MANUSIA sepintar apapun tidak akan mampu menghitung nikmat Allah yang sangat banyak. Keterbatasan manusia atas ilmu Allah menjadi salah satu alasan kelemahannya dalam menghitung nikmat Allah.
Jika nikmat Allah tidak mampu dihitung oleh manusia artinya kita akan lebih mudah melihat kenimatan tersebut karena saking banyaknya, maka seharusnya ada banyak alasan manusia untuk selalu bersyukur. Yang jadi penghalang dari rasa syukur ini adalah kurangnya manusia tadabbur atas nikmat yang ia dapatkan.
Dalam surah Ibrahim ayah 34, Allah berfirman:
وَءَاتَىٰكُم مِّن كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ ۚ وَإِن تَعُدُّوا۟ نِعْمَتَ ٱللَّهِ لَا تُحْصُوهَآ ۗ إِنَّ ٱلْإِنسَٰنَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ
Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).
Baca Juga: Wasiat Nabi Ibrahim dan Ya`qub kepada Anak-anaknya
Ibrahim Ayat 34, Kita Tidak Mampu Menghitung Nikmat Allah
Dilansir dari kitab tafsir Asy-Sya’rawi bahwa ayat ini tidak berbicara berapa jumlah zat yang dihitung oleh manusia namun kemauan untuk menghitungnya.
Namun tetap saja meskipun manusia memilliki kemauan untuk menghitung nikmat Allah, mereka tidak akan mampu memahami seluruh nikmat Allah.
Maka jika dimaknai ayat ini berbunyi, “jika kamu memiliki kemauan untuk menghitung nikmat Allah, maka tidaklah kamu dapat memahami seluruh nikmat tersebut.”
Kita mengenal ilmu statistik yang diajarkan di perguruan tinggi. Mereka yang pakar di bidang tersebut akan menyadari bahwa mereka tetap tidak akan mampu menghitungnya, dengan kemajuan teknologi sekalipun.
Terkadang kita melihat satu objek dan menganggapnya sebagai suatu kenikmatan, padahal bisa saja dalam satu objek itu mengandung banyak sekali kenikmatan.
Seperti air, berapa banyak manfaat yang kita peroleh dari air. Kenikmatan yang yang kita dapatkan dari air tersebut sulit sekali dihitung. Ini baru air, belum benda-benda padat lainya, belum juga kenikmatan yang tidak kasat mata.
Lalu adakah alasan bagi kita untuk mengingkari nikmat Allah? Jika iya, maka apa fungsi seluruh indra yang kita miliki ini dan apa pula fungsi hati dan akal kita jika kita tak mampu sedikitpun merasakan kenikmatan dan mensyukurinya. Jika demikian, tidak ada bedanya kita dengan mayat. Naudzubillahi min dzalik. [Ln]