ChanelMuslim.com – HIDAYAH
Ketika masih belajar di kelas 3 Madrasah Ibtidaiyah (MI) tahun 1972, saya sering dilatih berpidato dan tampil di panggung.
Naskah pidato dibuatkan oleh ustadz Abdullah, _Allahu yarham,_ seorang guru yang bersahaja dan memiliki ilmu yang dalam. Beliau lulusan Pesantren Tebu Ireng, Jawa Timur.
Naskah ditulis tangan oleh beliau sebanyak 3 halaman buku tulis. Alhamdulillah, sungguh bersyukur saya menjadi murid beliau. Semoga pahala Allah terus mengalir untuknya.
Saya disuruh menghafal teksnya dan dilatih berulang-ulang hingga tidak ada kalimat yang terlupa. Yang masih saya ingat beberapa kalimat pembuka iini:
الحمد لله الذي ارسل رسوله بالهدى ودين الحق ليظهره على الدين كله و كفى بالله شهيد ا
اشهد ان لا اله الا الله و اشهد ان محمد رسول الله
Atau kalimat:
الحمد لله الذي هدانا لهاذا وما كنا لنهتدي لولا ان هداناالله
Atau kalimat ini:
من يهدالله فلا مضل له ومن يضلل فلا هدي له
Selama tiga tahun sejak kelas 3 sampai lulus MI, setahun 2 kali dalam acara malam _imtihan_ dan acara Maulid Nabi , saya mengulang-ulang kalimat pembuka itu. Dulu, saya melakukannya untuk menaati perintah guru, tanpa memahami apa arti dan maksud kalimat pembuka dan isi pidato. Pokoknya saya patuh pada perintah guru. Tentu patuh pada perintah yang baik-baik.
Belakangan, saya merasakan manfaat dari latihan pidato ini sebagai cara membangun kepercayaan diri dan terampil bicara di depan publik. Alhamdulillah.
Semakin bertambah umur dan pengalaman hidup, Allah memberikan pemahaman tentang makna _’hidayah’_ (petunjuk). Dalam kalimat pembuka itu ada kata _’huda’_ maksudnya sama dengan hidayah.
_’Huda’_ yang bermakna petunjuk ini ada di dalam beberapa surat Al-Qur’an, yang masyhur dan selalu dibaca berulang terutama dalam shalat, yaitu di surat Al-Fatihah ayat 6.
اهدنا الصراط المستقيم
_”Tunjukilah kami jalan yang lurus”_
Apa hubungan cerita masa kecil dilatih belajar pidato dengan judul tulisan? Subhanallah, inilah fenomena yang sering kita temukan.
Antara nilai dalam kitab suci yang disampaikan dengan praktek amal sehari-hari terdapat jarak yang jauh, sejauh jarak langit dan bumi.
Seorang yang memahami ilmu agama sedang diajak berbicara kemudian ia meninggalkan orang dihadapannya yang sedang bicara padanya, padahal isi pembicaraannya adalah nasihat kebaikan. Adakah ini adab yang baik ?Apakah Ini yang dimaksud seseorang yang tidak mendapatkan hidayah?
Tingginya ilmu seseorang seharusnya berbanding lurus dengan perilakunya. Semakin tinggi ilmu seseorang, (logikanya) semakin baik perilakunya. Faktanya, tidak selalu demikian. Perilaku seseorang ditentukan juga oleh faktor ‘hati’. Suasana hati turut menentukan amal atau perilaku. Jika hati senang, ia akan lakukan pekerjaan seberat apapun dengan ringan, namun jika hati sedang susah, maka pekerjaan seringan apapun akan terasa berat.
Jika hati tertutup oleh penyakit, maka sulit bagi hati memberikan dorongan untuk amal atau perilaku yang sehat. Penyakit hati itu antara lain riya, iri, dengki (hasad), ujub (kagum pada diri sendiri), sombong (tidak mau menerima nasihat dan meremehkan orang lain), merasa paling benar, dan lain sebagainya.
