KONSELOR Keluarga sekaligus Founder Wonderful Family Institute, Cahyadi Takariawan menjelaskan bahwa suami istri jangan hanya bisa menuntut hak.
Dalam kehidupan berumah tangga, ada hak dan kewajiban yang mengikat pada suami dan istri.
Kewajiban suami adalah hak istri, dan kewajiban istri adalah hak bagi suami.
Jika suami telah menunaikan kewajiban, hak istri akan terpenuhi.
Demikian pula jika istri telah menunaikan kewajiban, hak suami akan terpenuhi.
Yang menjadi masalah apabila suami dan istri saling menuntut hak dari pasangan.
Suami menuntut haknya dari istri, dan istri menuntut haknya dari suami.
Mereka hanya menuntut dipenuhinya hak, sementara tidak menunaikan kewajiban kepada pasangan.
Sikap seperti ini disebut sebagai curang, karena tidak adil dan tidak seimbang.
Islam sangat memperhatikan keadilan dan keseimbangan dalam segala sesuatu.
Maka seluruh bentuk ketidakadilan mendapatkan kecaman dan ancaman.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
View this post on Instagram
Tidak tanggung-tanggung, ancaman Allah kepada pelaku kecurangan sangatlah keras.
Sangat mengerikan, membuat bulu kuduk serasa berdiri ketakutan. Perhatikan firman Allah Ta’ala berikut,
وَيْلٌ لِّلْمُطَفِّفِينَ ﴿١﴾ الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ ﴿٢﴾ وَإِذَا كَالُوهُمْ أَو وَّزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ ﴿٣﴾ أَلَا يَظُنُّ أُولَـٰئِكَ أَنَّهُم مَّبْعُوثُونَ ﴿٤﴾ لِيَوْمٍ عَظِيمٍ ﴿٥﴾ يَوْمَ يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ ﴿٦﴾ – ﴿المطففين : ١-٦﴾
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang; (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, pada suatu hari yang besar, (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam.” (QS Al-Muthaffifin : 1-6).
Apakah ayat-ayat di atas hanya berlaku dalam dunia takar menakar dan jual beli?
Apakah ayat di atas hanya membicarakan soal timbangan yang biasa dipakai para pedagang di pasar?
Mungkin kita membayangkan timbangan yang diganjal, timbangan yang dipalsukan, timbangan yang tidak ditera, dan lain sebagainya.
Suami Istri Jangan Hanya Bisa Menuntut Hak
Baca juga: Kecuali Pengantin Baru, Suami Istri Tetap Boleh Bercumbu Saat Puasa
Ternyata, makna ayat di atas sangat luas. Tidak hanya terkait dengan jual beli dan takar menakar barang.
Dalam kitab tafsir “Li Yaddabbaru Ayatih” dari Markaz Tadabbur dijelaskan, bahwa sahabat Salman Al-Farisi berkata, “Shalat adalah takaran, barangsiapa menyempurnakanya, maka dia akan disempurnakan, dan barangsiapa berlaku curang, maka kalian telah mengetahui apa yang (Allah) firmankan mengenai orang-orang yang berlaku curang”.
Markaz Taddabur menilai, ini adalah salah satu kehebatan ilmu orang salih terdahulu dalam memaknai ayat-ayat Al-Qur’an.
Salman Al-Farisi menjadikan makna ancaman yang ada dalam surah ini untuk siapapun yang berlaku curang walaupun bukan dalam persoalan jual beli.
Selanjutnya, Markaz Taddabur menjelaskan, { وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ } diturunkan atas perlakuan orang-orang yang berbuat curang pada timbangan dan takaran dalam jual beli.
Akan tetapi makna yang terkandung di dalamnya juga berlaku bagi siapa saja yang berbuat curang di luar perkara tersebut.
Sebagai contoh, sesorang memiliki tanggung jawab dalam suatu kepentingan dia memberikan kemudahan kepada pihak tertentu dan tidak memberikannya pada pihak lain.
Atau dia mementingan keperluan dirinya saja tanpa memikirkan nasib orang lain.
Atau sesorang tidak memuji satu pihak tertentu seperti yang disampaikan kepada pihak lainnya yang pada hakikatnya mereka adalah satu kepentingan.
Dalam kaitan dengan interaksi suami istri, ayat inipun bisa diberlakukan.
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin menjelaskan, meskipun ayat ini berkaitan dengan orang yang berjual-beli dengan timbangan sebagai contoh yang diberikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, namun ayat ini juga mengenai pasangan suami-istri.
Kalau ada seorang istri yang hanya bisa menuntut, tidak menunaikan kewajibannya sebagai istri, maka terkena ancaman ayat ini.
Sebaliknya pula, seorang suami yang hanya bisa menuntut, sementara dia tidak memperhatikan kewajiban sebagai suami, maka terancam juga dengan ayat ini.
Oleh karenanya, kedua belah pihak, tidaklayak hanya bisa menuntut haknya.
Keduanya harus menunaikan kewajiban, dan menunaikan hak pasangannya.
Ternyata, ancaman terhadap perilaku hanya bisa menuntut hak tanpa mau menunaikan kewajiban sangatlah mengerikan. Ancamannya adalah adzab akhirat.[Sdz]