ChanelMuslim.com–Di DKI Jakarta, ada tiga masjid yang tergolong unik karena kental dengan pengaruh Tionghoa baik dari segi interior, eksterior, maupun sejarah pembangunan masjid tersebut.
Pertama, Masjid Ramlie Musofa yang terletak di Jalan Danau Sunter Raya Selatan Blok 1/10 nomor 12 C-14A RT 13/RW 16 Kelurahan Sunter Agung, Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Masjid Ramlie Musofa mulai dibangun pada 2011 dan diresmikan pada 2016 oleh H Ramli Rasidin dan Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof Nasaruddin Umar.
Meskipun usianya bukan tergolong tua, masjid ini menarik karena arsitekturnya yang berbeda dari kebanyakan masjid pada umumnya. Bangunannya megah menyerupai Taj Mahal dan dilengkapi ukiran tulisan China di dinding-dinding masjid.
Saat Ramadan, tempat ini kerap dijadikan destinasi wisata religi oleh masyarakat. Bangunan masjid menyerupai Taj Mahal yang ada di India. Gaya arsitekturnya menimbulkan rasa nyaman bagi pengunjung untuk betah berlama-lama di masjid itu.
Selain itu, masjid terletak di dekat jalan raya sehingga memudahkan masyarakat untuk berkunjung atau sekadar beristirahat hingga menghabiskan waktu menjelang buka puasa.
Kedua, Masjid Babah Alun yang berlokasi di daerah Papanggo, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Masjid ini berbeda dengan masjid kebanyakan. Jika pada umumnya masjid dibangun masyarakat di sebuah pekarangan atau komplek perumahan, Masjid Babah Alun ini malah persis berada di bawah tol di kawasan Tanjung Priok, Jakarta Utara.
[gambar2]
Masjid Babah Alun (foto: inilah.com)
Selain berada di tempat yang tidak lazim, masjid ini juga memiliki bangunan bercorak Tionghoa.
Salah seorang pengurus Masjid Babah Alun, Ustaz Muntaha, mengatakan fakta tersebut memperlihatkan bahwa masjid dibangun dengan adanya perpaduan antara Islam dan budaya Tionghoa.
Di sekeliling masjid banyak ditemukan kaligrafi dengan tulisan arab. Kemudian terdapat pula terjemahan dari kaligrafi tersebut dalam bahasa mandarin. Hal ini bertujuan agar orang-orang Tionghoa dapat memahami makna kaligrafi dengan bahasa mereka saat mengunjungi masjid ini.
Selain itu, kata dia, kaligrafi yang terpampang dalam dua bahasa perpaduan antara dua budaya itu juga dapat dilihat dari struktur bangunan masjid yang berbentuk segi delapan.
Segi delapan merupakan salah satu simbol yang identik dengan kemenangan umat Islam dalam sejarah Umar bin Khattab menaklukkan Kota Palestina.
Selain itu, dalam bangsa Tionghoa, simbol segi delapan juga bermakna kemenangan.
Awalnya, lokasi bangunan ini merupakan tempat pembuangan sampah. Atas dasar tujuan mengubah lingkungan kumuh menjadi asri, sekaligus meningkatkan ketaatan umat untuk beribadah, seorang mualaf keturunan Tionghoa, Muhammad Jusuf Hamka, mewakafkan hartanya untuk membangun masjid.
Pada siang hari hingga menjelang waktu berbuka puasa, kawasan masjid ini cukup ramai didatangi pengunjung sebagai tempat beristirahat dan area bermain anak-anak.
Pemandangan masjid yang beratapkan jalan tol terlihat cukup menarik karena syiar menyebarkan agama Islam tidak memandang tempat atau lokasi.
Ketiga, Masjid Lautze yang terletak di kawasan Sawah Besar, Jakarta Pusat.
[gambar1]
Masjid Lautze
Pada umumnya masjid atau tempat ibadah umat muslim memiliki sebuah menara atau kubah sebagai suatu penanda. Namun, hal itu tidak akan dijumpai pada Masjid Lautze.
Bangunan masjid ini sepintas terlihat lebih menyerupai sebuah kelenteng, namun peruntukkannya adalah tempat beribadah umat Islam di sekitar kawasan Sawah Besar.
Bangunan yang berjejeran dengan pertokoan itu memiliki warna merah dan kuning mencolok sehingga kesan Tionghoa terlihat jelas. Sebagai penanda masjid, di depan bangunan tertulis “Yayasan Haji Karim Oei”.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pengunjung apabila menjadikan Masjid Lautze sebagai destinasi wisata salah satunya jadwal kedatangan.
Berdasarkan informasi yang dikumpulkan, nama masjid ini memiliki makna guru atau orang yang dihormati.
Semoga wisata religi ke ketiga masjid tersebut menambah keimanan para pengunjung. [ind/Antara]