فِيْ قُلُوْبِهِمْ مَّرَضٌ ۙ فَزَادَهُمُ اللّٰهُ مَرَضًا ۚ وَلَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ ۙ بِۢمَا كَانُوْا يَكْذِبُوْنَ (*)
_”Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah menambah penyakitnya itu dan mereka mendapat azab yang pedih karena mereka berdusta.”_
(QS. Al-Baqarah 10)
Dalam salah satu kalimat pembuka di atas _’man yahdillahu fala mudhilla lahu, waman yudhlil falaa haadiya lahu’_ bermakna _’siapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka tidak ada satupun yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang disesatkan olehNya, maka tidak ada satupun yang mampu memberinya petunjuk.’_
Betapa mahalnya hidayah, sebuah keutamaan dari Allah yang sering luput dari perhatian kita.
Jika terasa di hati ini bergetar mendengar ayat-ayat Allah dibacakan ketika sendiri atau dalam keramaian itu tanda sinyal hidayah bersemayam di dalam dada.
Indikator lain bahwa hidayah itu merasuk ke dalam hati adalah keikhlasan dalam beramal. Seseorang sangat mudah tergelincir ketika hati tidak ikhlas. Ibnu Al-Jauzi mengatakan _”orang yang tergelincir hanyalah orang yang tidak ikhlas.”_
Allah Yang Maha Mengetahui tentang ciptaanNya memerintahkan kita shalat yang di dalamnya ada kewajiban membaca surat Al-Fatihah, agar hambaNya selalu memohon petunjuk ke jalan yang lurus, jalan orang yang mendapat nikmat dari golongan para Nabi, _shiddiqin, syuhada_ dan _shalihin._
وَمَنْ يُّطِعِ اللّٰهَ وَالرَّسُوْلَ فَاُولٰٓئِكَ مَعَ الَّذِيْنَ اَنْعَمَ اللّٰهُ عَلَيْهِمْ مِّنَ النَّبِيّٖنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَآءِ وَالصّٰلِحِيْنَ ۚ وَحَسُنَ اُولٰٓئِكَ رَفِيْقًا (*)
_”Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul (Muhammad) maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang diberikan nikmat oleh Allah, (yaitu) para nabi, para pencinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.”_
(QS. An-Nisa’ 69)
Inilah kefahaman itu yang menurut para ulama, hidayah itu ada 4;
1. Hidayah _thobi’iyah_ (alamiah) yaitu petunjuk Allah yang diberikan kepada semua anak manusia dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya. Contoh, bayi baru lahir langsung (refleks) ingin menyusu.
2. Hidayah _masya’ir_ (instink) yaitu petunjuk Allah yang diberikan kepada hewan. Contoh, jika ikan paus diberi makan tiap hari maka ikan paus ini menjadi patuh kepada si pemberi makan.
3. Hidayah akal, yaitu petunjuk yang Allah berikan kepada manusia hingga manusia mampu berfikir dan mengubah sesuatu dari A menjadi B. Contoh, manusia mampu mengolah tanah liat menjadi keramik lantai yang indah. Hidayah akal ini diberikan kepada semua manusia tanpa melihat agama, suku, bangsa atau ras manapun.
4. Hidayah _Diin_ (agama), yaitu petunjuk yang Allah berikan kepada siapa yang Dia kehendaki berupa keimanan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, nilai-nilai kebenaran, mudah menerima nasihat, berakhlak mulia dan semua sifat-sifat baik.
اِنَّكَ لَا تَهْدِيْ مَنْ اَحْبَبْتَ وَلٰـكِنَّ اللّٰهَ يَهْدِيْ مَنْ يَّشَآءُ ۗ وَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ (*)
_”Sungguh, engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki, dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.”_
(QS. Al-Qasas 56)
Wallahu a’lam bisshawwab.
@wirianingsih
—–
Rujukan :
_”Tazkiyyatun Nafs”,_ Sa’id Hawa
_”Minhajul Qashidin”,_ Ibnu Qudamah
Catatan Ustadzah Wiwi Wirianingsih di Akun Facebook nya @wiwiwirianingsih pada Rabu, 14 Februari 2018