ANTARA cacar monyet dan kutukan menjadi kera ditulis oleh Uttiek M. Panji Astuti, seorang jurnalis dan juga travel writer pecinta sejarah Islam.
Dalam akun IG-nya @Uttiek.Herlambang, pada (24/5), ia menceritakan kisah kaum Yahudi yang dikutuk menjadi kera dan kaitannya dengan penyakit cacar monyet yang merebak di Eropa.
Belum usai pandemi Covid-19, masyarakat sudah diresahkan dengan munculnya penyakit Hepatitis akut yang menyerang anak-anak.
Bersamaan dengan itu, muncul pula kasus cacar monyet yang telah menyebar ke-14 negara di Eropa dan Amerika. Di luar wilayah endemiknya, yaitu Afrika.
Dikutip dari laman Badan Kesehatan Dunia (WHO), cacar monyet atau monkeypox adalah penyakit langka yang disebabkan virus monkeypox, bagian dari genus Orthopoxvirus.
Cacar monyet merupakan zoonosis, yakni penyakit yang menular dari hewan ke manusia.
Meski disebut cacar monyet, virus ini tidak benar-benar berasal dari monyet maupun primata lain.
Penyematan kata “monyet”, lantaran virus ini pertama kali ditemukan pada monyet yang dipelihara untuk kepentingan penelitian pada 1958. [Kompas, 23/5].
Baca Juga: Begini Menghilangkan Bekas Cacar Air
Cacar Monyet dan Kutukan Menjadi Kera
Dilaporkan kalau penyakit ini juga telah muncul di Israel pada seorang pria berusia 30 tahun setelah melakukan perjalanan ke Eropa.
View this post on Instagram
Membaca berita itu, tetiba saya teringat akan kedurhakaan Bani Israil yang dikutuk menjadi kera setelah melanggar perintah Allah.
“Dan, sesungguhnya telah kamu ketahui orang-orang yang melanggar di antaramu pada hari Sabtu, lalu Kami berfirman kepada mereka: ‘Jadilah kamu kera yang hina’.” [QS Al-Baqarah (2): 65, Al-A’raaf (7): 166]
Sebagian ahli tafsir mengungkapkan bahwa kaum Ashabus Sabt yang dijadikan sebagai kera itu merupakan suatu perumpamaan.
Artinya, hati mereka menyerupai hati kera, karena sama-sama tidak menerima nasihat dan peringatan.
Namun pendapat jumhur mufassir, mereka benar-benar berubah menjadi kera, hanya tidak beranak, tidak makan dan minum, dan hidup tidak lebih dari tiga hari.
Kedurhakaan Bani Israil memang kelewat batas.
Menurut salah satu riwayat, perintah ibadah itu awalnya datang di hari Jumat, namun sudah menjadi tabiat mereka untuk menawar apapun yang diperintahkan.
Mereka meminta agar pelaksanaan ibadah dipindah ke hari Sabtu.
Setiap hari Sabtu, mereka diwajibkan melaksanakan ibadah (berzikir) dan meninggalkan perdagangan serta hal-hal yang bersifat keduniawian.
“Dan, tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air.
Dan, di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami mencoba mereka disebabkan mereka berlaku fasik.” [QS Al-A’raaf (7): 163].
Ujian datang untuk mereka, di setiap hari peribadatan ikan-ikan justru bermunculan. Padahal di hari lain tidaklah demikian.
Tak kurang akal, ditebarlah jala di hari Jumat dan ikan-ikan dipanen di hari Ahad!
Entah apa yang ada dalam otak manusia-manusia itu. Bahkan Allah pun coba mereka “akali”. Hingga akhirnya datanglah kutukan itu.
Penyakit cacar monyet yang kini mulai merebak di berbagai belahan dunia tentu tak ada kaitannya dengan kisah itu.
Namun Allah ingin mengingatkan kita, bukan hal yang sulit bagi-Nya untuk mengirimkan penyakit yang bisa kembali meluluhlantakkan penduduk bumi.
“Allāhumma innī a’ūdzu bika minal barashi, wal junūni, wal judzāmi, wa sayyi’il asqāmi. ~ “Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari penyakit lepra, kusta, dan penyakit-penyakit lainnya.”[ind]