SURAH An-Nur ayat 1-3 memberitahukan kepada kita bahwa surah ini memiliki ciri khusus berupa hukum-hukum dan peraturan, khususnya terkaitan kehidupan sosial umat Islam.
Salah satu surah Madaniah yang secara tegas memperingatkan manusia atas bahaya dari tidak menjadikan syariat sebagai panduan.
Dalam interaksi sosial, manusia memerlukan panduan sebagai pijakan. Apalagi bagi seorang muslim, ia lebih memerlukannya.
“Dalam Surat An-Nur yang sedang kita tadabburi kali ini, Allah menurunkan berbagai aturan sebagai cermin sosial seorang muslim dalam berinteraksi,” demikian disampaikan oleh Ustadz DR. Syaiful Bahri, M.A.
Erat kaitannya dengan interaksi antara laki-laki dan perempuan, adab-adab rumah tangga serta berbagai sikap terhadap penyelewengan sosial.
Dan sebagai contoh riil sejarah, Allah menurunkan beberapa ayat untuk menyikapi fitnah besar berita bohong (ifky) yaitu tuduhan keji orang-orang munafik terhadap Ibunda Aisyah dan sahabat Shafwan bin Mu’atthal.
سُورَةٌ أَنزَلْنَٰهَا وَفَرَضْنَٰهَا وَأَنزَلْنَا فِيهَآ ءَايَٰتٍۭ بَيِّنَٰتٍ لَّعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
”Ini (adalah) satu surat yang kami turunkan dan kami wajibkan (menjalankan hukum yang ada di dalam)nya. Dan kami turunkan di dalamnya ayat ayat yang jelas, agar kamu selalu mengingatinya..” (QS. An-Nur : 1)
Baca Juga: Maksiat yang Tampak Indah dan Samar
An-Nur Ayat 1-3, Hukuman Bagi Pezina
Pada ayat kedua Allah menjelaskan hukuman bagi pezina baik laki-laki maupun perempuan yaitu didera (dicambuk) 100 kali.
ٱلزَّانِيَةُ وَٱلزَّانِى فَٱجْلِدُوا۟ كُلَّ وَٰحِدٍ مِّنْهُمَا مِا۟ئَةَ جَلْدَةٍ
Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera… (Q.S. An-Nur: 2)
Hukuman ini dikhususkan bagi mereka yang belum pernah menikah. Dan sebagian besar ahli fikih menambahkannya dengan diasingkan selama satu tahun.
Berdasarkan hadis yang diriwayatkan Ubadah bin Shamit radhiyallahu ‘anhu. Sedangkan untuk laki-laki dan perempuan yang sudah (pernah) menikah maka dihukum rajam. Dalam istilah fikih disebut dengan ”muhshan”.
Berdasarkan hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan perintah beliau untuk merajam pezina yang muhshan serta berdasarkan apa yang beliau lakukan beberapa kali, juga disepakati oleh para sahabat beliau.
وَلَا تَأْخُذْكُم بِهِمَا رَأْفَةٌ فِى دِينِ ٱللَّهِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ۖ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَآئِفَةٌ مِّنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ
“… dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.” (Q.S. An-Nur: 2)
Yang dimaksudkan bukan melaksanakan hukuman dengan kejam atau sampai melewati batas. Namun tetap menjaga sisi kemanusiaan.
Hanya saja kadang kita malah berbelas kasihan terhadap orang-orang yang berbuat salah tersebut sehingga meninggalkan penerapan hukuman seperti ini.
Seperti kasus pembunuhan. Kadang kita berdebat tentang nasib si pembunuh, namun sering terlupakan bagaimana ia membunuh korbannya.
Tentunya bila sudah sama-sama jelas mana saja pihak yang bersalah. Dalam masalah perzinaan ini tidaklah sepele, karena untuk menetapkannya perlu persaksian empat orang laki-laki yang melihat secara langsung. Atau dengan pengakuan pihak yang bersangkutan.
Selain itu Allah memerintahkan pelaksanaan hukuman ini dengan disaksikan oleh orang banyak. Hal ini dimaksudkan agar orang-orang bisa mengambil ibrah dan pelajaran dari peristiwa tersebut, serta menjauhi perbuatan buruk dan keji ini. Dan Allah menyediakan jalan keluar yang halal, yaitu dengan pernikahan.
Penegasan Allah tentang keburukan perbuatan ini tertera pada ayat berikutnya:
ٱلزَّانِى لَا يَنكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَٱلزَّانِيَةُ لَا يَنكِحُهَآ إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ ۚ وَحُرِّمَ ذَٰلِكَ عَلَى ٱلْمُؤْمِنِينَ
”Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik, dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin”. (QS. An-Nur: 3)
Ini bukan sebuah perintah, namun sebuah kaidah sosial yang umum. Artinya tidak selaiknya orang baik-baik menikahi orang-orang yang berzina, baik laki-laki maupun perempuan. Kecuali mereka yang benar-benar bertobat dari perbuatannya.
Konon ayat ini turun ketika ada beberapa orang sahabat Nabi yang terlilit kemiskinan dan kehidupan Madinah sangat perlu biaya yang tidak sedikit.
Di pasar dan tempat-tempat umum terlihat ada pintu-pintu yang diberi tanda khusus bahwa penghuninya adalah para perempuan pezina.
Mereka berandai-andai kalau bisa menikahi mereka sampai mencukupi kebutuhan hidup di Madinah. Mereka lalu bertanya pada Rasulullah dan turunlah ayat ini. (HR. Ibnu Abi Hatim)
Menurut sebagian pakar hadis, hadis ini lemah karena perawinya terputus sampai tabi’in saja, dalam istilah ilmu hadis disebut mursal.
Ringkasnya hukuman berzina ada dua, yaitu secara hukum dan peraturan yang diterapkan (hudud) dan hukuman sosial (dengan diperlihatkan prosesi pelaksanaan hukuman dan diharamkan menikahi mereka bagi orang baik-baik)
Wallahu A’lam. [Ln]