BAGAIMANA cara mencuci pakaian orang yang akrab dengan anjing? Pertanyaan: Ustaz jika ada pengusaha laundry, bagaimana cara me-laundry cucian pelanggan yang benar-benar diketahui akrab dengan anjing piaraannya?
Jawaban Ustaz Farid Nu’man Hasan, S.S. sebagai berikut.
Dari empat madzhab, yang paling ketat adalah Syafi’iyah. Bahwa anjing itu najis keseluruhannya, baik liur, bulu, kulit, dan seluruh yang ada pada anjing.
Yang paling longgar adalah Malikiyah, bahwa anjing seluruhnya suci, baik liur, bulu, kulit, dan lainnya, kecuali bangkainya dan kotorannya.
Ada pun Hanafiyah dan Hambaliyah mengatakan, yang najis hanyalah liur, adapun kulit, bulu, tidaklah najis.
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إِذَا شَرِبَ الْكَلْبُ فِي إِنَاءِ أَحَدِكُمْ فَلْيَغْسِلْهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ
“Jika seekor anjing minum di bejana kalian, maka cucilah tujuh kali.”
(HR. Bukhari No. 172, Muslim No. 279).
Hadits ini dimaknai oleh Syafi’iyah, najisnya liut, ada pun bagian tubuh lainnya diqiyaskan dengan liur, yaitu apa yang keluar dari pori-pori anjing adalah najis sebagaimana liur keluar dari mulutnya.
Baca Juga: Hukum Memelihara Anjing di Rumah
Mencuci Pakaian Orang yang Akrab dengan Anjing
Sementara Malikiyah menganggap hadits itu tidak ada kaitan dengan najisnya anjing, tapi terkait dengan ketaatan atas perintah nabi, sifatnya ta’aabudi (peribadatan) yang mesti diikuti, bukan karena liurnya najis.
Karena anjing oleh syariat juga boleh dipakai buat berburu, dan boleh dijadikan penjaga ternak dan kebun.
Maka, jika najis tentu akan memberatkan dan kontradiksi, di satu sisi najis tapi ternyata dibolehkan buat membantu sebagian keperluan manusia.
Sementara, Hanafiyah dan Hambaliyah, mengatakan hadits ini menunjukkan najis liurnya saja, sebab tidak menunjukkan tubuh lainnya.
Ditambah lagi pada zaman nabi anjing bolak balik berjalan di masjid nabi, dan oleh para sahabat nabi tidak diusir dan tidak disiram bekas tapak kakinya. Itu alasan mereka.
Maka, untuk pemilik laundry yang punya anjing, bagi yang mengikuti mazhab Maliki, tentu sama sekali tidak masalah.
Atau bagi yang mengikuti Hanafi dan Hambali pun juga demikian, sampai benar-benar meyakinkan bahwa orang itu dijilat-jilat oleh anjingnya, dan liurnya itu memang mengenai pakaian.
Jika tidak, dan tidak ada bukti, maka tidak usah memberatkan diri mencari-cari tahu untuk membuktikannya.
Jika kita mengikuti pendapat Syafi’iyah bahwa itu najis seluruhnya, maka, sikap yang hati-hati adalah tidak memanfaatkan jasa laundry di situ.
Tapi, jika terpaksa pun tidak masalah selama kita meyakini bhwa orang itu tidak mengalami najisnya anjing saat mencuci pakaian kita, sampai benar-benar terbukti.
Demikian. Wallahu a’lam.[ind]