ChanelMuslim.com – Selain sembako dan barang tambang, jasa pendidikan atau sekolah juga akan dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Hal ini didasarkan pada draf Rancangan Undang-Undang Revisi UU No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Baca Juga: Sembako akan Dikenai PPN 12 Persen, ini Daftar Barangnya
Jasa yang Dikenai PPN selain Jasa Pendidikan
Dilansir Detik News Kamis, (10/6/2021) Rencana pemungutan PPN dalam jasa pendidikan tertuang dalam Pasal 4A.
Pasal tersebut menghapus jasa pendidikan sebagai jasa yang tidak dikenai PPN.
Selain itu, terdapat jasa-jasa lainnya yang juga dikenai PPN.
Jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa pengiriman surat dengan perangko, jasa keuangan, dan jasa asuransi.
Selain itu, jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan, jasa angkutan umum di darat dan di air, jasa angkutan udara dalam dan luar negeri.
Kemudian, jasa tenaga kerja, jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam, serta jasa pengiriman uang dengan wesel pos juga termasuk.
Baca Juga: Kenaikan PPN, Pemerintah Jangan Cederai Rasa Keadilan Rakyat
Tanggapan Sri Mulyani Terkait Sekolah akan Dikenai PPN
Menanggapi hal ini, Sri Mulyani, Menteri Keuangan Republik Indonesia mengaku bingung memberikan penjelasan karena seharusnya draf rencana tidak bocor ke publik sebelum ditetapkan.
Dilansir dari cnnIndonesia.com Kamis, (10/6/2021) Secara etika politik, seharusnya draf rencana aturan pajak itu tidak bocor ke publik sebelum Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan langsung ke DPR.
Setelah itu, draf tersebut akan dibahas antara pemerintah dan DPR melalui komisi bersangkutan, yaitu Komisi XI.
Apaila pembahasan final dan kebijakan bisa dinyatakan menjadi aturan, barulah pemerintah memberikan penjelasan dan sosialisasi ke publik.
Oleh sebab itu, situasi saat ini menjadi kikuk karena informasi yang ada hanya setengah-setengah.
Namun, Sri Mulyani menegaskan bahwa kebijakan ini tidak akan dilakukan dalam waktu dekat.
Baca Juga: Pasca Arab Saudi Tetapkan Pajak PPN, Ini Komentar Komisaris Royal Indonesia Travel
Pemerintah Dinilai Bertindak Paradoks
Walau seperti itu, rencana ini sudah menuai banyak komentar dari berbagai pihak, salah satunya Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G).
P2G menilai pemerintah bertindak paradoks jika sekolah, dari SD hingga SMA dikenai pajak.
Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriawan Salim awalnya menduga yang dimaksud dalam draf merupakan pendidikan nonformal.
Contohnya adalah jasa bimbingan belajar.
Namun, Satriawan menilai bahwa memajaki lembaga yang bergerak di jasa pendidikan ini juga tak pantas.
Alasannya adalah karena lembaga tersebut juga bergerak untuk memajukan kehidupan bangsa lewat pendidikan.
“Bagi saya, memajaki pendidikan nonformal pun dipajaki juga tidak pantas.
Lembaga pendidikan nonformal pun juga memberikan jasa pendidikan juga buat orang tua untuk memajukan kehidupan bangsa,” tuturnya.
Saat ini, P2G sedang mencermati draf RUU ini karena khawatir munculnya klausul komersialisasi pendidikan seperti di UU Cipta Kerja muncul lagi. [Cms]