ChanelMuslim.com- Berikut bagian kedua dari dua tulisan dengan judul Dana Haji dan Kepercayaan Publik bagian kedua.
Oleh: Jumari Suyudin, Peneliti Center for Indonesian Reform (CIR)
Komunikasi dan Transparansi
Dengan banyaknya informasi negatif yang berkembang di masyarakat terkait penggunaan dana haji, seharusnya pemerintah bisa melakukan konfirmasi dan klarifikasi secara cepat, tepat dan terukur disertai bukti, agar berita tersebut tidak berkembang menjadi liar, dan masyarakat mendapatkan informasi yang jelas. Agar masyarakat, khususnya calon jemaah haji tetap memiliki kepercayaan kepada pemerintah, ada beberapa hal yang pemerintah bisa lakukan:
Pertama, komunikasi menjadi faktor penting untuk meluruskan berita negatif yang berkembang. Sering kita lihat pemerintah gagap menanggapi berbagai kritik atau isu negatif terkait isu publik. Permasalahan pembatalan haji harus dijelaskan seterang mungkin, baik melalui pendekatan struktural dengan menggerakan aparat biroktrasi dan juga berkomunikasi secara persuasif serta tentunya disertai dengan bukti-bukti. Agar komunikasi bisa berhasil dan maksimal, pemerintah dapat bekerjasama dengan lembaga sosial keagamaan seperti Nahdlatul Ulama, Muhamadiyah, Persis, Mathlaul Anwar, PUI dan lembaga-lembaga keagamaan lainya, serta dengan para tokoh terpercaya. Hal ini terkait kepercayaan masyarakat, butuh upaya serius dari permerintah.
Kedua transparansi menjadi isu utama pengelolaan dana haji. Masyarakat, terutama calon jamaah haji yang sudah menyetorkan uangnya berhak mendapatkan informasi yang gamblang, bagaimana nasib uang yang sudah di setor selama ini. Karena banyak informasi yang beredar di masyarakat dan juga disuarakan tokoh publik, bahwa dana haji sudah digunakan untuk membiayai pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah, seperti untuk membangun jalan tol, bandar udara, pelabuhan dan lainnya.
Banyak jejak digital menjadi bukti terkait dugaan itu, bahkan disampaikan sendiri oleh Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Pemerintah harus segera memberikan klarifikasi, bukan malah membantah seperti yang kita lihat selama ini, dan menyatakan hoaks. Padahal, bersumber dari pernyataan ambigu adalah petinggi pemerintahan sendiri, sehingga publik bertanya: pernyataan mana dan siapa yang bisa dipegang? Lebih ironis lagi, anggota DPR yang seharusnya mewakili kegelisaan rakyat, justru memposisikan diri seperti jubir pemerintah, bahkan menantang debat kepada tokoh publik yang kritis.
Itu mencederai amanat rakyat. Seharusnya DPR sebagai lembaga menampung keluhan para calon jemaah haji untuk kemudian disuarakan kepada pemerintah. Kalau memang dana haji tersebut telah digunakan untuk pembangunan infrastruktur, pemerintah harus berterus-terang kepada public. Masyarakat akan memahami, walaupun mungkin dengan perasaan terpaksa.
Ketiga, lakukan audit. Kita tidak bisa melarang ingatan kolektif bahwa banyak dana publik yang telah dikorupsi, semisal korupsi dana bantuan sosial, fee ekspor benur, dan lainnya. Kita juga tidak bisa melarang publik berasumsi, jika dana haji dipakai untuk pembangunan infrastruktur, lalu banyak pembangunan yang kemudian mangkrak dan tidak memberikan keuntungan secara siknifikan. Seperti pembangunan bandara, pelabuhan, waduk, bahkan jalan tol pun yang belum optimal. Masyarakat sudah tahu banyak fasilitas publik yang diswastanisasi atau dijual, tetapi sampai sekarang belum laku.
Adalah wajar bila calon jamaah haji khawatir uang mereka tidak kembali karena dipakai untuk pembangunan infrastruktur yang mangkrak. Audit dana haji penting dilakukan guna menjawab keraguan dan ketidakpercayaan publik. Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Anggito Abimanyu telah memastikan bahwa dana haji aman. Dana tersebut kini diinvestasikan dan ditempatkan pada bank-bank syariah dan dikelola dengan prinsip syariah yang aman, serta pemerintah juga mempersilahkan kepada para calon jemaah haji untuk mengambil kembali dana yang sudah disetorkan.
Namun hal itu belum mampu menutupi keraguan dan ketidakpercayaan masyarakat. Sumber ambiguitas adalah pernyataan awal Presiden dan Wakil Presiden bahwa dana haji dapat digunakan untuk membiayai pembangunan infrastruktur. Audit keuangan BPKH dan audit kinerja Kemenag terkait penyelenggaraan haji menjadi keharusan, baik dilakukan BPK maupun auditor independen, kemudian dipublikasikan secara luas. Hal itu mungkin menjawab keraguan publik karena problem utama pemerintah saat ini adalah kepercayaan! [Mh]