DUKUN disebut sebagai ‘orang pintar’. Padahal, mereka penipu ulung.
Masyarakat kita masih percaya dengan kekuatan sosok yang disebut dukun. Namanya pun berubah mengikuti perkembangan zaman. Mulai dari ‘orang pintar’ hingga paranormal.
Dua sebutan ‘positif’ itu boleh jadi bukan datang dari pihak dukun. Melainkan dari masyarakat sendiri. Seolah dukun sebagai solusi dari sekian banyak kebuntuan masalah yang dihadapi.
Setidaknya, ada tiga keburukan akibat percaya dengan dukun. Yaitu:
Satu, bagi yang percaya dukun shalatnya tidak diterima selama 40 hari.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyampaikan bahwa siapa yang percaya omongan dukun, shalatnya tidak diterima selama 40 hari.
“Siapa yang mendatangi tukang ramal dan bertanya kepadanya tentang suatu perkara, maka shalatnya tidak diterima selama empat puluh hari.” (HR. Muslim)
Kenapa Rasul menyebut empat puluh hari, bukan lainnya. Wallahu a’lam bishawab, boleh jadi karena seseorang pada umumnya baru menyadari kalau telah ditipu oleh dukun setelah berlalu sekitar 40 hari.
Namun, apa yang disampaikan Rasulullah merupakan larangan agama yang tidak boleh ditawar-tawar. Bahkan hal tersebut bisa menyangkut akidah atau keyakinan iman kita.
Dua, bisa merusak kecerdasan nalar kita.
Ajaran Islam sangat sejalan dengan ilmu pengetahuan. Yaitu, sesuatu yang bisa diuji kebenarannya dan sejalan dengan nalar akal sehat kita.
Sementara dunia dukun justru sebaliknya. Yaitu, menihilkan nalar akal sehat untuk menerima tipu-tipuannya.
Contoh, ada seseorang yang minta nasihat ke dukun bagaimana supaya bisa gampang mendapat rezeki. Kalau saja memang dukun benar-benar tahu caranya, tentu dia saja yang akan melakukannya. Buat apa harus disampaikan ke orang lain.
Kita juga pernah terheran-heran bagaimana mungkin ada lulusan S3 yang begitu percaya kalau ada dukun yang mampu menggandakan uang.
Kalau si dukun memang mampu menggandakan uang, buat apa ia buka praktik? Mendingan untuk kepentingan dirinya saja.
Tiga, dukun bisa merusak hubungan silaturahim dan persaudaraan.
Ketika ada yang berobat ke dukun karena suatu penyakit aneh, boleh jadi ia penasaran: dari mana asal penyakit misterius itu?
Sang dukun pun ingin tampak serba tahu. Ia mengatakan, “Ini bukan buatan orang jauh. Kalau tidak dari kiri, kemungkinan juga dari sebelah kanan.”
Kalimat ini sebenarnya asal ucap. Tapi karena begitu percaya dengan omongan dukun, ditafsirkan menjadi begitu kongkrit. Yaitu, pelakunya tetangga sebelah kiri atau tetangga sebelah kanan.
Berhentilah percaya dukun. Selain tidak lagi sesuai zaman yang kian serba ilmiah, percaya dukun bisa merusak akidah keimanan kita. [Mh]