Dr. Yusuf Qardhawi dalam kitab Fatwa-Fatwa Kontemporer menyebutkan ada empat hikmah disyariatkannya mahar.
Pertama, menunjukkan kemuliaan wanita, karena wanitalah yang dicari laki-laki bukan laki-laki yang dicari wanita.
Laki-laki yang berusaha untuk mendapatkan wanita meskipun harus mengorbankan hartanya. Karena itu yang melamar atau meminang dalam proses perkawinan lazimnya adalah laki-laki.
Hal ini sangat berbeda dengan suku dan bangsa tertentu yang justeru membebankan kepada wanita baik hartanya atau harta keluarga agar sang laki-laki mau mengawininya.
Baca Juga: Hikmah Mahar dalam Pernikahan
4 Hikmah Disyariatkannya Mahar dalam Pernikahan Menurut Dr. Yusuf Qardhawi
Kedua, menunjukkan cinta dan kasih sayang seorang suami kepada isteri. Maskawin itu sifatnya pemberian, hadiah atau hibah yang oleh Al Qur’an disitilahkan dengan nihlah (pemberian dengan penuh kerelaan), bukan sebagai pembayar harga wanita.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Berikanlah mahar kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya (An Nisa: 4)
Ketiga, menunjukkan kesungguhan, karena nikah dan berumah tangga bukanlah main-main dan perkara yang bisa dipermainkan.
Karenanya tidak bisa seorang laki-laki menikahi seorang wanita, lalu setelah itu diceraikan, kemudian ia kembali mencari wanita lain untuk diperlakukan seperti itu. Kalau orang yang belum menikah saja sudah memberi hadiah kepada calon isteri untuk menunjukan kesungguhan cintanya, apalagi semestinya saat dinikahi.
Karena itu, bila seandainya perkawinan mengalami perceraian, maka sang suami tidak boleh mengambil kembali maskawinnya itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan jika kamu ingin mengganti isteri kamu dengan isteri yang lain (cerai), sedang kamu telah memberikan seseorang diantara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali daripadanya barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata.” (An Nisa: 20)
Meskipun demikian bila perceraian terjadi sebelum suami melakukan hubungan dengan isteri, maka sang suami bisa mengambil separuh harta maskawin. Ini menunjukkan adanya penghormatan terhadap pernikahan yang suci dan hubungan biologis bukanlah tujuan yang sesungguhnya dari pernikahan.
Allah berfirman:
“Jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali jika isteri-isterimu itu memaafkan atau dimaafkan oleh oleh orang yang memegang ikatan nikah (Al Baqarah:237).
Keempat, menunjukkan tanggung jawab suami dalam kehidupan rumah tangga dengan memberikan nafkah, karena laki-laki adalah pemimpin atas wanita dalam kehidupan rumah tangga.
Untuk mendapatkan hak itu, wajar bila suami harus mengeluarkan harta sehingga ia harus lebih bertanggung jawab dan tidak sewenang-wenang terhadap isterinya, Allah berfirman:
“Laki-laki itu adalah pemimpin atas wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. (An Nisa: 34)
Allahu’alam Bishowab
Pemateri: Ustaz Cahyadi Takariawan