PARA fuqoha berbeda pandangan terhadap masalah keluar rumah bagi perempuan yang sedang menjalani masa iddah, baik bagi suaminya yang meninggal atau bagi perempuan yang ditalak suaminya. Prof.Dr. Wahbah Zuhaili dalam Fiqh al Islam wa Adillatuhu merangkumnya sebagai berikut:
1. Mazhab Hanafi membedakan antara perempuan yang ditalak dengan perempuan yang ditinggal mati suaminya. Bagi wanita yang ditalak suaminya, diharamkan keluar rumah di siang hari ataupun di malam hari Berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala surat at Thalaq ayat satu.
Sedangkan bagi perempuan yang suami nya meninggal dunia, tidak boleh keluar di malam hari, namun diperbolehkan keluar di siang hari untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya, apalagi untuk mencari nafkah. Beda halnya dengan perempuan yang ditalak, nafkahnya masih ditanggung oleh suaminya, jadi tidak perlu keluar rumah.
Bagi perempuan yang ditalak suaminya tidak boleh keluar rumah pada masa iddahnya, termasuk melakukan perjalanan haji wajib.
Ini semua dalam kondisi pilihan, dalam kondisi darurat, perempuan dalam masa iddah boleh keluar rumah dan boleh pindah tempat tinggal apabila ada kemudharatan di rumah tempat di di talak.
Baca Juga: Perempuan Cerdas untuk Lelaki Pintar
Hukum Keluar Rumah bagi Perempuan yang Sedang Menjalani Masa Iddah
2. Mazhab Maliki dan Hambali membolehkan perempuan dalam masa iddah untuk keluar rumah secara mutlak karena darurat atau adanya alasan tertentu. Boleh keluar di siang hari untuk memenuhi kebutuhannya, baik perempuan yang suaminya wafat atau yang di thalak suaminya.
Jabir berkata: “ Bibiku ditalak tiga, maka dia pergi keluar untuk memetik kurmanya, lalu dia bertemu dengan seorang laki-laki yang mencegahnya untuk melakukan perbuatan tsb. Maka dia adukan hal ini kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliaupun bersabda:
Keluarlah kamu, maka petiklah kurmamu, mudah-mudahan kamu bisa bersedekah darinya, atau kamu lakukan perbuatan baik. (HR. Nasa’I dan Abu Daud)
Seorang istri yang suaminya mati syahid pada perang Uhud mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Ya Rasulullah, kami kesepian di malam hari, maka apakah kami boleh menginap di rumah salah seorang dari kami. Jadi ketika kami bangun di pagi hari kami segera pulang ke rumah kami? Rasulullah pun menjawab:
“Berbincanglah kalian di rumah salah satu dari kalian, sehingga ketika kalian ingin tidur, maka masing-masing dari satu orang kembali ke rumahnya.”
Jadi siang hari boleh keluar rumah untuk memenuhi kebutuhan dan mencari nafkah, maka malam hari mesti di rumah.
3. Mazhab Syafi’I tidak membolehkan perempuan yang dalam masa iddahnya untuk keluar rumah secara mutlak, baik perempuan yang di talak suaminya ataupun yang suaminya wafat. (QS. At Thalak ayat 1)
Dari Furai’ah binti Malik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Diamlah di rumahmu yang dijadikan sebagai tempat melayat suamimu, sampai datang masa berakhirnya iddah. (HR. Ahmad, at Tirmizi).
Jadi kesimpulannya, anda boleh keluar rumah bekerja memenuhi kebutuhan hidup dengan menjaga diri dari fitnah, tidak bersolek atau berdandan. Keluar rumah hanya untuk kepentingan darurat saja.
Wallahu a’lam
Pemateri: Ustadzah Herlini Amran, MA.