ChanelMuslim.com – Buat kamu yang sudah mempersiapkan liburan, berikut ini Adab dan Fiqh Liburan yang wajib kamu baca, dijelaskan oleh Ustaz Abdullah Haidir.
Libur telah tiba. Banyak yang bersiap-siap hendak berlibur atau mudik ke kampung halaman. Moga catatan ini dapat menambah “bekal”.
1. Persiapkan bekal mental sebagaimana kita mempersiapkan bekal materi.
Karena mudik biasanya membutuhkan persiapan ekstra dan menempuh perjalanan panjang, sedangkan safar, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, adalah ‘Sebagian dari azab.’
Keletihan dan berbagai problema sebelum, selama dan sesudah perjalanan, pastinya tidak terhindarkan.
2. Usahakan menyertakan keluarga jika memungkinkan.
Hal tersebut akan semakin menghangatkan hubungan keluarga disamping dapat menjadi pendamping yang dapat memberikan bantuan dalam safar.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam selalu mengajak salah seorang isterinya, bahkan kadang lebih dari satu isterinya, dalam setiap perjalanan.
Atau upayakan jangan safar seorang diri, tapi ada teman pendamping yang dapat saling membantu dan mengingatkan dalam kebaikan.
Setan lebih dekat kepada orang yang sendiri, semakin banyak orangnya, setannya semakin menjauh.
3. Para wanita secara khusus hendaknya melakukan safar dengan didampingi mahramnya.
Sebagaimana pesan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam masalah ini.
Perdebatan wajib tidaknya mahram di antara para ulama, semestinya tidak membuat seseorang menganggap remeh masalah tersebut, kecuali jika ada kondisi khusus dan mendesak.
4. Selesaikan urusan-urusan pribadi yang berkaitan dengan orang lain, jika memungkinkan.
Seperti mengembalikan barang titipan, melunasi utang, memenuhi janji-janji, dll. Kalaupun tidak mungkin, sedapatnya meminta maaf dan minta izin kepada orang yang bersangkutan, sambil mempertegas kewajiban-kewajiban yang belum tertunaikan.
Baca Juga: Wisata Bogor Curug Cipamingkis, Cocok untuk Liburan Akhir Tahun
Adab dan Fiqh Liburan
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, ketika hendak berangkat hijrah, tidak hanya menugaskan Ali bin Abi Thalib untuk tidur di tempat tidurnya dengan tujuan mengelabui kaum kafir Quraisy yang hendak membunuhnya, tapi beliau juga menugaskannya untuk mengembalikan barang-barang yang dititipkan kepadanya dari masyarakat Mekah.
5. Jika ada tanggung jawab terkait dengan tugas pekerjaan atau kedudukan, hendaknya jangan pergi sebelum tugasnya tersebut dilimpahkan dengan jelas kepada orang lain.
Banyak kesulitan yang didapati orang-orang yang membutuhkan karena pelimpahan tugas yang tidak jelas.
Juga termasuk kebiasaan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, setiap kali akan pergi ke luar kota Madinah, beliau melimpahkan tugas kepemimpinan kepada salah seorang shahabatnya untuk menunaikan tugas-tugas di Madinah.
6. Beritahu orang-orang terdekat tentang rencana safar tersebut seraya meminta doa keselamatan atau saling mendoakan serta menyampaikan harapan-harapan serta keinginan-keinginan.
Di samping secara sosial hal tersebut akan menambah kedekatan dan kehangatan hubungan sosial kita, dibanding misalnya jika seseorang melakukan safar begitu saja tanpa pesan.
7. Jangan lupa persiapkan oleh-oleh yang layak diberikan kepada kerabat.
Tidak harus mahal, tapi cukup sebagai untaian kasih sayang dan persaudaraan. “Hendaklah kalian saling memberi hadiah, maka kalian akan saling mencintai….” Begitu sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
Perhatikan dan praktikkan zikir-zikir dan doa yang terkait dengan safar, seperti ucapan yang dibaca kepada orang yang ditinggalkan, doa naik kendaraan, doa safar, doa ketika singgah, dll.
