Sahabat Muslim, adakah yang masih menganggap bahwa bekerja demi mendapat balasan Allah itu berarti kita menolak upah hasil kerja kita? Ada sebuah kisah pada masa Umar bin Khattab yang menjelaskan tentang hal tersebut. Ternyata, Rasulullah pernah berkata kepada Umar bahwa apabila diberikan upah, maka terimalah.
Baca Juga: Salimah Gayo lues Bekerja sama dengan IKADI Gelar Kajian Dhuha
Bekerja Demi Mendapat Balasan Allah bukan berarti Menolak Upah
Pada masa kekhalifahan Umar, beliau mempercayakan pengelolaan harta sedekah kepada seorang sahabat bernama Abdullah bin As-Sa`adi.
Setiap kali Abdullah bin As-Sa`adi telah menyelesaikan tugasnya, Umar langsung memberikan upah yang sudah menjadi hak Abdullah. Namun, Abdullah sempat menolak upah tersebut dan berkata, “Sesungguhnya, aku bekerja demi mendapat balasan dari Allah.”
Mendengar alasan itu, Umar menjelaskan, “Ambillah pemberian ini. Sewaktu aku bekerja di masa Rasulullah, beliau memberikan upah atas hasil pekerjaanku. Namun, persis sepertimu, aku juga mengutarakan apa yang kamu utarakan. Rasulullah berkata kepadaku, ‘Manakala engkau diberi sesuatu tanpa meminta, maka terimalah, dan bersedekahlah (dengannya).” (HR. Muslim)
Dari kisah di atas, kita tahu bahwa upah bukan merupakan sesuatu yang terlarang untuk kita terima. Akan tetapi, dijelaskan oleh Umar, ketika kita mendapatkan sesuatu tanpa meminta. Jadi, jangan sampai kita mengada-ada dengan justru memaksa setiap pekerjaan yang kita lakukan haruslah diberi upah, padahal dalam perjanjian awal memang sudah dijelaskan tidak ada pemberian upah.
Selain itu, jangan sampai hal ini membuat kita menjadi enggan untuk berdakwah. Seperti diketahui, ketika kita berdakwah, kita merasakan lelahnya seperti orang bekerja.
Namun, bukan seperti bekerja, saat berdakwah, kita tidak jarang tidak mendapatkan upah. Oleh sebab itu, kita pun harus berhati-hati dengan hasrat kita terhadap uang.
Upah itu tidak ada kaitannya dengan ikhlas atau tidak ikhlas yang sejatinya termasuk amalan hati. Keikhlasan itu berada di tempat yang jauh lebih tinggi daripada aktivitas fisik yang diupahi secara manusiawi.
Dijelaskan dalam buku “Muslimpreneur: Rahasia Pengusaha Muslim Sukses Ala Sahabat Nabi” yang ditulis oleh Ustaz Nurdin Apud Sarbini Lc., M.Pd., upah itu hanya sebatas penghargaan dari sesama manusia dan hanya bonus dunia. Oleh sebab itu, bekerja bagi seorang Muslim tidaklah hanya berdimensi duniawi, melainkan juga berdimensi ukhrawi,
Bagi orang Muslim, bekerja tidak hanya berdampak pada bertambahnya gaji dan penghasilannya, melainkan juga memiliki pengaruh pada kedudukannya di hadapan Allah.
Bekerja juga tidak untuk kepentingan diri sendiri saja. Namun, sebagai sarana untuk menaikkan derajat di hadapan Allah. [Cms]