ChanelMuslim.com – Nahnu Khuddamul Qur’an, Kami adalah Pelayan Al-Qur’an dijelaskan oleh K.H. Abdul Aziz Abdurrauf, Lc, al-Hafidz pada Kajian Al-Qur’an, Sabtu, 15 Januari 2022.
Kami adalah Pelayan Alquran, untuk Alquran, mau pakai kata yang lebih ekstrim pun tetap mulia. Misalnya: Pelayan Quran, buruhnya Quran, jongosnya Quran, babunya Quran.
Jongos-nya Alquran tetap mulia, karena fokus kita adalah Kalamullah.
Dari istilah saja sudah termuliakan karena di balik itu, ada keberkahan dan kehormatan, apalagi konten-kontennya.
Tentu, hal ini harus bisa membuat diri kita lebih tertarik lagi untuk menjadi pelayan Alquran.
Umat minta diajari baca, maka ajari membaca Alquran. Umat minta dibantu dalam menghafal, maka bantu untuk menghafal. Ini adalah salah satu bentuk pelayanan.
Bila umat secara iman atau pikiran belum terwarnai, minimal jiwa raganya sudah tersirami Alquran sehingga bisa menjadi bibit-bibit Ahlul Quran, bibit dakwah, bibit penegak Alquran.
Siapa saja yang berada di posisi Khodimat Alquran (pelayan Alquran), yakinlah bahwa posisi ini adalah pilihan dari Allah.
Kok bisa? Ketika melihat diri sendiri, siapa kita?
Kurang ilmu, kurang iman, kurang takwa, kurang pendidikan, tapi sekarang dalam posisi pelayan Alquran, dari mana kalau bukan dipilih Allah?!
Seperti yang disebut dalam Fatir ayat 32: Orang yang mau hidup bersama Alquran bahkan menghidupkan Alquran untuk umat, yang berarti ia adalah pelayan Alquran, yang tidak mungkin tanpa rekayasa Allah untuk dirinya.
Maka sungguh aneh bila ada orang yang tidak menghargai takdir Rabbani untuk dirinya.
Ada orang yang mengaitkan posisi pelayan Quran dengan rezeki.
Jadi Guru Quran tidak bisa kaya, tidak menjanjikan pendapatan besar. Maka katakan: yakinlah rezeki pendapatan sepenuhnya dari Allah.
Jadi guru Quran bikin miskin, tidak bakal punya mobil. Katakan: ini pemahaman waswas yang dibuat oleh syeitan.
Tidak ada hubungannya miskin atau kaya dengan Guru Quran.
Miskin kaya sudah ada SOP-nya dari Allah.
Jangan sampai gara-gara ini, Allah cabut status pelayan Quran dari diri kita.
Status pelayan Quran Allah cabut, kaya juga tidak Allah takdirkan. Akhirnya, tidak dapat dua-duanya.
Kalau mau kaya, tinggal minta saja kepada Allah, yakin bahwa rezeki di tangan Allah sepenuhnya.
Ada orang yang tidak tamat SD tapi kekayaannya milyaran, tapi ada juga profesor yang belum ditakdirkan kaya.
Jangan kait-kaitkan peran pelayanan dengan kehidupan dunia. Syetan yang suka membuat perasaan waswas akan kemiskinan.
Padahal begitu banyak orang sholeh yang rezekinya melimpah ruah.
Artinya Allah katakan dalam surat Al Isra, soal kekayaan Allah beri pada semua orang.
Sholeh atau tidak, bisa kaya bisa miskin. Pejabat atau bukan, bisa kaya bisa miskin.
Kita bersyukur, betul-betul menghargai peran yang Allah pilih untuk kita.
Peran pelayanan-pelayanan yang lain tetap berpahala tak terputus, tapi tidak bisa disamakan dari sisi bentuk keberkahan atau kemuliaannya.
Namun bentuk pelayanan di bidang lain tetap kita hormati karena dakwah ini membutuhkan semuanya.
Jika berada di posisi pelayan Alquran merasa diistimewakan sehingga tidak pernah ada rasa ingin resign (berhenti).
Alkisah, ada orang yang memelihara 100 kucing, ia urus makannya, tempatnya, kotorannya, dan lain-lain. Apakah ini bukan pelayanan? Apakah ada pahalanya?
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Barang siapa memperhatikan makhluk hidup itu ada pahalanya.
Tentu beda menjadi pelayan kucing dengan pelayan Alquran.
Ada pula orang yang mau merawat orang gila. Orang gila dikasih makan tiap hari, dan lain-lain.
Apakah tidak membuat kita bersyukur bahwa kita tidak perlu serepot itu, mengurus orang gila yang kotor bau, marah-marah, suka memukul, tapi tetap saja orang yang melayaninya sabar.
Dan Allah selalu menghadirkan orang-orang yang mau mengurusi orang gila.
Tapi tidak juga membuat kita merasa: “Saya lebih keren, saya lebih mulia.”
Ini semua hanya perbandingan saja, untuk kita syukuri bukan untuk dibangga-banggakan.
Apabila tidak kita syukuri, Allah Maha Kuasa untuk mencabut nikmat ini.
Umat berkata: “Saya tidak sreg diajari dia, saya tidak mantap diajari dia, bila Allah sudah cabut nikmat status pelayan Quran.”
Meski mengunggul-unggulkan: “Saya pemegang banyak sanad”, “Saya hafal ini itu”, “Saya juara di kompetisi Quran”.
