ChanelMuslim.com- Bu Nina patut bersyukur karena bisa memiliki rumah sendiri. Walau tidak sampai seratus meter per segi, rumah baru Bu Nina di bilangan komplek itu terasa nyaman. Tinggal bersama suami, tiga anak, dan satu ipar; keluarga Bu Nina mulai adaptasi.
Sebagai orang yang lebih banyak tinggal di rumah, banyak hal yang perlu dilakukan Bu Nina mengenalkan keluarganya di lingkungan baru. Khususnya kepada ibu-ibu satu erte.
Bu Nina menyadari kalau suaminya yang warga keturunan perlu lebih aktif mengenalkan diri. Sayangnya, kesibukan suami Bu Nina yang sering keluar kota harus diambil alih Bu Nina dengan baik.
“Suami ibu keturunan Cina, ya?” ucap Bu Erte suatu hari saat melapor.
“Ya, Bu. Maaf, suami saya gak bisa ikut, masih sibuk di luar kota,” jelas Bu Nina sambil memperlihatkan dokumen identitas keluarga.
“Muslim apa non muslim, Bu?” tanya Bu Erte lagi agak sungkan.
“Oh, muslim, Bu Erte. Nama panjangnya Dodi Lie, panggilannya Dodi,” jelas Bu Nina.
Bu Nina pun menjelaskan kalau keluarga suaminya sudah sangat lama tinggal dan menyatu dengan orang asli Indonesia. Sudah turun temurun. Orang biasa menyebutnya dengan Cina Benteng.
Satu hal lagi, Bu Nina juga menceritakan kalau ia tidak hanya tinggal bersama suami dan tiga anak mereka. Melainkan juga bersama adik ipar Bu Nina.
“Panggil Lie saja, Bu Erte,” ungkap Bu Nina ketika menjelaskan nama panggilan iparnya.
Jika melihat sepintas, orang tidak menyangka kalau Lie tidak normal seperti yang lainnya. Usianya sudah di atas tiga puluhan, badannya tegap, sehat, dan tanpa cacat fisik. Satu lagi yang siapa pun melihatnya, pasti akan menganggap Lie normal-normal saja. Yaitu, pakaiannya yang selalu rapi alias perlente.
Padahal, Bu Nina merasakan betul seperti apa repotnya mengurus Lie. Mulai menyiapkan baju dan celana, mengatur pola makan dan tidur, serta mengawasi agar tidak terlalu jauh dari rumah.
Menurut suami Bu Nina, Lie sejak usia dua tahun mengalami gegar otak karena terjatuh. Akibatnya, dokter memperkirakan perkembangan otak Lie sangat dan sangat lambat. Ia hanya bisa merespon senyum, marah, dan ucapan-ucapan singkat seperti ya, tidak, mau, ogah, dan lain-lain. Selebihnya, tulalit.
Namun, ada kelebihan tersendiri dari Lie yang membuatnya cepat dikenal lingkungan erte. Lie murah senyum kepada siapa pun, suka membantu orang yang merasa berat ketika mengangkat sesuatu, dan selalu berdiri di depan rumah untuk menyapa orang yang lewat.
Suatu hari, secara tertulis, Bu Erte mengundang Bu Nina atau suami untuk ikut hadir dalam pemilihan ketua erte. Sayangnya, pada saat pemilihan itu, Bu Nina dan anak-anak sedang pergi untuk menjenguk kakaknya yang sedang sakit. Mungkin pulangnya menjelang Maghrib.
Sore itu, tinggalah Lie seorang diri sambil tetap asyik menyapa orang-orang yang lewat depan rumah Bu Nina. Lie tersenyum ketika tiba-tiba orang-orang mengajaknya ke tempat pertemuan warga. “Hayo, Pak. Ikut sama-sama. Barengan yuk ke pemilihan erte!” ucap seorang bapak kepada Lie.
Lie pun mengikut saja. Ia bersama-sama para warga berangkat ke tempat pertemuan pemilihan pengurus erte.
Setibanya di rumah, Bu Nina agak panik mendapati Lie tidak berada di rumah. Saat itu, ia baru teringat kalau sore itu ada pemilihan pengurus erte. Bu Nina khawatir terjadi sesuatu terhadap Lie. Ia pun bergegas menuju tempat acara.
Dan, betapa terkejutnya Bu Nina ketika melihat Lie duduk bersama-sama sejumlah orang di depan forum warga. “Aduh, ngapain Lie duduk di depan?” gundah Bu Nina sambil mencari tahu keadaan acara.
Bu Nina mendengar seseorang berbicara, “Alhamdulillah, pengurus baru suda terpilih. Ketuanya, tetap ketua Erte lama. Hanya stafnya saja yang terlihat wajah baru. Salah satunya, Lie!”
“Waduh!” batin Bu Nina kian gusar. “Jangan-jangan…,” bisik Bu Nina sambil mencoba bergeser ke arah depan untuk memastikan tidak terjadi apa-apa dengan Lie.
“Selamat, ya Bu Nina. Adik ipar Ibu terpilih jadi salah seorang staf Erte,” ucap seorang ibu yang mempersilakan Bu Nina duduk.
Bu Nina pun memohon untuk bisa menyampaikan sesuatu ke hadapan forum. Setelah disetujui, Bu Nina menceritakan keadaan Lie yang sebenarnya.
“Maaf, bapak-bapak, ibu-ibu. Adik ipar saya ini sebenarnya tidak layak menjadi pengurus erte. Dari luarnya saja ia seperti pintar. Tapi, sebenarnya gak bisa apa-apa. Ia pernah gegar otak ketika masih kecil,” jelas Bu Nina yang disambut riuh oleh peserta pertemuan.
“Bu Nina, terima kasih penjelasannya,” ucap Bu Erte sambil meminta maaf atas kelalaian yang terjadi. “Sebenarnya, nama panjang Lie siapa, ya, Bu? Supaya kami bisa membedakan Lie yang ipar ibu dengan Lie suami ibu,” tambah Bu Erte lagi.
“Oh ya. Nama suami saya Dodi Lie. Nama panjang adik ipar saya ini Joko Lie. Tapi panggil saja Lie,” jawab Bu Nina sambil mengajak Lie pulang. (muhammad nuh)