ChanelMuslim.com- Ngambek atau mutung merupakan sisi lain dari dinamika komunikasi pria dan wanita. Hal ini muncul karena adanya hambatan komunikasi. Sebabnya macam-macam. Bisa karena salah paham, bias informasi, dan satu lagi yang dominan: sifat kekanak-kanakan.
Hampir semua pasangan suami istri pernah mengalami ngambek. Bahkan pasangan orang soleh sekali pun. Karena soal ngambek bukan perkara benar salah atau baik buruk, melainkan karena adanya ego manusia. Dan, itu sangat alami alias wajar-wajar saja.
Ego mengantarkan manusia menjadi seperti sempurna: merasa benar, merasa baik, merasa cakep, dan lain-lain. Dan tidak ada manusia yang sebaliknya.
Perhatikanlah ketika seorang yang sedang bercermin. Ia perhatikan wajahnya sendiri. Ia merasa ganteng atau cantik. Semua fakta tentang wajahnya termanipulasi oleh ego. Dan, ia pun bangga dengan apa yang ia temukan dalam bayangan cermin itu.
Sepertinya ia sedang berucap, “Ah, gantengnya wajah ini.” Atau, “Wow, cantik sekali aku.”
Ego mengantarkan manusia menjadi optimis dan percaya diri. Jiwanya seperti berujar, “Ha, inilah aku. Cakep, pintar, dan hebat!”
Ego tidak hanya sekadar memanipulasi fakta untuk diri sendiri. Melainkan juga untuk disamakan kepada pihak luar dirinya. Dan orang yang paling dekat dengan dirinya adalah suami atau istri.
Dengan kata lain, ego sangat mengharapkan pihak luar dirinya memiliki respon yang sama dengan apa yang ia rasakan. Ketika respon itu tak muncul, atau adanya kesenjangan antara ego diri sendiri dengan ego pihak lain, maka akan muncullah yang disebut ngambek.
Ego dan Kecerdasan Diri
Allah swt. melengkapi manusia dengan akal dan hati. Dalam wadah inilah, cahaya hidayah berada dan menerangi seisi ruang jiwa manusia. Saat itu, ia pun menjadi cerdas.
Jadi, kecerdasan diri membimbing ego pada posisi yang positif. Adil dan tidak selalu memanipulasi fakta menjadi seperti yang diselerakan.
Ketika ada pelurusan dari pihak luar, kecerdasan diri mengajak ego untuk melangkah sesuai rel yang semestinya. Meskipun terasa berat.
Hal inilah yang membedakan orang dewasa dengan anak-anak. Karena anak-anak belum memiliki kecerdasan diri. Kalau egonya merasa terhambat, ia akan berontak. Ia tidak melihat jalan keluar dari konflik ego dalam dirinya. Kecuali, berusaha untuk menjebol hambatan itu. Dan kalau tidak berhasil, pilihan jalannya adalah ngambek.
Jadi, bukan ngambek yang harus diperangi. Tapi, bagaimana menularkan kecerdasan diri kepada orang lain itulah yang utama. Bukan ngambek anak yang harus disalahkan dan digugat, tapi bangun kecerdasan diri anak secara bijak.
Membangun kecerdasan diri tidak bisa menghasilkan perubahan yang instan. Butuh waktu. Dan butuh kesabaran.
Ketika seorang anak dimarahi ayah atau ibunya ketika ia sedang ngambek, sang anak tidak mencerna apa pun yang diucapkan ayah ibunya. Kecuali, ia sedang merasakan ayah ibunya menghambatnya, bahkan mungkin memusuhinya.
Kalau pun ngambeknya berhenti, bukan karena ia paham dengan isi marah ayah ibunya. Tapi karena ia takut. Suatu saat, ketika yang ia takuti tidak ada, egonya akan mengajaknya lagi untuk melakukan yang sama.
Apakah Salah kalau Ngambek?
Dalam penilaian lain, ngambek bisa dianggap sebagai indikator adanya kesenjangan antara ego dengan kecerdasan diri. Kesenjangan ini tidak melulu karena tidak adanya kecerdasan diri. Tapi karena adanya tarikan lain yang menyebabkan kecerdasan diri mengalami lemah sinyal.
Tarikan lain bisa macam-macam. Bisa karena kejenuhan dengan rutinitas yang berlangsung begitu lama, pukulan hebat dari luar diri, dan sifat kekanak-kanakan yang bisa muncul tiba-tiba.
Allah swt. mengisyaratkan kembalinya sifat kekanak-kanakan pada diri orang dewasa dalam Surah Yasin: Siapa yang Kami panjangkan umurnya, Kami kembalikan kejadiannya. (QS 36: 68)
Jadi, ada titik puncak usia manusia bersama dengan potensinya. Setelah itu, ia akan kembali lagi seperti awal kejadiannya: lemah dan berkurang kecerdasan diri. Ego tidak pernah berkurang, tapi kecerdasan bisa mengalami kelemahan. Saat itulah, ngambek tiba-tiba menjadi dominan.
Sebab lain yang juga tidak kalah intensnya adalah faktor setan. Dari pintu egolah, setan mencoba ambil alih kendali jiwa dan diri manusia.
Orang soleh yang luar biasa tingkat ibadahnya, tidak dibisikkan setan dengan mencoba-coba melakukan maksiat. Tapi, setan membangkitkan egonya setinggi mungkin sehingga ia merasa bangga dengan ibadahnya.
“Luar biasa, Anda, wahai orang soleh. Rasanya, tidak ada orang di kampung ini yang bisa shalat malam seperti Anda. Tidak ada orang di sekitar sini yang bisa berinfak sebanyak Anda. Anda hebat. Sangat hebat!” seperti itulah bisikan setan di saat kesendiriannya.
Jika setan berhasil, orang soleh itu akan merasa bangga diri. Ia pun akan menceritakan rasa bangganya itu kepada orang lain. Telah terjadi pergeseran, dari bangga di hadapan Allah menjadi bangga kepada manusia.
Bayangkan jika setan membisikkan ego untuk merasa lebih daripada pasangan. “Andalah yang paling berjasa dalam rumah tangga ini. Andalah yang paling Lelah. Andalah yang paling pantas mendapat pujian.” Dan seterusnya.
Jika ini yang terus terjadi, tak ada cara lain kecuali minta pertolongan kepada Allah dengan berdoa dan banyak berzikir.
Namun, jika ngambek bukan muncul dari dominasi ego olahan setan seperti itu, mungkin masih tergolong wajar. Suatu saat, ketika kecerdasan diri bangkit lagi, ngambek pun akan hilang dengan sendirinya. (Mh/bersambung)