Namun di balik semua itu, ada kepercayaan dari Allah. Kamu mau omong apa saja, tetap saja umat tidak tertarik.
Ini bukti bahwa peran pelayan Quran adalah peran Robbani.
Saat Allah tahu ada potensi kebaikan (khoir), Alquran juga disebut Khoir, maka kita pelakunya, hamba-hambanya disebut Khoiron.
Ilustrasinya: Bila di sebuah kampung ada perempuan yang di damba-dambakan, maka ia dijuluki si Mawar.
Kebalikannya, bila Allah tidak beri khoir dalam diri, maka ketika ia diperdengarkan Alquran, ia berpaling, ia kapok.
Apa yang harus semakin meyakinkan kita bahwa peran pelayan Quran adalah peran yang luar biasa? Karena Alquran ini adalah Kalamullah.
Memang kenapa kalau Kalamullah? Berarti kita sedang mengenalkan umat kepada Tuhan.
Andaikan cuma mengajarkan bacanya saja, baca huruf alif, ba, ta, tsa sudah otomatis berada dalam proses mengenalkan manusia kepada Tuhannya, meng-klik-kan manusia dengan penciptanya.
Dengan mengajarkan alif ba ta, sudah sekian banyak jiwa raga yang tersirami oleh ayat-ayat Allah.
Apa sih untungnya anak umur 2 tahun bisa bilang ‘Alhamdulillah’, toh dia juga tidak mengerti dengan yang diucapkan?
Meski anak tersebut tak paham, namun sesungguhnya ia sudah berinteraksi dengan penciptanya.
Akrabkan anak-anak dengan Allah melalui kalam-Nya.
Kan percuma mengajar anak kecil, sampai di rumah, ia menonton TV lagi, main Hape lagi, dirusak sama TV dan Hapenya.
Baca Juga: Pelajar Muslim AS Dianugerahi Beasiswa “Pelayanan Di Atas Diri Sendiri”
Kami adalah Pelayan Al-Qur’an
Ini memang kondisi yang selalu ada, tapi yakinlah bahwa peran yang dimiliki Alquran lebih dahsyat dibandingkan dengan apa yang kita khawatirkan.
Yang penting: Intensitas Alqurannya tinggi.
Ilustrasinya: Seorang kakek menyuruh cucunya mengambil air dengan wadah anyaman yang kotor.
Berkali-kali cucu berusaha, namun air yang diperoleh sedikit karena wadahnya berbentuk anyaman sehingga bocor.
Ketika hal ini dikeluhkan kepada kakek, kakeknya menjawab:
Meski air yang diperoleh sedikit, lihat perbedaan wadah anyaman yang dipakai untuk mengambil air, yang tadinya kotor sekarang sudah bersih.
Begitulah jiwa manusia, sekotor apapun jika dialiri oleh ayat-ayat Alquran, jiwa tersebut akan bersih karena air lebih deras dari kotoran.
Dalam banyak ayat, Alquran sering diumpamakan bagai air, contohnya di surat An Nahl.
Memang kalau sudah akrab dengan Quran, lalu apa? Bisa jadi, kita orang pertama yang melakukan peletakan dasarnya/pembibitannya.
Ketika anak belajar mengenal Allah, maka kita telah mengerjakan sebagiannya.
Andaikan sebuah bangunan, setelah kita buat peletakan dasarnya, seterusnya, ada yang akan membangun dindingnya, lalu atapnya dan seterusnya.
Metode apapun dalam mengajarkan Alquran tidak ada yang usang.
Tidak bisa kita katakan metode atau cara mengenal huruf zaman dulu sudah tidak layak lagi terbukti bahwa metode itu sudah berhasil pada ribuan orang.
Dari guru-guru kita dulu, apapun sebutannya, guru kampung, guru tradisional, dan lain-lain.
Kita belajar keikhlasan, keteguhan dan kesiapan dari segala keterbatasan dari mereka.
Yang penting, umat bisa membaca Quran.
Tidak ada gaji, tidak ada tunjangan dan fasilitas, pagi siang hari bekerja di sawah, di pasar, jadi karyawan dan lain-lain.
Sore atau malam hari kembali lagi ke mushola mengajarkan Alquran.
Sekian puluh tahun melayani ini atas pertolongan Allah.
Kalau umat sudah mengenal Allah, diajak sholat gampang, disuruh tutup aurat gampang, dan misi terbesar untuk menyadarkan umat bahwa Alquran adalah pedoman hidup dalam segala bidang.
Kalau sudah mengenal Allah dengan 2 kata saja: ‘Sami’na wa atho’na (kami dengar, kami taat). Saya siap, Bismillah.
Tapi bila belum kenal Allah, prosesnya pelan sekali bahkan untuk sekadar meyakinkan bahwa Alquran adalah pedoman hidup.
Jangan kalah dengan pelayan-pelayan Alquran zaman dulu, yang mungkin hanya dibayar 5 perak atau diberi zakat fitrah saja.
Guru-guru kampung tidak mengharap upah dari umat karena hanya mengharap upah dari Allah.
Jadi pelayan Alquran bukan untuk mengkayakan diri tapi untuk investasi akhirat.
Bagaimana menguatkan diri agar bisa ikhlas ketika menjadi pelayan Alquran? Jangan jauh dari Allah.
Kita harus merasa sedang melayani Allah yang Ar Rahman, Asy Syakur, dan semua asmaul husna lainnya.
Wallahua’lam.[ind]
Resume oleh: Herlina RQS