ChanelMuslim.com – Banyak pakaian dan gambar-gambar dengan simbol homoseks dan setan yang dibuat sedemikian rupa sehingga menarik perhatian para remaja. Mereka bahkan tidak mengetahui bahwa simbol-simbol tersebut terkait dengan LGBT dan satanisme.
Seorang ibu bertanya bagaimana cara menjelaskan yang tepat ke anak-anak usia SMP terkait gambar dan simbol-simbol LGBT serta pemuja setan yang sekarang tambah marak.
Ia khawatir, saat dijelaskan dan dilarang, para remaja, anak-anak tersebut malah semakin penasaran dan mencari tahu lebih dalam lewat berbagai media yang salah.
Si Ibu menuturkan sebuah kejadian di bimbingan belajar daring. Ada seorang siswa yang memakai background lambang LGBT di layar Zoom-nya.
Kemudian, ada pula siswa yang memakai kaus berlogo dan bertuliskan “Sinner” yang berarti pemuja syetan. Di Amerika, pakaian tersebut sedang marak dan bahkan sekarang dilegalkan pemakaman dengan simbol-simbol syetan di sana.
Ketika Ibu tersebut mengecek, banyak pula toko online di Indonesia yang menjual kaos-kaos dengan logo tersebut.
Ibu tersebut berpendapat, mungkin anak-anak dan orangtuanya tidak mengetahui simbol-simbol dan gerakan tersebut. Yang ia tahu, anak itu berasal dari keluarga muslim yang taat.
Baca Juga: Program Unggulan Salimah untuk Hadapi Isu Homoseks
Cara Menjelaskan Simbol Homoseks dan Setan ke Remaja
Dosen Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Hifizah Nur, S.Psi., M.Ed. menjawab mengenai permasalahan ini.
Hifizah atau akrab disapa Bu Fifi itu mengatakan bahwa ada baiknya para remaja tersebut diajak berdiskusi topik tersebut.
“Kalau di dalam kelas satu bahasa dan setiap orang mampu untuk menangkap dan mengungkapkan pesan dalam bahasa Inggris yang baik, ada baiknya remaja diajak berdiskusi topik yang agak berat ini,” jelas Fifi.
Namun, Bu Fifi memberikan catatan, diskusi tersebut harus disertai pemahaman oleh guru mengenai seluk beluk satanisme dan LGBT sehingga diskusi akan terarahkan.
“Tapi dengan catatan, guru punya pemahaman yang mendalam tentang seluk beluk satanisme dan juga gerakan LGBT ya. Karena remaja senang kalau bisa diajak berdiskusi,” tambah Fifi.
Di sisi lain, Bu Fifi berpendapat, sebaiknya orangtua diberikan pemahaman mengenai permasalahan tersebut dan tidak menutup diri.
“Tapi kalau kemampuan berbahasa masih terbatas, sebaiknya orang tua yang diberikan pemahaman tentang ini, dan diajarkan cara menyampaikan kepada orang tua agar remaja bisa berdiskusi secara terbuka dan tidak menutup diri,” kata Fifi.
Bu Fifi menekankan tentang gaya komunikasi orangtua dan anak yang elegan tapi dapat mentransfer nilai-nilai yang ingin disampaikan orangtua.
“Ini berarti sangat bergantung dengan gaya komunikasi orang tua ya, yang bisa menurunkan nilai dengan elegan. Tanpa paksaan, bisa jadi obrolan yang cukup dalam ya, untuk mentransfer nilai-nilai dari orang tua ke anak,” ungkap Fifi.
Ia mengatakan, pentingnya hubungan komunikasi yang intens dengan anak. Anak yang semakin beranjak ke remaja akan mempunyai dunia sendiri yang membuat para orangtua khawatir.
“Kalau melihat kondisi ini, baru terasa benar pentingnya memupuk hubungan komunikasi yang terus menerus dengan anak ya, terutama semakin beranjak remaja, semakin mereka punya dunianya sendiri yang membuat orang tua khawatir,” tutup Ketua Hikari Parenting School itu.[ind]