ChanelMuslim.com – Rasa malu seharusnya menghiasai akhlak pribadi seorang muslim. Rasa malu yang dipupuk dengan sewajarnya dan bukan yang menghilangkan kepercayaan diri atau membuatnya enggan bertanya dan mengkritik untuk kebenaran. Namun, rasa malu yang akan menjaga dari perbuatan-perbuatan maksiat, seperti membuka aurat, berkata kasar, mencontek atau meniru yang disebut dengan istilah plagiat.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda, “Iman memiliki lebih dari tujuh puluh atau enam puluh cabang yang paling tinggi adalah perkataan ‘La ilaha Illallah, ‘ dan yang paling rendah adalah menyingkirkan duri (gangguan) dari jalan. Dan malu adalah salah satu cabang iman.” (HR. Muslim)
“Malu dan iman adalah dua hal yang saling berhubungan. Apabila salah satunya dicabut, maka yang lain pun dicabut.” (HR. Al-Hakim)
Rahasia keberadaan rasa malu sebagai bagian dari iman adalah, karena keduanya sama-sama mengajak kepada kebaikan dan menjauhi keburukan.
Rasa malu dapat mencegah seseorang dari perkataan atau perbuatan buruk karena takut pada celaan. Teladan kita Rasulullah adalah seorang yang pemalu lebih dari gadis pingitan. Sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Abu Said Al-Khudri, ia berkata, “jika beliau melihat sesuatu yang tidak disenanginya, maka kita dapat mengetahuinya dari raut wajahnya.”
Seseorang yang memiliki rasa malu, akan risih ketika melihat atau mendengar hal-hal yang tidak pantas. Bukan lantas menertawakan atau mencela seperti yang kerap kali kita lihat sekarang ini. Malu berkata kasar dan jorok yang tidak pada tempatnya, malu mendengarnya, tapi sekarang ini justru banyak orang tidak tua tidak muda suka sekali mengumbar kata-kata kasar dan tidak senonoh.
Rasa malu pada diri seorang muslim tidak akan menghalanginya untuk mengatakan kebenaran, mencari ilmu, menyuruh yang baik, atau mencegah yang mungkar. Suatu ketika Usamah bin Zaid -orang yang dicintai Rasulullah dan putra orang yang dicintainya- pernah meminta syafaat kepada beliau dengan suatu masalah. Namun, rasa malu tidak menghalangi Rasulullah untuk mengatakan kepada Usamah dengan nada marah, “Apakah engkau hendak meminta syafaat dalam hal hukum Allah wahai Usamah? Demi Allah, seandainya si fulanah (dalam riwayat lain, Fathimah binti Muhammad) mencuri, pasti akan aku potong tangannya. (HR. Al-Bukhari)
Rasa malu tidak akan menghalangi seseorang untuk menegakkan kebenaran ataupun bertanya karena ketidaktahuan. Malu juga tidak akan menghalangi seseorang dari mengkritik baik teman atau pemimpin selama hal itu adalah demi kebenaran bukan karena dengki atau ketidaksukaannya.
Memupuk dan memelihara rasa malu karena ia bagian dari iman. Rasa malu yang akan mengantarkan pada ketaatan pada Allah Swt. Kebebasan ekspresi sebagaimana sekarang ini sering dikampanyekan oleh banyak kalangan, bukan berarti menghilangkan rasa malu dan berkata serta berbuat tanpa batasan. Tanamkan rasa malu sejak dini, ingatkan rasa malu pada anak muda kita dan jadilah teladan dalam rasa malu dalam kehidupan sehari-hari dalam bergaul dengan siapapun. (w/Minhajul Muslim, Ummul Qura)