8. Perbanyak doa
Secara umum disunahkan memperbanyak doa karena saat safar termasuk waktu yang mustajabah (terkabulnya doa).
9. Lebih utama jika safar dimulai pada pagi hari, karena Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam biasanya apabila mengirim pasukan, beliau melepasnya pada pagi hari.
Di samping itu, waktu pagi adalah waktu yang didoakan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mendapatkan keberkahan.
Namun hal ini bukan berarti selain waktu tersebut akan mendatangkan kesialan apabila kita melakukan safar.
Justru keyakinan seperti ini (adanya waktu-waktu sial untuk memulai safar) adalah keyakinan keliru dan menjurus kepada kesyirikan.
Termasuk keyakinan syirik apabila seseorang mengurungkan safarnya karena tanda-tanda yang dia yakini mendatangkan kesialan, seperti jika melihat burung terbang ke kiri dan semacamnya, hal ini dikenal dengan istilah tathayyur.
10. Perhatikan pula ketentuan ibadah dalam safar, khususnya terkait keringanan (rukhshah) shalat dalam safar.
Seperti kapan mulai shalat qashar jamak, bagaimana caranya dan beberapa kasus yang terjadi. Intinya, shalat tidak boleh ditinggalkan dalam safar, namun di sana ada keringanan yang diberikan syariat.
Setibanya di kampung halaman, kalau memungkinkan disunnahkan shalat dua rakaat sebelum tiba di rumah. Dapat dicari masjid terdekat. Sebagaimana halnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam biasa melakukannya.
11. Shalat sunah dua rakaat sebelum tiba di rumah, dipahami oleh para ulama sebagai pemberian tahu akan kedatangan.
Jangan sampai seseorang pulang ke kampungnya halamannya, tidak ada seorang pun yang diberitahu sebelumnya, ‘ujug-ujug’ tahu-tahu sudah ada di depan pintu. Hal ini tentu tidak layak.
12. Upayakan sedapat mungkin mengunjungi kerabat; terutama orang tua, para saudara, paman atau bibi, kakek dan kerabat jauh.
Inilah yang paling tepat dikatakan silaturrahim, yaitu menyambung hubungan kepada orang-orang yang memiliki kekerabatan dan pertalian darah.
Semakin dekat kekerabatannya, semakin kuat tuntutan silaturhim kepadanya. Jangan sampai sudah ke rumah sahabat dan berjalan-jalan ke sana-sini, sebelum kita mendatangi para kerabat.
Apalagi jika lokasinya dekat dan mudah dijangkau. Jika kerabat tersebut terkesan memutuskan hubungan, justru nilai silaturrahim yang hakiki, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, adalah manakala kita berusaha menyambung hubungan sementara kerabat kita berusaha memutuskannya.
13. Jika orang tua sudah meninggal, jangan lupa berziarah ke kuburnya, mendoakan dan memohonkan ampunan untuknya.
Selebihnya termasuk bagian birrulwalidain kepada orang tua yang sudah meninggal, hendaknya kita mengunjungi orang yang dekat dengan orang tua kita semasa hidupnya, sebagaimana hal tersebut Rasulullah katakan.
14. Hindari sikap, perkataan dan penampilan yang memberi kesan bahwa kita memiliki kelebihan di hadapan kerabat, apalagi tindakan yang nyata-nyata menunjukkan kesombongan, baik dalam urusan dunia maupun agama.
Kedepankan sikap ramah, tawadu, merasa perlu dengan raut muka berseri dan penuh perhatian. Hindari sejauh-jauhnya tindakan yang memberi kesan meremehkan atau yang dapat mengundang ketersinggungan.
15. Jangan lupa tetap dalam aktivitas ibadah dan dakwah di kampung halaman.
Agar masa liburan kita tidak melulu berisi dengan kegiatan senang-senang dan hura-hura, tapi juga bernilai ibadah dan dakwah.[ind]