HUKUM shalat tarawih bagi muslimah, di masjid atau di rumah? Ustaz, saya mau bertanya, apakah boleh perempuan shalat tarawih di rumahnya
sedangkan sunnahnya shalat tarawih itu dilaksanakan secara berjamaah di masjid?
Oleh: Ustaz Farid Nu’man Hasan
Jawaban: Untuk wanita, baik masa wabah atau bukan, shalat di rumah lebih afdol, baik shalat wajib atau sunnah, bukan hanya boleh tapi memang itulah yang lebih utama.
Berikut keterangan lebih jelasnya.
Baca Juga: Shalat Tarawih di Rumah pada Masa Wabah
Hukum Shalat Tarawih bagi Muslimah
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
لَا تَمْنَعُوا إِمَاءَ اللهِ مَسَاجِدَ اللهِ
Janganlah kalian melarang hamba-hamba Allah yang wanita terhadap masjid-masjid Allah. (HR. Al Bukhari No. 900, dari Ibnu Umar)
Dalam hadits lain:
وخير صفوف النساء آخرها وشرها أولها
Sebaik-baiknya shaf bagi wanita adalah yang paling belakang dan yang terburuk adalah yang paling depan. (HR. Muslim No. 440, dari Abu Hurairah)
Maka, dua hadits ini menunjukkan bahwa wanita dibolehkan shalat di masjid. Selama tetap menjaga adab-adab Islam.
Tetapi, memang lebih utama di rumah, hal ini berlaku baik shalat wajib dan shalat sunnah.
Hal ini berdasarkan pada hadits berikut:
صَلاَةُ الْمَرْأَةِ فِى بَيْتِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلاَتِهَا فِى حُجْرَتِهَا وَصَلاَتُهَا فِى مَخْدَعِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلاَتِهَا فِى بَيْتِهَا
“Shalatnya wanita di rumahnya lebih utama daripada shalatnya di kamar rumahnya, dan shalat seorang wanita di ruang kecil khusus untuknya lebih utama baginya daripada di ruangan lain di rumahnya.”
(HR. Abu Dawud 570. Al Hakim, No. 757, katanya: shahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim)
Baca Juga: Dapatkan Pahala Tarawih Semalam Suntuk
Lebih Utama Shalat di Masjidil Haram
Tetapi, jika sedang di Mekkah maka shalat di Masjidil Haram lebih utama dibandingkan di rumahnya.
Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu berkata:
مَا لِامْرَأَةٍ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهَا فِي بَيْتِهَا، إِلَّا فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ
Tidak ada yang lebih utama bagi shalat wanita dibanding di rumahnya, kecuali di masjidil haram. (Akhbar Makkah Lil Fakihi, 1204)
I’tikafnya kaum wanita di masjid saat 10 malam terakhir Ramadan adalah sunah, sebagaimana kaum laki-laki, hanya saja terikat oleh syarat.
Dari ‘Aisyah Radiallahu ‘Anha:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ
Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam beri’tikaf pada 10 hari terakhir bulan Ramadan sampai beliau diwafatkan Allah, kemudian istri-istrinya pun I’tikaf setelah itu.
(HR. Bukhari, No. 2026, Muslim No. 1171, Abu Daud No. 2462. Ahmad No. 24613, dan lainnya)
Syaikh Al Albani Rahimahullah mengomentari hadits ini:
وفيه دليل على جواز اعتكاف النساء أيضا ولا شك أن ذلك مقيد بإذن أوليائهن بذلك وأمن الفتنة والخلوة مع الرجال للأدلة الكثيرة في ذلك والقاعدة الفقهية : درء المفاسد مقدم على جلب المصالح
Dalam hadits ini terdapat dalil bolehnya I’tikaf bagi wanita juga, dan tidak ragu bahwa kebolehan itu terikat dengan izin para walinya, atau aman dari fitnah,
dan aman dari berduaan dengan laki-laki lantaran banyak dalil yang menunjukkan hal itu, juga kaidah fiqih: menolak kerusakan lebih diutamakan dibanding mengambil maslahat.
(Qiyamur Ramadhan, Hlm. 35. Cet. 2. Maktabah Islamiyah, ‘Amman. Jordan)
Baca Juga: Ini 7 Kegiatan Itikaf agar Tetap Semangat Raih Keberkahan Malam Lailatul Qadar
Aturan saat Wanita I’tikaf di Masjid
Selain itu, hendaknya wanita I’tikaf di masjid yang memungkinkan dan kondusif bagi mereka.
Berkata Syaikh Wahbah Az Zuhaili Hafizhahullah:
وإذا اعتكفت المرأة في المسجد، استحب لها أن تستتر بشيء؛ لأن أزواج النبي صلّى الله عليه وسلم لما أردن الاعتكاف أمرن بأبنيتهن، فضربن في المسجد، ولأن المسجد يحضره الرجال، وخير لهم وللنساء ألا يرونهن ولا يرينهم.
“Jika wanita I’tikaf di masjid, dianjurkan dia membuat penutup dengan sesuatu, karena para isteri Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika hendak i’tikaf, Beliau memerintahkan mereka untuk menjaga diri,
lalu mereka mendirikan kemah di masjid, karena masjid dihadiri kaum laki-laki, dan itu lebih baik bagi mereka (kaum laki-laki) dan bagi wanita, sehingga kaum laki-laki tidak melihat mereka dan sebaliknya.”
(Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu, 3/125)
Jadi, ada beberapa rambu:
Izin kepada suami atau wali bagi yang masih gadis
Kondisi masjid kondusif untuk bermalamnya wanita di masjid, aman dari fitnah, aman dari pandangan laki-laki, atau khalwat (bersepi-sepi) dan ikhtilat (campur baur) dengan laki-laki.
Demikian. Wallahu a’lam.[ind]