itu, “sesungguhnya itu adalah mimpi yang benar maka ajarkanlah apa yang kamu hafal dari kalimat azan itu kepada Bilal.”
Walaupun yang bermimpi adalah Abdullah bin Zaid, namun yang azan tetap Bilal. Para sahabat berlapang dada atas hal tersebut. Mereka percaya bahwa Allah memilih siapapun di antara hamba-Nya untuk diberikan Ilham yang baik.
Jika Allah berkehendak, Ia akan memberikan teks azan ini kepada Rasulullah langsun. Namun Allah memberikannya melalui Abdullah bin Zaid supaya semua sahabat punya rasa memiliki terhadap ibadah shalat.
Umar juga ternyata bermimpi hal yang sama seperti Abdullah bin Zaid. Umar memang orang yang sering diberi Ilham oleh Allah.
“Ya Rasulullah Sesungguhnya saya mimpi dengan mimpi yang sama,” ucap Umar kepada Rasulullah.
Maka teks azan ini semakin meyakinkan para sahabat bukan hanya bunga tidur tapi Ilham dari Allah. Apalagi sudah dibenarkan oleh Rasulullah. [Ln]