SEBAGAI seorang perempuan, kita perlu untuk menjaga izzah pasangan. Perempuan memang senang sekali bercerita tentang dirinya. Sekalipun dia seorang yang introvert dan pemalu.
Ada saatnya dia ingin mengeluarkan isi hatinya pada seseorang. Sering terjadi saat perempuan-perempuan berkumpul dan bercengkrama mereka tidak canggung bercerita tentang diri mereka dan pasangannya.
Baca Juga: Menjaga Izzah dan Menutupi Aib Pasangan
Menjaga Izzah Pasangan
Dalam kitab hadits Al-Lu’lu’ Wal Marjan pada hadits ke 1590 yang dinukil dari kitab shahih Imam Bukhari pada Kitab Nikah Bab Mempergauli istri dengan baik, disebutkan perihal perkumpulan sekelompok istri yang telah bersepakat membicarakan keadaan pasangannya.
Hadits ini diriwayatkan oleh Aisyah, ia bercerita, “Pada suatu hari sedang berkumpul sebelas orang wanita. Mereka sedang duduk-duduk santai. Mereka saling sepakat dan berjanji untuk mengungkap keadaan suami mereka.
Wanita pertama mengatakan, “Suamiku adalah ibarat daging tipis yang berada di puncak sebuah gunung yang tinggi sehingga tidak mudah untuk didaki. Ia tidak gemuk sehingga bisa dipindah-pindah.”
Wanita kedua mengatakan, “Maaf aku terpaksa tidak bisa menuturkan secara rinci mengenai keadaan suamiku. Aku khawatir tidak bisa melakukan hal itu. jika sampai aku lakukan, sama halnya aku mengungkapkan aibnya.”
Wanita ketiga mengatakan, “Suamiku berpostur tinggi. Jika aku katakan hal itu terus kepadanya, ia akan menceraikan aku. Dan jika aku diamkan saja, ia pun akan meninggalkan aku.
Wanita keempat mengatakan, “Suamiku laksana cuaca di wilayah Tihamah, tidak terlalu panas dan juga tidak terlalu dingin, tidak menakutkan dan juga tidak membosankan.”
Wanita kelima mengatakan, “Jika suamiku sudah masuk rumah, ia langsung tertidur nyenyak. Tetapi jika keluar rumah, ia laksana seekor singa. Dan ia tidak pernah menanyakan sesuatu apa pun yang bukan termasuk urusannya.”
Wanita keenam mengatakan, “Jika suamiku sedang makan, semua makanan akan dihabiskannya. Jika sedang minum, semua minuman pun akan diteguknya. Dan jika tiduran, ia selalu memakai kain selimut. Namun. ia enggan memasukkan telapak tangannya karena takut diketahui kesusahannya.”
Wanita ketujuh mengatakan, “Suamiku adalah orang yang lemah syahwat dan gagap bicaranya, meski berbagai obat telah dicobanya untuk menyembuhkannya di samping itu ia adalah orang yang mudah melayangkan tangannya.”
Wanita kedelapan mengatakan, “Suamiku memiliki aroma khas seperti aroma zarnab, dan sentuhannya selembut sentuhan seekor kelinci.”
Wanita kesembilan mengatakan, “Suamiku punya kedudukan tinggi, berpostur tinggi, sangat dermawan, suka menjamu tamu, dan rumahnya dekat sekali dengan balai pertemuan.”
Wanita kesepuluh mengatakan, “Suamiku memiliki banyak unta, sebagian besar dibiarkan menderum di halaman rumah, dan yang sedang bunting baru beberapa ekor saja.
Jika unta-unta tersebut mendengar suara kecapi, mereka merasa bahwa sebentar lagi mereka akan disembelih.”
Dari kesepuluh wanita tadi, kita dapat saksikan bagaimana hanya sedikit sekali di antara para istri yang enggan membicarakan keburukan suaminya. Naifnya, dia tetap termasuk wanita yang bersepakat duduk bersama teman-temannya yang memang bersepakat membicarakan tentang (keburukan) suaminya. Tetapi, mari kita lanjutkan membaca hadits yang lumayan panjang ini.
Dan, wanita kesebelas mengatakan, “Suamiku bernama Abu Zara’. Kalian tahu, siapa itu Abu Zara? Dia lah yang memberiku makanan-makanan yang berlemak sehingga aku kelihatan gemuk.
Ia suka membangga-banggakan aku sehingga aku merasa senang. Ia tahu aku dari keluarga yang tidak mampu. Namun ia mau menerimaku dalam keluarganya yang cukup kaya.Ia tidak pernah mencela ucapanku. Setiap tidur aku bisa nyenyak sampai pagi, dan aku bisa minum sampai puas.”
Lalu Ummu Abu Zara’. Kalian tahu, siapa dia itu? Dia memiliki simpanan bahan pokok makanan yang berkarung-karung dan rumahnya sangat luas.
Lalu Ibnu Abu Zara’. Kalian tahu siapa dia itu? Dia memiliki tempat tidur yang laksana ikatan pelepah kurma. Ia sudah merasa kenyang dengan hanya memakan sebelah kaki seekor kambing.
Lalu binti Abu Zara’. Kalian tahu, siapa dia itu? Dia adalah seorang yang amat patuh terhadap kedua orang tuanya. Tubuhnya gempal dan dia adalah orang yang sangat dermawan.
Kemudian pelayan puteri Abu Zara’. Kalian tahu, siapa dia itu? Dia tidak pernah menyebarkan ucapan-ucapan yang bersifat rahasia. Dia sangat jujur sekalipun dalam soal makanan dan dia adalah orang yang sangat rajin bekerja dan tidak pernah membiarkan rumahku kotor.
Selanjutnya Ummu Zara’ mengatakan, “Pada suatu hari Abu Zara’ keluar dengan membawa bekal sebuah bejana terbuat dari kulit yang sudah diisi penuh dengan susu. Ia bertemu seorang wanita dengan dua anaknya yang laksana sepasang macam kumbang.
Mereka mempermainkan buah delima di bawah pinggang ibunya tersebut. Demi menikahi wanita itu, aku diceraikannya.
Setelah itu aku menikah lagi dengan seorang laki-laki yang cukup budiman dan cukup kaya. Kendaraannya adalah seekor kuda pilihan. Ia juga memperlihatkan kepadaku sebuah kandang yang penuh berisi unta, sapi, dan domba. Aku disuruh menikmati semua itu. kalau aku kumpulkan semua pemberiannya, maka apa yang pernah diberikan oleh Abu Zara’ kepadaku tentu tidaklah seberapa.”
Kata Aisyah, Rasulullah Shallallahu Alayhi Wasallam pernah bersabda, “Aku terhadapmu adalah seperti Abu Zara’ terhadap Ummu Zara.”
Begitulah perempuan. Tinggal kita saja yang memilih. Mau menjadi istri seperti yang nomor berapa. [MAY/Cms]