MUROQOBAH atau pengawasan Allah (Bagian 1) ditulis oleh: K.H. Iman Santoso, Lc., M.E.i.
(Luqman berkata), “Wahai anakku! Sungguh, jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di bumi, niscaya Allah akan memberinya (balasan). Sesungguhnya Allah Mahahalus, Mahateliti.” (QS Luqman 16)
Ayat ini merupakan salah satu bentuk tarbiyatun Nafs yang terbaik dari orang tua kepada anaknya atau dari guru kepada muridnya tentang pengawasan (riqobah) dan keyakinan merasa diawasi Allah (muroqobatullah).
Allah melihat sekecil apapun kebaikan dan keburukan, walaupun tersembunyi di batu, di langit atau di bumi, di tengah malam yang gelap, di tengah laut seperti suara nabi Yunus a.s., Allah Maha Tahu, Maha Dengar dan Maha Membalas.
Dunia pendidikan, dan lebih khusus pendidikan yang berasrama atau Pesantren harus menjadikan muroqobatullah sebagai program utama dan prioritas bagi anak didik atau santrinya.
Karena siswa atau santri selama 24 jam dalam sehari ada di Pesantren atau sekolah berasrama tersebut.
Jangan sampai yang terjadi akhlak buruk sebagian santri menular pada yang lain.
Mestinya akhlak baiklah yang terus ditanamkan dan salah satunya bagaimana santri selalu merasa diawasi oleh Allah.
Dalam manajemen, baik manajemen SDM, manajemen perusahaan bahkan manajemen Negara, pengawasan atau kontrol itu sangat dibutuhkan agar menghasilkan kerja dan kinerja terbaik serta tidak terjadi penyimpangan.
Jika pengawasan manusia terhadap sesamanya saja sangat penting, bagaimana jika memiliki keimanan dan keyakinan akan pengawasan Allah?
Baca juga: Waspada Bahaya Chat AI bagi Remaja: Ketika Dunia Virtual Terasa Lebih Nyata
Menumbuhkan Muroqobah atau Pengawasan Allah
Jika kita melihat kerusakan dan kejahatan yang terjadi, maka sebab utamanya karena lemahnya pengawasan sehingga solusi utamanya adalah pengawasan.
Dan ajaran Islam, khususnya aqidah Islam dan tarbiyah Islam sangat menekankan pentingnya keimanan pada 6 rukun Iman, sehingga meyakini betul terhadap pengawasan Allah dan pengawasan mahluk-Nya, seperti malaikat dll.
Keimanan seseorang yang meyakini adanya pengawasan Allah Ta’ala dan meyakini adanya hari akhir sebagai negeri balasan atas amal baik dan buruk, akan menyebabkan orang beriman seperti ini akan terus berupaya melakukan amal baik dan meninggalkan amal buruk secara optimal dan tanpa pamrih.
Inilah puncak derajat kebaikan, yaitu seseorang sampai pada tingkat yang disebut muhsinin atau muttaqin.
Ketika Rasul saw ditanya tentang ihsan, beliau menjawab, “Engkau beribadah kepada Allah seolah engkau melihat Allah, jika engkau tidak melihat-Nya, maka Allah melihatmu.” (HR Muslim).
Demikian kuatnya pengawasan Allah sehingga orang yang ihsan, bukan hanya meninggalkan segala macam kejahatan yang diharamkan, bahkan meninggalkan segala macam yang tidak berguna,
“Dari kebaikan Islam seseorang, dia meninggalkan segala sesuatu yang tidak berguna.” (HR At-Tirmidzi)
Ibnul Mu’taz berkata:
Tinggalkan dosa yang kecil dan besar itulah taqwa, lakukanlah seperti orang yang berjalan di atas tanah yang banyak duri, ia akan berhati-hati atas apa yang dilihatnya tadi.
Janganlah remehkan dosa kecil, karena gunung-gunung itu berasal dari batu-batu kecil.[ind]