ChanelMuslim.com – Pada acara The Opening of Tenun Gaya Menteng (23/05) di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Wignyo Rahadi selaku perancang busana dan pemilik merek Tenun Gaya memaparkan perjalanannya dalam mengembangkan Tenun Gaya.
Wignyo mulai tertarik dengan kerajinan tenun tahun 1995 ketika bekerja di industry benang sutera sebagai manajer pemasaran. Seringnya berhubungan dengan pengrajin tenun dan batik membuat Wignyo yang juga aktif sebagai pengurus Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) dan Indonesia Fashion Chamber (IFC) mendirikan usaha tenun sendiri dengan memberdayakan ibu-ibu pembuat batu bata di Sukabumi, Jawa Barat dengan nama Tenun Gaya tahun 2000.
Selama 17 tahun (pada September 2017) pelanggan Tenun Gaya berasal dari para pecinta kain tradisional. Terutama saat itu busana dari tenun dan batik masih belum banyak digunakan karena terkesan kolot dan norak.
Tenun Gaya Cipete hadir hampir 10 tahun melayani pelanggan secara eksklusif dengan memberikan keleluasaan bagi pelanggan untuk memilih sendiri kain, motif, warna dan desain dengan ukuran yang sesuai pemesanan pelanggan.
“Banyak pelanggan mengatakan lebih suka berbelanja ke butik dibandingkan ke mall karena di butik pelayanannya lebih eksklusif jadi mereka pilih sendiri kain, motif, warna dan desainnya sesuai badan mereka,” kata Wignyo.
Meskipun terkendala oleh jumlah sumber daya manusia, Wignyo mengaku selalu memiliki pelanggan setia karena kekhasan dari Tenun Gaya.
Tenun Gaya juga lebih mengedepankan orisinalitas kain tenun tanpa banyak ornamen, sederhana dengan look modern dan ready to wear. Sehingga tidak heran jika Tenun Gaya Wignyo selalu menjadi seragam Hari Raya Idul Fitri keluarga besar Presiden RI ke-6, Soesilo Bambang Yudhoyono sampai tahun 2016.
Ketika ditanya mengenai kain tenun paling mengisnpirasi, Wignyo mengatakan bahwa Tenun motif rang rang dari Nusa Penida, Bali adalah yang paling inspiratif. Hanya ada seorang pengrajin yang mau membuatnya dalam waktu hampir 2 bulan. Hasilnya seharga kisaran 7 juta/meter. Kemudian kain tenun tersebut mendapat penghargaan dari UNESCO.
“Tenun rang rang dari Nusa Penida, Bali yang jadi paling inspiratif karena prosesnya lama dan detail. Dalam sehari hanya mampu menghasilkan tenun 5-7 cm. Sehingga hanya ada seorang pengrajin yang mau membuatnya. Itupun baru selesai hampir 2 bulan dengan harga kisaran 7 juta/meter. Ketika diikutsertakan di UNESCO ternyata bisa menang,” ujar Wignyo.
Momentum pembukaan Tenun Gaya Menteng ini juga bertepatan dengan menyambut bulan suci Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Wignyo juga telah menyiapkan beberapa koleksi khusus yang menarik.
“Tetap menggunakan tenun motif Nusantara seperti Songket, Ulos, dll dengan pengemasan look modern dan ready to wear”tutupnya.(winda/ind)