KABAR tak sedap datang dari Pengurus Besar Nahdhatul Ulama. Bendahara Umumnya, Mardani H. Maming, ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Soal penangkapan atau penetapan sebagai tersangka oleh KPK mungkin sebagai hal biasa. Sudah menjadi sesuatu yang lumrah.
Namun, jika yang ditetapkan sebagai tersangka adalah salah seorang pengurus PBNU tentu akan menjadi cerita yang lain. Hal ini karena NU merupakan ormas Islam terbesar di negeri ini.
Penetapan sebagai tersangka oleh KPK memang tidak berkaitan dengan posisi yang bersangkutan di PBNU juga di HIPMI. Mardani H. Maming diketahui juga sebagai ketua HIPMI atau himpunan pengusaha muda Indonesia.
Dikabarkan, KPK mengkasuskan yang bersangkutan saat menjabat sebagai Bupati di Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Mardani H. Maming yang juga politisi PDIP ini memang pernah menjabat sebagai bupati di wilayah itu selama dua periode.
Tidak ayal, kasus ini menjadi begitu “seksi” dari sisi politik. Ada beberapa alasan kenapa bisa ke arah itu.
Pertama, KPK dinilai publik melakukan tebang pilih terhadap penanganan kasusnya. Contoh yang masih anyar adalah mandegnya kasus Harun Masiku yang hingga kini belum jelas kabarnya. Juga kasus mafia migor yang justru diambil alih oleh Kejagung.
Kedua, masih hangat dalam ingatan publik tentang sinyalemen adanya perseteruan antara Presiden Jokowi dengan Ketum PDIP, Megawati Soekarnoputri.
Meskipun hal ini ditepis oleh kedua belah pihak, tapi riak-riak yang muncul di permukaan seperti menguatkan sinyalemen tersebut. Antara lain dukungan Jokowi dengan pencapresan Ganjar Pranowo. Padahal, PDIP sudah memiliki calon sendiri yaitu Puan Maharani.
Begitu pun dengan pernyataan keras sejumlah politisi senior PDIP yang sempat viral di pubik. Pernyataan keras itu jelas ditujukan ke Presiden Jokowi.
Lalu, apakah kasus Bendum PBNU yang juga ketua DPD PDIP di Kalsel ini juga masih ada kaitannya dengan riak-riak itu? Rasanya, ujung cerita selanjutnya masih perlu ditunggu tuntas.
Ketiga, NU selama ini dikenal sebagai ormas yang sangat potensial dalam dukungan terhadap peristiwa pemilu. Dan, proses pilpres 2024 rasanya sudah dimulai sejak bulan-bulan kemarin.
Sehingga, publik pun menaruh dugaan adanya pihak-pihak tertentu yang ingin “mengikat” dukungan NU dengan cara sandera menyandera kasus seperti ini. Dan hal itu, boleh jadi akan merugikan posisi NU sebagai ormas Islam yang berpengaruh.
Semoga saja, ini murni sebagai kasus hukum. Dan KPK diharapkan bisa membuka kasus ini apa adanya, tanpa ada yang ditutup-tutupi. [Mh]