ChanelMuslim.com – Isu bullying atau perundungan sedang menyeret beberapa selebriti Korea Selatan di antaranya artis K-Pop Soojin dari (G)-IDLE, Mingyu (SEVENTEEN), Hyunjin STRAY KIDS, Lia ITZY, Arti drama Park Hye Soo dan Kim Ji Soo.
Isu bullying yang dilakukan oleh bintang River Where the Moon Rises, Kim Ji Soo membuatnya dikeluarkan dari drama yang sedang dibintanginya itu.
Baca Juga: Menciptakan Simpul-simpul Sosial Anti Bullying
Kasus Bullying Kim Ji Soo
Dilansir Soompi, tuduhan ini dilayangkan oleh seseorang yang mengaku satu sekolah dengan Ji Soo pada 2006-2008. Ia menulis di forum daring bahwa Kim Ji Soo dan kawanannya tak kenal ampun sehingga anak-anak lain tak berani melawan.
“Bila anggota geng itu mengalami sesuatu yang sedikit saja tidak mengenakkan, semua anggota akan pergi memukuli orang itu, menginjak-injaknya dengan cara yang mempermalukan,” kata sang penulis.
“Kata ‘perundungan’ bahkan tak cukup untuk menggambarkan semuanya. Aku adalah korban dari semua jenis kekerasan, seperti dikucilkan, jadi korban kekerasan, ancaman, hinaan, dan kata-kata kasar (dari geng Ji Soo),” bebernya lagi.
Ia menyatakan hal ini berawal saat ia mencoba melawan salah satu teman Ji Soo yang merebut sertifikat hadiah milik anak lain.
Bullying pada anak akan berdampak buruk pada kesehatan jiwa saat mereka dewasa. Penelitian NICHD (Eunice Kennedy Shriver National Institute of Child Health and Human development) menunjukkan anak korban bully (termasuk bullying di dunia maya) berada pada risiko yang lebih tinggi.
Pelaku dan korban sama-sama bisa menunjukkan peluang risiko depresi dan kecemasan. Mereka lebih mungkin untuk mengembangkan gangguan kejiwaan yang membutuhkan penanganan intensif saat mereka dewasa nanti dibandingkan dengan anak yang tidak menjadi korban bullying.
Baca Juga: Kembali Terjadi Kasus “Bullying Anak”, Euis Sunarti Ingatkan 4 Lingkungan Pembentuk Karakter Anak
Faktor Bullying
Ada beberapa dugaan bahwa kekerasan bullying adalah bentuk dari “stres beracun” yang berdampak pada respon fisiologis yang kemudian bisa muncul sebagai masalah fisik dan mental yang berlanjut di usia dewasa.
Saat dibully, tubuh bereaksi seperti sedang melawan infeksi. Dikutip dari The Conversation, sebuah studi menemukan bahwa korban bullying memiliki tingkat protein dalam aliran darah (protein C-reaktif/CRP) mereka yang berhubungan dengan melawan infeksi — bahkan sampai usia dewasa muda.
Tingginya kadar CRP merupakan respon umum yang menunjukkan bahwa tubuh sedang bekerja baik melawan infeksi, bereaksi terhadap cedera, atau menanggapi kondisi kronis seperti arthritis.
Penelitian ini menunjukkan bahwa CRP juga dapat meningkat pada kelompok orang yang mengalami penganiayaan oleh orang dewasa di masa kecil mereka. Hal ini menunjukkan bahwa tubuh bereaksi dalam cara yang mirip dengan “stres beracun” seperti halnya terhadap infeksi.
Sebuah studi lain melihat tingkat CRP pada anak-anak yang terlibat dalam bullying sebagai korban, pelaku, dan pelaku-korban (peserta yang membully orang lain tapi ia juga dibully), di usia sekolah dan selanjutnya, di usia dewasa. CRP tidak hanya terdapat pada korban namun juga pada pelaku dan pelaku-korban bullying.
Pada usia sekolah, peserta yang mengalami beberapa jenis bullying memiliki kadar CRP yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak lain yang sama sekali tidak terlibat dalam bullying.
Kemudian, di usia dewasa, peneliti menemukan pola yang sama dari temuan tersebut yaitu, korban bullying saat dewasa memiliki kadar CRP lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tidak terlibat dalam bullying. Peserta penelitian yang berulang kali di-bully menunjukkan tingkat CRP tertinggi.
Sementara itu, walaupun pelaku bully juga menunjukkan gangguan kesehatan dari aksi penindasan yang mereka lakukan, tingkat CRP mereka saat usia dewasa berada pada tingkat terendah dibandingkan dengan kelompok partisipan lainnya.
Peneliti berspekulasi, rendahnya tingkat CRP pada mantan pelaku bully saat dewasa ini dapat melindungi mereka terhadap gejala peradangan di kemudian hari.
Jangan Anggap Enteng Isu Bullying
Selain itu, efek nyata dari bullying juga berdampak pada mekanisme tubuh lainnya yang terkait dengan respons fisiologis terhadap stress, seperti poros hypothalamic-pituitary-adrenal. Misalnya, anak korban bully menunjukkan respon kortisol yang tumpul saat diuji ketahanan terhadap stres di dalam laboratorium. Kortisol adalah hormon yang dilepaskan saat tubuh menerima stres.
Bullying pada anak akan menimbulkan masalah kesehatan baik fisik maupun psikologis ketika mereka dewasa. Jadi, jangan anggap enteng jika anak mempunyai perilaku yang cenderung melakukan bullying kepada anak lain, meski itu hanya sekadar ucapan karena itu akan menjadi utang berkepanjangan kita pada generasi yang akan datang. [Maya]
sumber: hellosehat.com, nichd.nih.gov