STANDAR kelulusan ujian ini adalah yang terbaik (ahsanu ‘amala). Bukan mereka yang banyak bicara. Bukan mereka yang banyak berbuat. Tapi mereka yang bagus dan benar amalnya.
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ
Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (Q.S. Al-Mulk: 2)
Dimensi paling bagus ini mencakup berbagai lini kehidupan. Dari aspek spirit, berupa kejernihan dan kebeningan hati. Dari aspek lainnya, kualitas dan profesional.
Keberhasilan aspek pertama, akan membantu, sedikit banyak, keberhasilan aspek kedua.
Dalam usaha membuahkan kerja produktif dan profesional yang jujur, maka akal manusia berperan untuk mewujudkan prestasi ini.
Baca Juga: Al-Mulk Ayat 1, Ujian Adalah Sebuah Keniscayaan
Al-Mulk Ayat 2, Standar Kelulusan Ujian
Karenanya sangat pantas jika kemudian akal ini dijadikan salah satu sarana pembantu kekhilafahan manusia di bumi.
Namun, ada hal lain yang kadang membuat manusia yang lemah lagi bodoh ini untuk mendewakan akal. Ia dijadikan satu-satunya sandaran yang dikultuskan. Bahwa akal adalah segala-galanya.
Padahal akal ini juga sebagaimana hati, digunakan sebagai sarana kekhilafahan yang dibimbing dan dipedomani dengan ajaran yang dibawa seorang rasul Allah.
Akal tidak untuk didewakan dan dikultuskan, sebagaimana hati dan perasaan tidak pula untuk diperturutkan secara emosional.
Maka al-Quran tak pernah memuat secara langsung kata al-aqlu (akal), ini dimaksudkan agar kita juga tidak terlalu mendewakan akal. Wallahu ‘alam.
Yang dipuji Allah adalah proses menggunakan akal. Dianjurkan dan dijadikan sarana meraih prestasi dan posisi yang tinggi di sisi-Nya sebagai orang yang beriman dan berilmu.
Pengkultusan akal ini suatu saat bisa mengakibatkan pengkultusan diri. Pada saat kekuasaan dan harta digenggam. Pada saat tak ada orang yang berani mengatakan tidak untuk melawan keputusaannya.
Pada saat semua orang terdiam, bungkam oleh keterpaksaan. Saat itulah firaun-firaun Musa menjelma menjadi zat yang merasa besar.
Congkak namun dungu “…(Seraya) berkata: “Akulah Tuhanmu yang paling tinggi”. (QS. 79:24)
Orang-orang yang gagal itu akan enggan bila diajak berpikir. Siapa yang mendatangkan badai atau hujan batu? Apakah kalian merasa tenang-tenang saja dari ditimpa hal-hal seperti itu di bawah langit? Langit siapakah itu?
Ketika Allah menjadikan bumi ini sebagai tempat tinggal manusia, ia seolah tidak pernah merasa bahwa bumi ini berputar dengan cepatnya.
Di samping itu bumi dan beberapa planet di sekelilingnya juga berputar lebih cepat mengelilingi matahari sebagai pusat peredaran planet-planet.
Pernahkah ia berpikir? Pernahkah manusia membayangkan, air laut yang sangat banyak itu mengapa tidak tumpah? Dan semua penghuni bumi juga tidak terlempar dengan kecepatan perputaran tersebut. Siapakah yang menjadikan hal tersebut?
Lihatlah burung ketika terbang. Saat mengembangkan dan menahan sayapnya. Siapa yang menahannya berada di udara di atas kita.
Siapa yang memberi rezeki? Menjodohkan dan mengabulkan berbagai permohonan?
Siapa yang menghidupkan dan mematikan. Mencipta kehidupan sekaligus mencabutnya dan menjelmakan sebuah kematian sebagai gantinya?
Siapa yang menjadikan bumi ini layak untuk dihuni para khalifah Allah. Yang sekaligus ditugaskan memakmurkannya serta menikmati segala fasilitasnya.
Katakanlah: “Dia-lah yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati”. (Tetapi) amat sedikit kamu bersyukur. (QS. 67:23).
Benar, sungguh sedikit yang mau mengerti dan paham serta menyukuri segala fasilitas ini.
Bukankah dengan ini manusia sudah cukup diajak berdialog dengan sangat demokratis. Sebelum jatuh vonis kelak di hari yang tak ada perbantahan di sana.
Karena hanya ada sebuah kesaksian yang jauh dari rekayasa. Kesaksian yang berbicara dengan titah kejujuran.
Sangat adil. Dia mengaruniai manusia pendengaran, penglihatan serta hati untuk menyeimbangkan akal.
Sekaligus menyempurnakan perangkat dan peralatan menempuh ujian. Adapun sarana dan perangkat lain, manusia dianjurkan untuk berinovasi serta kreatif menemukan dan menggunakannya.
Setelah itu, dengan keterbukaan akal dan wawasan, kita tahu bahwa lahan prestasi dalam hidup ini sangatlah luas. Berbuat apa saja bisa dijadikan sebagai lahan peningkatan poin dalam buku prestasi amal.
Bahkan tidur dan makan pun sebagai pemenuhan di antara insting manusia bisa diframe dalam bingkai prestasi.
Dengan niat yang baik. Secara vertikal kepada Sang Pemilik hidup dan mati, kita tahu berinteraksi.
Kepada diri kita, kita juga tahu dan paham. Serta kepada apa dan siapa saja di sekeliling kita, semua ada cara interaksinya.
Semua bisa dibingkai untuk meningkatkan raihan prestasi kita. Dengan kesungguhan. Dan dengan kecerdasan akal kita. Serta dengan kekuatan bashirah.
Setelah itu, laluilah. Jalanilah kehidupan ini apa adanya. Kelak kita hanya tinggal menuai hasilnya.
Bersegeralah isi bilik-bilik prestasi itu. Sebelum semuanya menjadi terlambat. Dan tiada guna lagi sesal saat itu.
“Katakanlah:”Terangkanlah kepadaku jika sumber air kamu menjadi kering; maka siapakah yang akan mendatangkan air yang mengalir bagimu?”. (QS. 67:30)
Sedang para hamba-Nya yang berprestasi hari itu, akan diberi nilai bermacam-macam dan berbeda sesuai dengan amalnya.
Pada hari itu mereka dihargai dengan derajat yang bertingkat-tingkat. Siapakah yang beruntung saat penyematan prestasi itu dilakukan di depan Allah, para malaikat; penghuni langit.
Jin dan manusia, serta para penduduk dunia dari berbagai penjuru dan dari setiap masa. Akankah kita termasuk salah satu dari mereka?
Wallahu al musta’an
Catatan Dr. Syaiful Bahri, M.A
[Ln]