ChanelMuslim.com – Rajin berdzikir dan menyelisihi perbuatan setan adalah salah satu kiat agar tidak diganggu setan. Berikut penjelasan selengkapnya ditulis oleh Ustaz Muhammad Abduh Tuasikal.
Kiat berikutnya agar tidak diganggu setan adalah rajin berdzikir dan menyelisihi perbuatan setan.
Memperbanyak Dzikir
Yang patut direnungkan adalah ayat berikut,
قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ (1) مَلِكِ النَّاسِ (2) إِلَهِ النَّاسِ (3) مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ (4) الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ (5)
“Katakanlah: “Aku berlidung kepada Rabb (yang memelihara dan menguasai) manusia. Raja manusia. Sembahan manusia. Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia.” (QS. An-Naas: 1-5)
Dalam Al-Kalim Ath-Thayyib, Ibnu Taimiyah menyebutkan bahwa kita diperintahkan oleh Allah untuk berdzikir. Fungsi dzikir adalah seperti seseorang yang mengusir musuhnya dengan cepat.
Sampai-sampai jika musuh itu datang pada benteng, maka akan terlindungi. Demikianlah fungsi dzikir bagi diri. Diri seseorang akan semakin terlindungi hanyalah dengan dzikir pada Allah.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Jika keutamaan dzikir hanyalah ini, tentu seorang hamba akan terus membasahi lisannya dengan dzikir pada Allah Ta’ala dan terus teguh dengan dzikir tersebut. Karena yang dapat melindunginya dari musuh (yaitu setan, pen.) hanyalah dengan dzikir.
Musuhnya pun baru bisa menyerang ketika ia lalai dari dzikir. Musuh tersebut baru akan menangkap dan memburunya ketika ia lalai dari dzikir.
Namun jika dirinya disibukkan dengan dzikir pada Allah, musuh tersebut akan bersembunyi, menjadi kerdil dan hina.
Sampai-sampai ia seperti burung pipit atau seperti lalat (binatang kecil yang tak lagi menakutkan, pen.). Karenanya setan memiliki sifat waswasil khannas.
Maksudnya, menggoda hati manusia ketika manusia itu lalai. Namun ketika manusia mengingat Allah, setan mengerut (mengecil).” (Al-Wabil Ash-Shayyib, hlm. 83)
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata,
الشَّيْطَانُ جَاثَمَ عَلَى قَلْبِ اِبْنِ آدَمَ فَإِذَا سَهَا وَغَفَلَ وَسْوَسَ فَإِذَا ذَكَرَ اللهَ تَعَالَى خَنَّسَ
“Setan itu mendekam pada hati manusia. Jika ia luput dan lalai, setan menggodanya. Jika manusia mengingat Allah, setan akan bersembunyi.”
(HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf 13: 469-470, Adh-Dhiya’ dalam Al-Mukhtar 10: 367 dengan sanad yang shahih)
Baca Juga: Waktu Dzikir itu di Setiap Waktu dan Keadaan
Rajin Berdzikir agar Tidak Diganggu Setan
Di antara bukti lainnya adalah dengan dibacakannya ayat kursi setan bisa menjauh.
Setan berkata, “Biarkan aku. Aku akan mengajari suatu kalimat yang akan bermanfaat untukmu.” Abu Hurairah bertanya, “Apa itu?”
Ia pun menjawab, “Jika engkau hendak tidur di ranjangmu, bacalah ayat kursi ‘Allahu laa ilaha illa huwal hayyul qoyyum …‘ hingga engkau menyelesaikan ayat tersebut.
Faedahnya, Allah akan senantiasa menjagamu dan setan tidak akan mendekatimu hingga pagi hari.”
Abu Hurairah berkata, “Aku pun melepaskan dirinya dan ketika pagi hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya padaku, “Apa yang dilakukan oleh tawananmu semalam?”
Abu Hurairah menjawab, “Wahai Rasulullah, ia mengaku bahwa ia mengajarkan suatu kalimat yang Allah beri manfaat padaku jika membacanya. Sehingga aku pun melepaskan dirinya.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apa kalimat tersebut?” Abu Hurairah menjawab, “Ia mengatakan padaku, jika aku hendak pergi tidur di ranjang, hendaklah membaca ayat kursi hingga selesai yaitu bacaan ‘Allahu laa ilaha illa huwal hayyul qoyyum’.
Lalu ia mengatakan padaku bahwa Allah akan senantiasa menjagaku dan setan pun tidak akan mendekatimu hingga pagi hari. Dan para sahabat lebih semangat dalam melakukan kebaikan.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Adapun dia kala itu berkata benar, namun asalnya dia pendusta. Engkau tahu siapa yang bercakap denganmu sampai tiga malam itu, wahai Abu Hurairah?”
“Tidak”, jawab Abu Hurairah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Dia adalah setan.” (HR. Bukhari no. 2311).
