AKU tidak berani mengatakan bahwa anakku sudah sempurna atau hebat. Hanya saja, jika dibandingkan dengan kondisi saat ini, nampaknya anak-anakku cukup imun dengan lingkungan yang penuh hedonisme.
Iya, menurutku, kita sebagai orang tua, khususnya Ibu, perlu mengimunkan anak kita bukan mensterilkannya.
Imun ini yang membuat mereka berada di mana pun, mereka masih menjalankan perintah agama dan masih ada nilai serta norma hidup sebagai anak muslim Indonesia.
Anakku yang sulung, saat ini sudah kerja meskipun kuliah belum selesai. Dia rajin tidur di masjid, walaupun alasannya enak banyak yang kasih makan. Lantaran dia malas masak.
Apalagi masjid di Sri Ukay, Malaysia, kalau bulan Ramadan banyak makcik-makcik gemuk suka masak gulai kepala kambing. Tentu dia ikutan mencicipi.
Dan, karena dianggap anak muda yang tidak memiliki ayah, ibu, dan keluarga. Dia jadi disayang-sayang sama pakcik dan makcik. Meskipun setelahnya tetap harus bantu beres-beres di masjid.
Beruntung, Bos di tempat kerjanya adalah guru mengaji. Jadi, dia sering bilang kalau kerja seperti di pesantren, suka diceramahi. Si sulung ketemu Mama sebulan sekali namun aktif video call setiap hari.
Anakku yang perempuan masih kuliah di Perth dan tinggal sendirian. Dia memiliki kerjaan tambahan bantu sortir barang anak-anak JISc Immersion yang belajar di Perth.
Lalu sering, barang anak-anak JISc Immersion ketinggalan. Kemudian barang tersebut dimasukkan ke karung dan dikirim ke mushola di blok sebelah yang menyalurkan pakaian untuk anak miskin di Afrika.
Dia rajin kuliah dan nilainya juga bagus sehingga suka dapat beasiswa atau keringanan biaya kuliah. Lalu suka bantu dakwah ibu-ibu pengajian di Perth seperti mengajar mengaji anak-anak SMP di bawahnya.
Terkadang juga antar jemput tamu Mama atau siapa saja dari airport ke hotel. Dia rajin ikut kajian dua kali sepekan baik dai International maupun orang Indonesia yang mukim di sana.
Tugas utamanya adalah bayar tagihan listrik dan nego jangan sampai tidak ada listrik dan gas ketika anak JISc sedang belajar di Perth.
Dan, tugas tambahannya yaitu bersihin mobil Mama dari debu-debu halus yang bisa mengotori mesin mobil di musim panas.
Serta membersihkan kulkas dari sisa masakan dan bumbu dapur selama pelajar Immersion JISc 6 bulan ini yang cukup repot.
Ketika pulang ke Jakarta, biasanya main sama teman, keliling mall, mendengerkan Mama curhat dua harian, membantu cari tukang pijit pakai go massage dan mencobanya duluan.
Setelahnya menonton film horor, kadang adventure naik gunung dan nyantri di pesantren 2-3 minggu.
Si anak perempuan suka ketemu Mama sebulan sekali tapi SMS-an setiap hari, cuma Mama yang sibuk suka tidak dibalas katanya.
Baca Juga: Fi, Anakku Sekolah di JISc
Tidak Berani Mengatakan Anakku Hebat
Anakku yang ketiga, suka cemberut. Kadang rajin tetapi banyakan malasnya.
Namun, dia kalau sudah punya tekad kuat biasanya bisa. Dia waktu SD sempat dapat Award dari Australia dan SD-nya di Rumah Tahfidz JISc angkatan pertama.
Dari 3 anak, dia saja yang ngebalap hafalan Alquran dibandingkan kakak-kakaknya.
Kalau anak pertama 15 juz saja, mau tambah susah katanya. Anak kedua masih 10-an juz rencana mau menghabiskan dalam 2 tahun ini dan yang ketiga, Alhamdulillah, sudah selesaikan 30 juz dan debut terakhir lanjutkan SMU di SMU Istanbul International School dengan beasiswa.
Lumayan rajin liqo pekanan. Apalagi ketika dapat guru mengaji baru, kalau sudah cocok dikejar sampai ke Kemang sekalipun.
Dia sudah bisa menyetir sendiri. Jadi, Kalimalang-Kemang bisa menggunakan bantuan aplikasi Waze. Pertama kali yang mengajarkan menyetir adalah supir angkutan umum di depan rumah.
Karena kalau supir keluarga takut dimarahi ibu kalau mengajarkan anak kecil mengemudi. Si anak ketiga ketemu Mama sering tapi akan jadi 3-6 bulan sekali.
Lantaran Istanbul jauh, apalagi Mama juga sudah mulai menua.
Membanggakan anak sendiri, biarkan saja. Aku memang begitu orangnya. Tapi, aku cuma mau kasih ide, anak itu di zaman sekarang harus imun bukan steril.
Didiklah anak sesuai zamannya. Tidak perlu norak, ikut-ikutan dan jadi diri sendiri.
Mereka, anak-anakku, juga main kok sama anak yang katanya narkoba, broken home dan teman non muslim juga ada. Ada juga yang atheis tapi tetap ada batasan untuk tidak ikut-ikutan.
Jadi, didikan dari rumah itu adalah yang paling utama. Selain sekolah dengan guru-guru yang super baik dan bisa jadi uswah.
Maka walaupun ditaruh di luar negeri sekalipun jauh dari orang tua, Inshaa Allah akan aman saja. Mungkin ada bandel atau bakal sedikit tidak masalah selama masih dalam batas toleran.
Sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam:
“Ajarilah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup di zaman mereka bukan pada zamanmu. Sesungguhnya mereka diciptakan untuk zamannya, sedangkan kalian diciptakan untuk zaman kalian”.
Artinya, ilmu itu bersifat dinamis dan tidak tetap, keberadaannya menyesuaikan dengan kondisi sekarang dan kehidupan masa depan.
Rahasia besar lainnya adalah mereka semua anak JISc dan JIBBS (SD, SMP, SMU). Itulah kenapa guru dan orang tua harus kompak.
Mendidik bersama jauh lebih baik dari pada sendirian. Jadi anak kita dikepung dengan banyak orang sholeh.[]
(Catatan Mam Fifi, November 2017)
By: Fifi P. Jubilea, S.E., S.Pd., M.Sc., Ph.D.
(Founder JISc, JIBBS, JIGSc)
Website:
https://ChanelMuslim.com/jendelahati
https://www.jakartaislamicschool.com/category/principal-article/
Facebook Fanpage:
https://www.facebook.com/jisc.jibbs.10
https://www.facebook.com/Jakarta.Islamic.Boys.Boarding.School
Instagram:
www.instagram.com/fifi.jubilea
Twitter:
https://twitter.com/JIScnJIBBs
Tiktok: