Tafsir surat Al-Ikhlas ayat 1 dan 2 berisi tentang keesaan Allah. Allah itu Maha Esa. Oleh sebab itu, hanya kepada Allah tempat bergantung segala sesuatu.
Baca Juga: Tiga Waktu Istimewa Membaca Surat Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Naas
Tafsir Surat Al-Ikhlas Ayat 1 dan 2, Allah Tempat Bergantung Segala Sesuatu
Allah ta’ala berfirman:
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ
Katakanlah: “Dialah Allah, Yang Maha Esa.” (Q.S. Al-Ikhlas: 1)
Faedah dari ayat ini:
1. Firman Allah “Qul” di sini maksudnya perintah untuk menyatakan dengan lisan dan juga menyatakan dengan hati, yaitu meyakininya.
2. Di antara nama-nama Allah adalah “Allah” dan “Al Ahad“.
3. Allah itu Maha Esa dalam rububiyah, dalam uluhiyyah dan dalam al asma was shifat.
Allah itu Maha Esa dalam rububiyah artinya Allah satu-satunya Rabb yang menciptakan, menguasai dan mengatur alam semesta beserta isinya.
Allah itu Maha Esa dalam uluhiyah artinya Allah satu-satunya ilah (sesembahan) yang berhak dan boleh diibadahi oleh makhluk.
Allah itu Maha Esa dalam al asma was shifat artinya Allah satu-satunya Dzat yang memiliki nama-nama yang husna (mencapai puncak kebagusan) dan sifat-sifat yang ula (mencapai puncak kesempurnaan).
4. Sebab turunnya ayat ini adalah ketika orang musyrikin berkata kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
انسُبْ لنا ربَّك
“(Wahai Muhammad) sebutkan sifat Rabb-mu kepada kami.” Kemudian turunlah ayat ini. (HR. Tirmidzi no 3364, dihasankan oleh Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi).
5. Surat ini dinamakan surat Al Ikhlas karena memerintahkan kita untuk mengesakan Allah dalam ibadah, itulah hakikat ikhlas.
Dan konsekuensinya, tidak boleh kita berbuat syirik kepada Allah dengan mempersembahkan ibadah kepada selain Allah.
اللَّهُ الصَّمَدُ
Allah adalah tempat bergantung segala sesuatu. (Q.S. Al-Ikhlas: 2)
Faedah dari ayat ini:
1. Di antara nama Allah adalah ash Shamad.
2. Ibnu Abbas, Mujahid, Al Hasan Al Bashri menafsirkan ash Shamad, artinya:
الذي ليس بأجوف, ولا يأكل ولا يشرب
“Dzat yang tidak memiliki kerongkongan, sehingga Ia tidak butuh makan atau minum.”
3. Ikrimah menafsirkan ash Shamad artinya:
الذي لا يخرج منه شيء
“Dzat yang tidak ada satu pun yang keluar dari kuasa-Nya.”
4. Ubay bin Ka’ad dan Abul ‘Aliyah menafsirkan ash Shamad artinya:
الذي لم يلد ولم يولد
“Dzat yang tidak melahirkan dan tidak dilahirkan.”
5. Qatadah menafsirkan ash Shamad artinya:
الباقي الذي لا يفنَى
“Yang abadi dan tidak pernah sirna.”
6. Ibnu Abbas dan adh Dhahhak menafsirkan ash Shamad artinya:
الذي يصمد إليه في الحاجات
“Dzat yang semua kebutuhan bergantung pada-Nya.”
7. Kaidah tafsir: ketika suatu ayat ada beberapa penafsiran dari para salaf, yang tidak saling bertentangan, maka semua tafsiran tersebut kita benarkan.
Wallahu a’lam [Cms]
t.me/fawaidquran