TIDAK mau shalat karena malas atau meremehkan, tapi masih mengakui kewajibannya. Ustaz Farid Nu’man Hasan menjelaskan bahwa untuk bagian ini, para ulama berbeda pendapat; apakah dia masih muslim atau sudah kafir.
Pendapat pertama mengatakan, dia masih muslim tapi fasiq dan ahli maksiat, inilah pendapat mayoritas ahli fiqih baik Hanafiyah, Malikiyah, dan Syafi’iyyah.
Namun hukum di dunianya terjadi perbedaan pendapat; sebagian mengatakan hukuman mati, sebab meninggalkan shalat walau masih mengakui kewajibannya adalah sebuah kejahatan atau tindakan kriminal terhadap Allah ﷻ.
Kemudian mayatnya diurus dengan cara Islam sejak pemandian, pengkafanan, shalat, dan dikubur bersama kaum muslimin.
Sebagian lain berpendapat bukan dihukum mati tapi dita’zir dan dipenjara sampai dia taubat atau wafat.
Baca Juga: Tidak Shalat tapi Akhlaknya Baik
Tidak Mau Shalat karena Malas atau Meremehkan
Imam Asy Syaukani Rahimahullah menjelaskan:
فذهبت العترة والجماهير من السلف والخلف منهم مالك والشافعي إلى أنه لا يكفر بل يفسق فإن تاب وإلا قتلناه حدا كالزاني المحصن ولكنه يقتل بالسيف
“Pendapat al ‘itrah (keturunan Rasulullah) dan mayoritas salaf dan khalaf seperti Malik, Syafi’i, bahwasanya dia tidak kafir tapi fasiq, jika dia bertaubat maka diterima taubatnya, jika tidak bertaubat maka kita menghukum mati, seperti pelaku zina muhshan tetapi dibunuhnya dengan pedang.” (Nailul Authar, 1/369)
Sementara dalam Al Mausu’ah disebutkan:
تَرْكُ الصَّلاَةِ تَهَاوُنًا وَكَسَلاً لاَ جُحُودًا – فَذَهَبَ الْمَالِكِيَّةُ وَالشَّافِعِيَّةُ إِلَى أَنَّهُ يُقْتَل حَدًّا أَيْ أَنَّ حُكْمَهُ بَعْدَ الْمَوْتِ حُكْمُ الْمُسْلِمِ فَيُغَسَّل، وَيُصَلَّى عَلَيْهِ، وَيُدْفَنُ مَعَ الْمُسْلِمِينَ؛ لِقَوْل النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِل النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ
مُحَمَّدًا رَسُول اللَّهِ وَيُقِيمُوا الصَّلاَةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ، فَإِنْ فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلاَّ بِحَقِّ الإِْسْلاَمِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ ….
“Meninggalkan shalat karena meremehkan dan malas, bukan karena mengingkari, maka menurut Malikiyah dan Syafi’iyyah orang tersebut dihukum mati, yaitu status setelah matinya dihukumi sebagai muslim dan dimandikan, dishalatkan, dan dikuburkan bersama kaum muslimin.
Ini berdasarkan hadits Nabi Shallallahu alaihi wa sallam: Aku diperintah untuk memerangi manusaia sampai mereka bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, maka jika semua itu dilakukan maka mereka telah terjaga dalam jaminanku baik darah dan hartanya, kecuali karena hak Islam (yang mereka langgar), dan Allah yang akan menghisab mereka ….. “
(Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 27/53-54)
Masih dalam Al Mausu’ah:
وَذَهَبَ الْحَنَفِيَّةُ إِلَى أَنَّ تَارِكَ الصَّلاَةِ تَكَاسُلاً عَمْدًا فَاسِقٌ لاَ يُقْتَل بَل يُعَزَّرُ وَيُحْبَسُ حَتَّى يَمُوتَ أَوْ يَتُوبَ
“Hanafiyah berpendapat bahwa orang yang meninggalkan shalat secara sengaja karena malas maka dia fasiq, tidak dibunuh, tapi dita’zir (dera) dan dipenjara sampai dia mati atau bertaubat.” (Ibid)
Kemudian, apa alasan kelompok ini bahwa mereka masih muslim tapi fasiq? Ada beberapa alasan, di antaranya:
Firman Allah ﷻ:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An Nisa: 48)
Ayat ini menunjukkan bahwa dosa selain syirik masih Allah ﷻ ampuni bagi yang Dia kehendaki, dan meninggalkan shalat bukanlah kesyirikan.
Dari Huraits bin Al Qabishah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi ﷺ bersabda:
إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلَاتُهُ فَإِنْ صَلُحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ فَإِنْ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيضَتِهِ ش
َيْءٌ قَالَ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ فَيُكَمَّلَ بِهَا مَا انْتَقَصَ مِنْ الْفَرِيضَةِ ثُمَّ يَكُونُ سَائِرُ عَمَلِهِ عَلَى ذَلِكَ
Sesungguhnya pada hari kiamat nanti yang pertama kali dihitung dari amal seorang hamba adalah shalatnya, jika bagus shalatnya maka dia telah beruntung dan selamat.
Jika buruk maka dia telah merugi dan menyesal. Jika shalat wajibnya ada kekurangan, maka Allah ﷻ berfirman: “Lihatlah apakah hamba-Ku memiliki shalat sunah? Hendaknya disempurnakan kekurangan shalat wajibnya itu dengannya.” Kemudian diperhitungkan semua amalnya dengan cara demikian.
(HR. At Tirmidzi no. 413, Abu Daud no. 864, Ahmad no. 9494. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: shahih. Lihat Ta’liq Musnad Ahmad no. 9494)
Hadits ini menunjukkan bahwa kekurangan shalat wajib bisa disempurnakan dengan shalat sunnah. Maka jika meninggalkan shalat wajib itu dinilai kafir, tentu tidak ada manfaatnya shalat sunnahnya.[ind]