Baca Juga: Bacaan Dzikir Agar Terlindung dari Gangguan Setan Ketika Keluar Rumah
Menyelisihi tingkah laku setan
Contoh, menyelisihi tingkah laku setan dalam hal makan. Setan makan dengan tangan kiri, kita diperintahkan makan dengan tangan kanan.
Dalam Shahih Muslim disebutkan sebuah riwayat,
إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَأْكُلْ بِيَمِينِهِ وَإِذَا شَرِبَ فَلْيَشْرَبْ بِيَمِينِهِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَأْكُلُ بِشِمَالِهِ وَيَشْرَبُ بِشِمَالِهِ
“Jika seseorang di antara kalian makan, maka hendaknya dia makan dengan tangan kanannya. Jika minum maka hendaknya juga minum dengan tangan kanannya, karena setan makan dengan tangan kirinya dan minum dengan tangan kirinya pula.” (HR. Muslim no. 2020, Bab Adab Makan-Minum dan Hukumnya)
Setan juga memberi dan menerima sesuatu dengan tangan kiri. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لِيَأْكُلْ أَحَدُكُمْ بِيَمِينِهِ وَلْيَشْرَبْ بِيَمِينِهِ وَلْيَأْخُذْ بِيَمِينِهِ وَلْيُعْطِ بِيَمِينِهِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَأْكُلُ بِشِمَالِهِ وَيَشْرَبُ بِشِمَالِهِ وَيُعْطِى بِشِمَالِهِ وَيَأْخُذُ بِشِمَالِهِ
“Hendaklah salah seorang di antara kalian makan dan minum dengan tangan kanannya, juga mengambil dan memberi sesuatu dengan tangan kanannya karena setan itu makan dan minum dengan tangan kiri, begitu pula memberi dan mengambil sesuatu dengan tangan kiri.”
(HR. Ibnu Majah no. 3266. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Setan tidak biasa tidur qailulah, yaitu tidur sebentar menjelang Zhuhur. Sedangkan kita diperintahkan untuk tidur qailulah. Disebutkan dalam hadits dari Anas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قِيْلُوْا فَإِنَّ الشَّيَاطِيْنَ لاَ تَقِيْلُ
“Tidurlah di tengah hari (qailulah) karena setan tidak tidur qailulah.”
(HR. Abu Nu’aim dalam Ath-Thibb 1: 12 dan Akhbar Ash-bahan 1: 195 dari jalur Abu Daud Ath-Thayalisi. Syaikh Al-Albani menyatakan bahwa hadits ini hasan dalam As-Silsilah Ash-Shahihah no. 1647)
Langkah terakhir yang bisa membentengi seseorang dari gangguan setan adalah taubat dan istighfar.
Baca Juga: Berlindung dari Godaan Setan yang Terkutuk, Faedah Surat An Naas
Taubat dan istighfar
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ اتَّقَوْا إِذَا مَسَّهُمْ طَائِفٌ مِنَ الشَّيْطَانِ تَذَكَّرُوا فَإِذَا هُمْ مُبْصِرُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya.” (QS. Al-A’raf: 201)
Disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim (4: 144), di antara tafsiran ayat di atas adalah ketika seseorang tertimpa dosa,
lalu ia mengingat akan hukuman Allah dan pahala besar dari Allah serta janji-Nya, ia pun bertaubat dan kembali pada-Nya.
Ia meminta perlindungan pada Allah dan kembali sesegera pada-Nya. Kemudian ia istiqamah dan berusaha terus menjadi baik.
Syaikh ‘Umar Al-Asyqar menyatakan bahwa itu menunjukkan kalau setan hampir-hampir telah menjadikan manusia dalam keadaan buta terhadap kebenaran, ia tidak bisa melihatnya karena hatinya dalam keadaan tertutup dengan syubhat dan berbagai keraguan. (‘Alam Al-Jin wa Asy-Syaithon, hlm. 175)
Berarti, kita bisa selamat dari godaan dan gangguan setan adalah dengan istighfar dan taubat. Karena dengan melakukan seperti itu barulah selamat dari kerugian sebagaimana disebutkan dalam ayat,
قَالَا رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Keduanya berkata: “Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Al-A’raf: 23).
Keduanya di sini adalah Nabi Adam dan istrinya, Hawa yang telah mendekati pohon terlarang. Mereka menyesal dan bertaubat dengan sungguh pada Allah.
Mereka nyatakan bahwa kalau Allah tidak mengampuni mereka, tentu mereka akan termasuk orang yang merugi.
Wallahu waliyyut taufiq. Semoga kita semua bisa menempuh enam langkah tersebut agar bisa terbentengi dan terlindungi dari gangguan setan. Aamiin.[ind]
Referensi: ‘Alam Al-Jin wa Asy-Syaithon. Cetakan kelimabelas, tahun 1423 H. Syaikh Prof. Dr. ‘Umar bin Sulaiman bin ‘Abdullah Al-Asyqar. Penerbit Darun Nafais.
Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim. Cetakan pertama, tahun 1431 H. Ibnu Katsir. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
sumber: rumaysho.com