INGAT waktu masih kecil. Malam-malam begini masih bangun dan berpikir besok dapat hadiah apa. Tapi segera nggak mikirin lagi. Karena tahu nggak akan ada apa-apa. No cake, no tumpeng, no party, dan no hadiah boneka blonde yang bisa menangis.
Never! Karena bapakku pegawai negeri, eselon tinggi tapi nggak korupsi. Gajinya ya yang dikasih pemerintah saja. No more. No special cake or gifts untuk birthday-ku.
Ingat wajah sumringah beliau, berjalan dengan gagah pagi-pagi sudah berangkat ke Istana Negara. Bapakku kerja di Setneg (Sekretaris Negara), kantornya sebelah Bina Graha. Dari rumah 30 menit.
Beliau rajin ikut upacara 17-an dan kemudian pulang cepat-cepat dan jam 10 pagi, ketika meriam didentumkan di Istana Presiden RI (zaman Bapak Suharto), bapakku langsung teriak, “Alhamdulillah, Fifi lahir!!”
Baca juga: Alasan Orang Telat Ada Dua
Kemudian beliau tertawa-tawa menggandeng tanganku dan tak lama sim salabim ada mainan ayam-ayaman warna kuning yang kalau dipencet bisa lompat-lompat. Hadiah tanpa bungkus kado.
Kemudian bapak mengajak aku keliling Roxy. Dari jembatan lima sampai Roxy bolak-balik naik becak. Melihat rumah-rumah dipasang bendera, meriah kata bapak, “Lihat… semua orang merayakan ulang tahun kamu.”
Aku percaya dan bangga. Walau di meja makan tetap tak ada apa-apa. Tapi sekarang aku suka naik becak mengenang waktu kecil bersama bapak naik becak.
Sekarang aku baru sadar. Uang bapak banyak untuk habiskan biaya sekolah tujuh anaknya termasuk aku. Ya masuk Trisakti adalah jatah sekolah terakhir. Kemudian, pembiayaan bapak terakhir adalah untuk pernikahanku.
“Selesai sudah tugas Bapak,” demikian bisiknya ketika aku serahkan ijazah S1 Trisakti dengan nilai lumayan kurang.
Kehebatan Bapak dan Mama dari Waktu Masih Kecil
Bapak nggak berikan aku banyak kemewahan tapi beliau memberikan aku pendidikan hidup yang luar biasa. Aku begini karena peran bapak yang sangat besar.
Bapak, lucu dan tegas. Memberi nama yang pernah bikin aku malu setengah mati. Semua orang pasti tanya, “Ulang tahun 17 Agustus ya? Dapat hadiah apa dari presiden?”
Ih, sampai petugas imigrasi senyum-senyum. Dari sejak aku sekolah SD, SMP, SMU sampai aku kuliah S2 di Malaysia dan persiapan S3 di Australia. Namaku jadi pertanyaan. Nama asliku; Proklawati Jubilea, bukan Fifi.
Dulu malu banget, apalagi di sekolah dipanggil Prok. Prok lalu biar keren ditambahin Proqie. Ada juga yang iseng memanggil aku dengan tepuk tangan saja. Sebal deh.
Kemudian Jubilea yang artinya 25 tahun (1945-1970, kan 25 tahun), dari asal kata Jubiliem (bahasa Perancis). Aku baru sadar, bapakku thinking skillnya tinggi. Kasih nama saja pakai mikir njlimet gitu.
Sekarang aku nggak malu punya nama ini. Karena jarang yang pakai nama ini. Apalagi nama Jubilea. Di Australia semua teman bule, dosen bule bilang, “WHAT A BEAUTIFUL NAME!” dengan mata terbelalak.
Coba cari di google yang nama Jubilea itu cuma aku seorang di Indonesia ini, kayaknya. Bapak memang hebat. Segalanya bagiku.
Lalu pasti bertanya, “Kok bisa dipanggil Fifi?”
Yaa ibuku dulu suka Fifi Sumanti, penyanyi terkenal era 70-an. Jadi beliau panggil aku Fifi, my nickname, my famous name.
Kata siapa ‘apalah arti sebuah nama?’. Bagiku nama mengandung arti. Makasih Bapak, love you Mama. Burst in tears right now. I am nothing without you. You are always in my heart. In my doa.
“Terima kasih, telah membuat aku ada.”
In memorian almarhum dan almarhumah Erman Tirasondjaja dan Lyani. Al Fatihah.
Website: