IDUL Fitri datang setelah Ramadan berlalu. Inilah hari raya umat Islam yang gegap gempitanya bisa dikatakan tertinggi dari hari raya lainnya.
Bagi generasi salaf, Idul Fitri seperti pemutus kenikmatan mereka beribadah habis-habisan di Bulan Ramadan. Karena Ramadan menjanjikan bonus pahala yang luar biasa termasuk malam Lailatul Qadar yang tidak ada di bulan-bulan lain.
Namun begitu, mereka menjadikan momen Idul Fitri untuk saling mendoakan. Mereka saling berucap saat dalam perjumpaan satu sama lain, “Taqabbalallahu minna wa minkum. Wa taqabbal, ya Kariim.” Semoga Allah menerima segala amal ibadah kita (selama Ramadan).
Tak ada pesta makan dan minum. Tak ada juga pameran busana baru nan modis dan mewah. Yang ada hanya saling doa agar Ramadan yang berlalu tidak pergi dengan sia-sia.
Bagaimana dengan kita? Rasanya, ada sedikit perbedaan. Umumnya kita tentu begitu gembira dengan berakhirnya Ramadan.
Dengan berakhirnya Ramadan, berarti berakhir pula larangan makan dan minum di siang hari. Berakhir pula shalat tarawih yang kerap membuat letih.
Yah, seperti itulah keadaan umumnya umat di akhir zaman ini. Dan kita ada di tengah-tengah arus budaya seperti itu.
Sulit rasanya bisa memahami ucapan Nabi tentang pengandaian tentang Ramadan. Nabi mengatakan, sekiranya manusia tahu fadhilah bulan Ramadan, niscaya mereka akan mengharapkan Ramadan berlangsung sepanjang tahun.
Bagaimana mungkin bisa mengharapkan sepanjang tahun, satu bulan saja sudah seperti dalam keadaan yang menyiksa. Semoga tidak seperti keadaan kita semua.
Kadang, kita menyaksikan Idul Fitri menjadi momen pelampiasan. Seolah apa yang dilarang di Ramadan yang baru saja berlalu, harus dilampiaskan di Idul Fitri ini. Sekali lagi, semoga Allah melindungi kita dari keadaan seperti itu.
Idul Fitri sebenarnya hari raya berbuka puasa. Idul Fitri berasal dari dua kata. Id yang artinya hari raya. Dan fitri yang artinya berbuka puasa.
Di hari itu, Islam melarang siapa pun untuk tetap melaksanakan ibadah puasa. Seolah sebagai sebuah keseimbangan baru untuk kebaikan fisik dan jiwa manusia.
Hanya untuk hari itu. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyunnahkan untuk kembali berpuasa selama enam hari.
Nabi bersabda, “Siapa yang berpuasa Ramadan, kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, baginya (pahala) puasa selama setahun penuh.” (HR. Muslim)
Hari Raya Idul Fitri sejatinya hanya sebagai pemutus kebiasaan pada bulan Ramadan. Silahkan makan dan minum lagi seperti biasa.
Tapi tidak sebagai pelampiasan karena seolah “terkekang” selama bulan Ramadan. Karena setelah sehari itu, kita pun berkesempatan baik untuk kembali berpuasa. Setidaknya selama enam hari.
Yuk, jaga spirit Ramadan yang satu bulan itu untuk bekal kebiasaan baik di sebelas bulan berikutnya. [Mh]